Part 3

263 33 0
                                    

Setelah sampai di dalam kelas, aku duduk di kursiku dan memejamkan mata perlahan. Tidak lama berselang itu, Aku mendengar suara petikan gitar.

Saat bahagiaku, duduk berdua denganmu

Hanyalah bersamamu

Mungkin aku terlanjur

Tak sanggup jauh dari dirimu

Ku ingin engkau selalu

'tuk jadi milikku

Ku ingin engkau mampu

Ku ingin engkau selalu bisa

Temani diriku sampai akhir hayatmu

Meskipun itu hanya terucap

Dari mulutmu

Dari dirimu yang terlanjur mampu

Bahagiakan aku hingga ujung waktuku

Selalu...

-Ungu : saat bahagia-

***

Aku membuka mata perlahan dan aku melihat Rivaldo adalah orang yang menyanyikan lagu tersebut.

"Ngapain ngeliatin?"

"Ngga kok," jawabku yang sedikit salah tingkah.

Rivaldo bangkit dari kursinya dengan menenteng gitar tersebut menuju luar kelas. Tidaklama setelah itu, bell masukpun berbunyi kencang dan dia kembali tanpa membawa gitar tersebut.

"Dasar idiot! Masih untung gue bantuin, gatau terima kasih banget sih tu cewe. Udah tau salah, gue yang disuruh minta maaf!" gerutu Rivaldo kesal.

"Lo kenapa?" tanyaku heran.

"Gausah kepo kenapa sih?! Dikit-dikit nanya, dikit-dikit nanya."

"Gue kan cuma nanya, siapa tau gue bisa bantuin lo."

"Lo mau bantuin gue?" tanyanya remeh sambil melihat kearahku dengan menaiki satu alisnya.

Aku mengangguk dan tersenyum.

"Urusin aja dulu badan lo yang gedenya kayak bu siti," bisik Rivaldo di telinga kiriku.

"PRAKKKK...."

Aku menampar wajah putih Rivaldo sesaat dia mengatakan hal yang menurutku itu sangat dalam. Aku tahu Rivaldo sangat kesal ketika aku menampar pipinya, tapi dia tidak merasakan jika berada di posisiku. Aku juga sudah cukup sabar mendengar cemoohan dari mereka yang mengangap diri mereka sendiri sempurna dan Rivaldo adalah salah satu diantaranya.

2 orang berada di 1 meja yang sama dan saling berdiam diri itu menurutku awkward (canggung) dan sepertinya Rivaldo juga tidak merasa bersalah atas ucapannya tadi. Ku lihat dia malah asik menulis sesuatu di atas buku tulisnya yang membuat aku menghela nafas dengan cukup panjang.

"Manusia kayak gini, yang di kagumi siswi-siswi di sekolah ini? Yang kaga punya hati? Gue belom ada sehari di sini aja, udah ngebatin duduk sama dia," batinku.

Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat dan aku segera keluar dari kelas. Setelah sampai di depan gerbang sekolah, aku menunggu supirku untuk menjemputku.

5 menit...

10 menit...

15 menit...

Dan supirkupun belum juga tiba di sekolah. Aku tetap berdiri di depan gerbang tersebut dengan headset yang sudah menutupi kedua telingaku.

"TINNNNN... TINNNN.... TINNNN..."

"TINNNN..."

"TIIIINNNNNNNNNNNNNNNN..."

"Brakk..."

"WOY! DASAR BUDEK!!!" teriak Rivaldo sambil menarik salah satu headsetku.

"Kuping, lo taro di mana sih? MINGGIR! MOBIL GUE MAU LEWAT!" tambahnya dengan nada yang cukup tinggi.

Aku menoleh ke belakang, ku lihat mobil sedan berwarna hitam berada tepat di belakangku dengan seseorang yang tengah duduk di dalamnya. "Maaf" hanya kata itu yang keluar dari mulutku dan aku langsung menjauhi Rivaldo yang nampaknya masih kesal. Setelah masuk ke dalam mobil, Rivaldo mengendarai mobilnya dengan kencang saat melintas di depanku dan bagus!!! Rok putihku kini basah akibat genangan air yang terkena ban mobil Rivaldo. Aku ingin sekali marah dengan lelaki satu itu. Tapi apadaya, mobilnya sudah berjalan jauh. Taklama berselang itu, mobil yang menjemputku sudah datang.

Aku segera masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan sekolah kutukan itu. Kenapa aku bilang kutukan? Karena aku harus kenal dengan seorang laki-laki yang tidak punya hati sedikitpun, di tambah dia selalu marah layaknya tengah di rasuki sesosok makhluk halus.

Setelah sampai di rumah, aku segera mandi lalu berganti pakaian. ku lihat jam menunjukkan pukul 2 siang, aku mendengar suara mba Yanti, asisten yang berada di rumah ini, menyuruhku untuk makan siang.

[Completed] Heart In The SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang