Chapter 19

7.1K 589 12
                                    

"Aliiii," teriak Prilly ketika tubuh Ali hampir saja jatuh. Dengan setengah sadar, Ali mencoba menahan berat badannya. Wajahnya sangat pucat dan bibirnya bergetar.

"Lo kenapa? Muka lo pucet," kata Prilly panik. Prilly langsung membopong tubuh Ali masuk ke dalam rumahnya. Merebahkan tubuh Ali di sofa miliknya.

Prilly mengecek suhu tubuh Ali dengan tangan yang ia letakkan di kening Ali. Ali hanya memejamkan matanya karna kepalanya terlalu pusing. Prilly khawatir dengan keadaan Ali seperti ini, baru kali ini Prilly melihat Ali terkapar lemah.

"Gue ambilin sapu tangan sama air hangat dulu ya, biar gue kompres," kata Prilly setengah beranjak. Namun tangan Ali terlebih dahulu menahan pergelangan tangan Prilly.

"Mau apa?" tanya Prilly lembut. Tanpa aba-aba, tangan Prilly langsung mengelus rambut hitam Ali dengan lembut. Membuat Ali semakin tenang.

"Jangan pergi, gue butuh lo," ucap Ali lirih.

Prilly mengangguk dan mengelus punggung tangan Ali, "Gue bakal disini, tapi gue harus ngompres lo dulu, badan lo panas banget," kata Prilly.

Ali melepaskan genggamannya, mempersilahkan kemauan Prilly. Prilly tersenyum, dan beranjak ke dapur untuk mempersiapkan bahan kompresan untuk Ali.

Beberapa menit kemudian, Prilly mulai mencelupkan sapu tangannya ke dalam baskom yang berisi air hangat kemudian ia taruh sapu tangan itu di kening Ali.

"Makasih ya," ucap Ali.

Prilly mengangguk, "Lo kenapa bisa kayak gini?" tanya Prilly.

Ali membuka matanya dan menatap Prilly yang berada di sampingnya dengan posisi duduk. Ada rasa senang yang dirasakan Ali, meskipun ia sakit setidaknya Ali bisa menghabiskan waktu berdua dengan Prilly.

"Gue gak bisa kena hujan," kata Ali lirih. "Sedikit pun" lanjutnya lagi.

Prilly berdecak, "Tadi kan gue udah nyuruh lo buat disini dulu, kenapa nekat? Kalo lo nurutin apa kata gue, gabakal ada kejadian sakit-sakitan kayak gini. Dasar keras kepala," ucap Prilly sinis.

Ali tersenyum, "Segitu khawatirnya ya ngeliat gue sakit,hm?" tanya Ali sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Apa sih lo, jangan geer ya! Gak ada rasa khawatir sedikitpun buat cowok kayak lo, ini cuma rasa kemanusiaan,"

"Iya gue tau kok," Ali memejamkan matanya. "Gue sadar gue cuma cowok nakal, cowok bodoh, cowok jahat, cowok.."

"Li, gak kayak gitu"

"Cowok brengsek, cowok yang gak pernah bisa sopan, cowok playboy, cowok.."

"Alii gak kayak gitu maksud gue, gue cuma..."

"Gue tidur bentar ya,Prill, mau ngilangin pusing. Kalo udah gak pusing, gue bakal pulang," Ali membalikkan badannya membelakangi Prilly "Makasih udah ngerawat gue," kata Ali terdengar lirih.

Prilly menggeleng, ada rasa sesak di dalam hatinya ketika Ali mengatakan dirinya sendiri seperti itu. Ini memang salah Prilly, tidak seharusnya ia berkata seperti itu. Jauh di lubuk hatinya, Prilly memang mengkhawatirkan Ali. Tapi rasa gengsi itu terlalu besar untuk mengungkapkan semuanya.

Ingin sekali Prilly berkata, bahwa Ali bukan lagi cowok seperti itu, bukan lagi cowok yang memiliki sisi negative. Ali telah berubah, Ali telah kembali menjadi pribadi yang baik. Namun apalah daya, Ali telah marah. Ini semua memang karna ucapannya. Tak terasa, air mata Prilly sudah jatuh secara perlahan.

Cukup lama, Prilly menangis dalam diam di posisi ini. Posisi dimana ia hanya melihat nanar punggung Ali yang membelakanginya. Prilly janji, setelah Ali bangun nanti ia akan meminta maaf atas semua ucapannya yang sudah menyakiti hati Ali.

Everything has ChangesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang