"Ada apa" Ares bertanya padaku membuatku terlonjak. Bagaimana dia bisa tau kalau aku sedang ingin mengungkapkan sesuatu padanya?
"G-gak ada apa-apa" jawabku bohong, nyaliku belum terlalu berani untuk melawannya
"Liar... Kalo mau bohong jangan sama gue" ucapnya
"Mmm..." Aku menimbang-nimbang sebentar
"So?" Ares meletakan garpu dan pisau makannya di atas piring dan meminum sedikit jus yang ada di gelasnya sambil menunggu jawabanku
"I-itu, Ares kalo..." Aku berucap, aku sedikit meliriknya, menarik nafas "kalo besok aku ke kantor boleh gak?"
"Gak boleh" jawabnya
Kini aku yang menaruh alat makanku "kenapa? Aku kan udah sehat. Lukanya juga udah kering kok"
"Setengah kering, bukan udah. Kalo lo kerja lo pasti setress, kalo lo setress itu luka lo bakal kayak dulu. Jadi gak ada ke kantor sampe luka lo bener-bener sembuh"
"Bisa di pecat akunya Ares" gerutuku
"Gak bakal"
"Tau darimana?"
Ares hanya mengangkat bahu, dan bangun dari kursinya
"Gue mau keluar kota besok, lo jangan coba-coba kabur ke kantor"
Aku buru-buru mengejar Ares "gak bisa gitu dong!" Aku menarik lengannya
"Perjanjiannya kamu gak boleh ikut campur urusan aku jadi, kamu gak berhak ngelarang aku buat ke kantor!" Aku mengingatkan Ares
"Itu gak masuk dalam hitungan ikut campur"
"Itu termasuk Xavierro Malvares!" Bentakku padanya
"Whatever!" Ares menepis tanganku dan pergi meninggalkanku di meja makan
'Ngeselin banget tuh anak satu, kalo gak takut dosa udah gue timpuk tadi pake piring!' Amukku dalam hati
"Ih... Ngeselin banget sih! Nyesel gue nawarin dia jadi suami sesaat gue!" Aku menggerutu sambil melemparkan bantal-bantal yang ada di atas kasurku ke segala arah
"Nyony-aw..." Riska meringis kesakitan ketika kepalanya menjadi tempat mendaratnya salah satu bantal yang aku lempar
"Sorry, Ris gue- eh saya gak sengaja" aku buru-buru menghampirinya dan menarik tangan itu. Ternyata bukan cuma Riska tapi ada Maya juga disitu
Aku mempersilahkan Riska dan Maya masuk ke kamarku lalu mengunci kamar itu agar tidak terulang kejadian yang seperti tadi. Oh iya, Riska dan Maya sekarang menjadi pelayan sekaligus temanku mengobrol. Jika tidak ada Ares dan yang lain kami berbicara tanpa embel-embel nyonya, bahkan terkadang kami menggunakan bahasa lo dan gue
"Jadi kenapa kamu lempar-lembar bantal kayak gini?" Tanya Riska sambil memunguti satu per satu bantal yang bertebaran di lantai
"Lagi bete" jawabku singkat
"Sama siapa? Sama tuan ya?" Kali ini Kak Maya yang bertanya
"Iya kak, dia tuh nyebelin banget tau gak sih" ceritaku pada kak Maya
"Emang kenapa cerita dong ke kita" pinta kak Maya
"Jadi tuh..." Aku menceritakan semuanya sampai tuntas. Riska dan kak Maya hanya mendengarkanku. Kenapa aku memanggil kak Maya dengan embel-embel kakak? Itu karna dia beneran lebih tua dari aku, dia tuh seumuran sama Ares
"Tapi apa yang dibilang tuan juga gak salah sih Ya..." Kak Maya menasihati
"Loh kok jadi ngebelain Ares sih?" Tanyaku sambil menggembungkan pipiku kesal
KAMU SEDANG MEMBACA
[KDS #1] We're Married aren't We?
Romance-Gue gak mau married orang karir udah lumayan belum lagi keluarga gue juga udah mapan. masa, gue harus married....- Kanaya Angela Malven -Nikah atau gak? Like hell i want to married... umur gue masih muda, cewek cuma masalah... nikah? ogah! - Xavier...