"Asli Arch, gue masih ngga enak hati sama Theo," ujarku yang kini berjalan menuju ruang kelas.
"Apa sih lo? kok jadi alay gitu? Wajar kali kalo lo ngomong gitu ke Theo. Dianya aja yang lebay, ngga mau ngakuin kesalahannya, mentang-mentang si Theo itu anak dari salah satu dosen kita," jawab Arch sambil memonyongkan bibirnya.
"Anak dosen?"
Arch mengangguk tanpa menoleh ke arahku. Dan sekarang aku mendengar ada seseorang yang tengah melantunkan sebuah puisi hingga bergema di koridor yang tengah aku dan juga Arch lewati. Ya.. aku melihatnya sekarang. Seorang laki-laki dengan sebuah sweater abu-abu yang melekat di tubuhnya, serta secarik kertas di tangannya.
Before I met you,
I felt that I couldn't love anyone,
That nobody would be able to fill the void in my heart,
But that all changed when I met you...
Then I came to realize you were always on my mind.
You're funny and sweet,
You make me laugh and smile,
You take away all my anger and sadness,
You are the most beautiful woman I have ever seen,
More beautiful than any flower that I have ever seen,
You made me weak when I talked to you,
Then I started to write poems about you,
Now, I have come to realize that I am Hopelessly in love with you......
Oh... CALERIE VINCENTIUS
Aku terdiam sesaat mendengar bait terakhir dari puisi tersebut, "Calerie Vincentius? Itukan nama gue" batinku. Lelaki yang pernah menggangguku di kantin ini menulis sebuah puisi untukku? buat apa?
Kulihat dari raut wajahnya begitu senang, saat mengetahui aku kini, berada tepat di hadapannya. Dia menggerakkan kedua alisnya naik turun dengan tersenyum lebar. Arch segera menarikku ketika melihat seorang dosen yang mengajar di kelasku kini berjalan memasuki kelas.
"Untung lah..." ucap Arch saat kami masuk ke kelas lebih dulu daripada dosen tersebut.
Ya! Dosen ini persis seperti wali kelasku dulu, tatapan matanya sangatlah dalam. Aku heran dengan kebanyakan Dosen disini, kenapa mereka mempunyai tatapan yang sama ? Dan sekarang, Dosen bertubuh gemuk itu tengah melihat kearahku. Apa salahku? dia terus berjalan ke mejanya dan duduk di sana dengan mata yang masih tertuju kepadaku. Ku lihat dia membuka mulutnya,
"Jangan lagi..." batinku dengan menutup mata.
"Calerie Lillian Vincentius!!!"
Benar dugaanku, wanita tua ini memanggil namaku kembali, Aku segera bangkit dan seketika, semua mata yang berada di kelas tertuju kepadaku, "Ada apa bu?" tanyaku dengan jantung yang berdetak kencang.
Deg
Jantungku berhenti sedetik saat merasakan tangan besarnya mencengkram lengan kiriku, "Ayo ikut Ibu"
"Kamu diem di sini!" perintahnya setelah kami berada di luar kelas.
"Buat apa Bu Agnes nyuruh gue keluar?" batinku.
Kulihat dari arah kiri, ada seorang laki-laki yang tengah berjalan kearahku dengan memegang sebuah amplop di tangan kiri dan tangan kanannya Ia masukkan ke dalam saku celana.
"Nih!" ucapnya dengan menyodorkan amplop berwarna merah muda ke arahku.
Ku tatap kedua bola mata berwarna coklat itu, tapi matanya tidak membalas tatapanku.
"Nathan..."
Ya, lagi-lagi Aku memanggil Theo dengan sebutan Nathan. Aku seperti merasakan kehadiran dari sosok Nathan itu sendiri,
"Udah berapa kali gue bilang kalo gue itu bukan NATHAN! SIAPA NATHAN? GUE NGGA KENAL DIA!" Nada bicara Theo berubah menjadi tinggi yang membuat isi kelasku keluar dan ada juga yang mengintip dari balik jendela. Aku tertunduk sambil menggenggam amplop yang tadi dia berikan. Setelah Bu Agnes kembali, barulah mahasiswa/I masuk kembali ke dalam kelas dan Theo, sudah berjalan menjauhiku.
"Calerie, tolong bawakan semua buku ini ke ruang perpustakaan," pinta Bu Agnes dengan memberikan beberapa buku tebal itu kepadaku.
Sekarang aku berjalan menuju ruang perpustakaan yang terletak di ujung kampus ini. Aku berjalan melewati ruang kelas Theo dan ku lihat Ia tengah duduk dengan menopang kepalanya pada satu tangan. Pikirannya entah kemana, seperti ada sesuatu yang tengah dia pikirkan.
Buku yang aku bawa kini berserakan di lantai pada saat seseorang yang dengan tidak sengaja menyenggol pundakku,
"Maaf maaf ngga sengaja," ucap lelaki itu.
Aku sibuk mengambil buku tebal tersebut dan terdapat beberapa kertas yang kini berserakan di atas lantai. Mau tidak mau aku harus membereskannya seperti semula.
"C...A...L...E...R...I...E, Calerie Lillian Vincentius"
Aku mendongakan kepalaku menghadap laki-laki yang tadi menabrakku, "Rivaldo?!"
Aku sangat terkejut ketika mengetahui kalau Rivaldo menjadi seorang Mahasiswa di kampusku juga. Tangannya kini menggenggam sebuah amplop yang di berikan oleh Theo. Dengan cepat aku merampas amplop itu, takut kalau Rivaldo menjadi penasaran, lalu membukanya.
"Kuliah di sini juga? Kok gue baru tau," ucap Rivaldo.
Tanpa menjawab pertanyaan darinya, Aku langsung berjalan kembali menuju perpustakaan dengan wajah yang tidak menunjukkan ekspresi sedikitpun.
***
Ketika Aku akan berjalan kembali menuju kelas. Ku lihat dari kejauhan Arch tengah berjalan ke arahku, "Mau ke mana lo?" tanyanya dengan nada bicara yang mengesalkan.
"Ke kelas atuh" jawabku dengan sedikit bingung.
"Gausahlah, ke kantin aja... Toh Bu Agnes udah keluar dari kelas ini," kata Arch sambil menarik tanganku.
Aku heran dengannya, Apa yang menarik dari tanganku? Dia kan ngga harus selalu menarik tangan untuk mengajakku ke kantin atau ke tempat manapun. Dengan mengeluarkan ajakan dari mulutnya saja, aku pasti akan mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Completed] Heart In The Sky
Teen Fiction1st Love yourself project story [Love your body] in LY [9/4/19] HIGHEST RANKING: #103 IN FUTURE [9/4/19] -Sebuah kado kecil dari Tuhan, Untuk Cal- ❤ Heart In The Sky ❤ Heart In The Sky 2 ❤ Heart In The Sky 3 Karna Tuh...