Part 20

177 21 0
                                    

Aku langsung mengumpat di belakang tubuh Nathan. Tapi sepertinya, tubuhku yang besar ini akan tetap terlihat di matanya.

"Mau apa lagi Lis? Ngga puas Ngebully dia terus?" tanya Nathan pada Lisa.

"Kamu tuh gatau apa-apa, Nat!" jawab Lisa dengan nada yang tinggi.

"Yaudah cepet cerita sama gue biar gue tau permasalahannya!" pinta Nathan.

Lisa mencoba mengambil tanganku tapi tangannya di tepis oleh Nathan yang membuat Lisa sedikit terkejut,

"OH JADI SEKARANG KAMU BELAIN GADIS KAMPUNGAN, BEGO, IDIOT, ITEM, GENDUT INI?!"

Ku lihat Nathan mengangguk dengan mata yang terus menatap Lisa, "Gue cape sama sikap lo Lis... Gue fikir lo bakal berubah dengan berhenti ngebully orang-orang yang deket sama gue ataupun yang gue deketin. Lo egois! We break up. Thanks for everything."

Aku terkejut mendengar semua yang Nathan ucapkan di hadapan Lisa. Kini aku merasakan genggaman tangan Nathan yang terus mengajakku berjalan menjauhi Lisa hingga sampai ke parkiran mobil.

Aku terdiam sesaat melihat Nathan kini menyender pada mobil putih miliknya. Sepertinya dia tengah berfikir akan keputusannya tadi. Nafas Nathan terlihat memburu dengan mata yang terpejam, "Ayo masuk" ajaknya setelah mencoba untuk bersikap tenang.

Aku segera masuk ke dalam mobil Nathan dan saat Nathan sudah berada di sampingku, aku melihat air mata yang menggenang dari ekor matanya kembali. Sepertinya lelaki ini telah menyesal atas perbuatannya tadi. Aku mencoba memanggil namanya perlahan dengan tangan ku yang menyentuh pundak kirinya, Nathan pun menoleh ke arahku dengan tersenyum. Oh Tuhan, lelaki ini masih bisa tersenyum manis kepadaku.

"Kalo lo nyesel sama keputusan lo, gue bisa bantu kalian buat balikan lagi. Dan ngga seharusnya lo mutusin Lisa cuma karna ngeliat gue di bully, Nat," ucapku.

Nathan menggeleng dengan tangan yang Ia letakkan pada kemudi mobil, "Ngga Cal... Gue ngga nyesel kok sama keputusan gue. Gue nyeselnya kenapa gue bisa pacaran sama cewe yang ngga punya hati sedikitpun kayak Lisa."

"Nat, ngga boleh ada kata 'penyesalan' saat lo putus sama pasangan. Lo yang pilih dia, berarti lo percaya sama dia. Itu resiko lo karna lo udah pacaran sama orang yang salah," jelasku.

***

Laki-laki itu tertawa kecil saat aku kembali menyebutkan nama Nathan.

"Gue bukan Nathan yang lo maksud. Ini, gue di suruh Pak Tomi balikin jawaban lo. Dia bilang, di kasih nilainya nanti, kalo udah lengkap," ucap lelaki tersebut sambil memberikan kertas jawaban milikku.

"Oh... maaf kalo gitu, Makasih ya... aaa"

"Theo."

"Sorry?"

"Agustinus Theodore Weston."

Aku melihat dia mengulurkan tangannya ke hadapanku, aku menyambut tangan itu dan tersenyum kearah laki-laki yang wajahnya mirip sekali dengan Nathan, "Cal... Calerie Vincentius" jawabku.

Aku terus menatap matanya sampai pada akhirnya dia melepaskan genggaman tanganku.

"Sorry gue harus balik, mereka udah nungguin gue" ucap Theo yang menunjuk kearah di mana teman-temannya yang dari tadi terus memperhatikan kami berdua.

Aku mengangguk dan kemudian dia melangkah pergi.

"Brakk..."

Aku menutup pintu mobil cukup keras dan meletakkan tumpukkan kertas tadi di samping jok mobilku. Sejenak aku berfikir, "Kenapa di saat gue udah nutup semua kenangan, Tuhan malah ngingetin gue lagi? Nathan, Papa, Kaka, Rivaldo, Utami, Akbar, Amel. Mereka hanyalah--"

[Completed] Heart In The SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang