Part 14

175 19 0
                                    

Waktu berjalan dengan cepat, aku tahu Rivaldo tengah menungguku dari kursinya untuk bersiap-siap pulang sekolah bersamanya.

"Udah?" tanya Rivaldo saat mengetahui aku berada di belakang dirinya.

Aku mengangguk dan kini berjalan keluar kelas, "Pentas seni tinggal 4 hari lagi... kira-kira gue harus nampilin apa nih?" tanya Rivaldo.

"Gimana kalo nyanyi? Suara lo bagus kok," pintaku.

Rivaldo terdiam sesaat aku menyuruhnya untuk bernyanyi di depan banyaknya siswa dan siswi pada saat Pentas Seni. Aku melihat dari arah kejauhan, Tami tengah menyender pada tembok di depan kelasnya dan melihat kearahku serta Rivaldo.

"Ehem..."

"Ummm... Sorry Do. kayaknya hari ini gue ga balik sama lo deh, gue mau pulang bareng Utami," jawabku yang memahami bahasa Tami.

"Oh yaudah. Kalian berdua hati-hati," ucap Rivaldo dengan tersenyum.

Setelah Rivaldo pergi meninggalkan kami berdua, barulah Tami mengajakku untuk berjalan ke parkiran mobil dan masuk ke dalam mobil miliknya,

"Gimana?"

"Apanya?"

"Udah resmi? Gue denger-denger sabtu kemarin Rivaldo ngasih kejutan buat lo"

"Tau dari mana?"

"Dia sendiri cerita sama gue. Ciye Calerie, akhirnyaaaa," jawab Tami yang berakhir dengan tertawa kecil.

"Semua biasa aja... Nothing special, dia kasih kejutan kok buat gue," jelasku.

"Oh ya? Apa?" tanya Tami penasaran, sambil kini menjalankan mobilnya keluar dari sekolah.

Di jalan, aku dan Tami terus sibuk bercerita satu sama lain. Mulai dari aku yang sibuk membicarakan Rivaldo sampai Tami yang juga sibuk membicarakan lelaki yang dia suka. Sampai pada akhirnya Tami bilang kalau dia ngga sabar untuk selfie saat Pentas Seni tiba. Tami tidak mengantarkanku langsung ke rumah, tapi kami berhenti di sebuah cafe untuk sekedar mengobrol dan meminum secangkir coffee latte.

"Jadi gimana respon dia?" tanyaku yang membuka pembicaraan.

"Ya begitu deh Cal..." jawab Tami dengan tersipu.

"Gitu gimana?"

"Nanti juga lo tau. Untuk sejauh ini sih, dia romantis, baik, orangnya lucu," kata Tami sambil meminum Coffeenya sedikit demi sedikit.

Aku menghela nafas dengan raut wajah yang cukup senang ketika melihat temanku yang satu ini telah dekat dengan orang yang Ia sukai. Aku pernah melihat sosok lelaki yang Utami maksud, saat aku berpapasan dengannya. Hanya berpapasan tanpa mengetahui wajah dari lelaki itu, Ya.. Yang aku lihat dari belakang hanya tubuhnya yang tinggi dan putih, aku rasa juga cocok dengan Utami.

Hari semakin sore dan aku tidak sadar bahwa jam di tanganku telah menunjukkan pukul 4 sore. Aku dan Tami segera kembali ke mobil. Satu jam kami di perjalanan, kini Tami memberhentikan mobilnya tepat di samping gerbang rumahku. Segera aku turun dari mobilnya dan kini Ia pergi meninggalkanku. Saat aku masuk ke dalam rumah, aku terkejut ketika melihat Rivaldo sedang duduk santai di ruang tamu rumahku.

"Kok baru pulang?" tanyanya yang melihatku terdiam di depan pintu rumah.

"G... Gue... abis dari Cafe," jawabku yang sedikit terbata-bata.

"Ngapain?"

"Ngobrol aja sama Tami. Dari kapan lo di sini?" Tanyaku.

"2 jam yang lalu"

"WHAT?"

"Sengaja..." jawab Rivaldo sambil menyengir ke arahku.

Aku berjalan menuju kamar untuk mandi dan berganti pakaian sebelum aku duduk di sofa dengan Rivaldo. 15 menit aku berada di kamar, aku berjalan kembali menuju ruang tamu dan melihat Rivaldo tetap berada di sana.

"Udah mandi?" tanyanya sambil tiba-tiba mengelus kepalaku.

Aku terdiam menatapnya dan Ia hanya tersenyum melihat ekspresiku yang sedikit terkejut, "Cal... Cal... lo kenapa jadi diem begitu? Ah iya. Jadi, kira-kira menurut lo lagu yang mana buat gue tampilin di acara pentas nanti? Gue sih pinginnya yang nuansa romantis gitu, biar mereka terbuai," ucap Rivaldo sambil tertawa kecil.

Aku melihat ke langit-langit atap rumahku untuk mencari ide dan akhirnya aku dapat sebuah lagu yang tiba-tiba terlintas di ingatanku.

"Itu? Ok Deal..." jawab Rivaldo ketika menyetujui lagu tersebut.

"Cal... gue mau nanya deh,"

"Soal?"

"Kenapa setiap ada orang yang ngebully lo dengan perkataan yang menurut gue ga pantes di ucapin, lo ga pernah ngelawan? Kenapa lo diem aja?" tanya Rivaldo heran.

"Sebenarnya gue ga diem... Gue lagi berdoa sama Tuhan, supaya orang yang ngebully gue bakal sadar, kejahatan kan ngga harus di bales, kita cukup berdoa aja dan satu lagi, kasih mereka senyuman," jawabku dengan tersenyum lebar.

Mendengar jawabanku, Rivaldo terdiam dan memasang wajah dengan penuh penyesalan.

"Cal... Gue--"

"Ngga usah di bahas do. Itu masalalu, buat apa di ungkit lagi? Gue udah maafin orang-orang yang pernah ngebully gue kok. Jadi, lo tenang aja..." jawabku.

Setelah Rivaldo pamit untuk pulang, aku segera menutup pintu rumah dan berjalan menuju kamar.

"Oh jadi dia Pacar baru kamu, de?" tanya mama yang tiba-tiba berdiri di sebuah anak tangga.

Aku membalikkan tubuhku dan tidak menyadari bahwa mama pulang kerja dengan cepat, "Mah, kapan pulang? Kok aku ga tau kalo mama pulang?"

"Dari tadi. Mama juga udah ketemu sama Rivaldo... anaknya baik de," ucap mama.

"Ya begitulah," jawabku sambil cengengesan.

"Kalian Pacarankan?"

"Ngga mah."

"KOK BISAAA??? KALIAN HARUSNYA PACARAN DONG!!!"

"Ma... Mamah??"

"KARNA MAMA TERTARIK SAMA ANAK ITU, DIA BAIK, RAMAH, MAMA SUKA. KELUARGANYA TERPANDANG, DIA BISA NERIMA KAMU APA ADANYA, LOYAL, DAN SATU LAGI... MAMA SUKA SENYUMNYA"

"Mah?? kok mama jadi yang semangat gitu?"

"Ah... Ngga de ma.. mama biasa aja kok, kamunya kali yang nanggepin mama terlalu bersemangat."

"Mah... aku... aku fikir aku jatuh cinta sama dia."

"TEPAT!!! Bukan 'Fikir' lagi de... kamu memang udah jatuh cinta sama cowo itu."

"MAH PLEASE... DON'T MAKE IT BE COMPLICATED."

"Rumit? Rumit dari mana? A a a a dia ngga liat fisik kamu kok de. Mama bisa rasain itu."

"Udah mah.. Aku mau istirahat dulu.. selamat malam mah," jawabku yang kini pergi melangkah ke dalam kamar.

[Completed] Heart In The SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang