Kening Prilly mengerenyit ketika melihat sosok seseorang yang sangat ia benci. Prilly berdiri dari duduknya, siap menerima ocehan orang itu. Tangan Prilly terkepal ketika orang itu mencengkram erat kedua bahu Prilly. Matanya menyorotkan kemarahan kepada Prilly.
"Apa-apaan sih,Res? Lepasin!" bentak Prilly sambil menepis tangan Resti di bahunya.
"Sakit tau gak?! Mau apa kalian ke kelas gue?" tanya Prilly menatap tajam ke arah Resti dan teman-temannya.
"Lo udah ngingkarin perjanjian kita,Prill!" ucap Resti sambil melipat kedua tangannya.
Prilly mengerenyitkan keningnya heran, "Perjanjian apa? Bukannya gue udah gak ada urusan apapun sama lo, ya?" ucap Prilly santai.
Resti terkekeh, "Lo gak lupa kan? Kalo lo mau ngejauhin Ali?"
Prilly tercengang dan menjadi salah tingkah, "Oh, masalah itu...ya gue...gue gak bakal lupa,lah! Santai aja," kata Prilly gagap.
Prilly merasakan hembusan nafas Resti semakin dekat, Prilly memundurkan kepalanya ketika tubuh Resti semakin mencoba mendekat ke arah Prilly. Kepala Resti semakin maju dan mengarahkan mulutnya tepat di telinga Prilly.
"Sekarang, lo harus temuin Ali dan bilang kalo lo cuma mainin dia doang," bisik Resti yang berhasil membuat Prilly merinding sekaligus kaget.
Bagaimana mungkin Prilly berkata seperti itu, sedangkan hubungannya dengan Ali sedang tidak baik? Prilly menggeleng cepat mendengar ucapan Resti. Prilly tak berani mengambil resiko untuk mengucapkan itu.
"Kenapa!" bentak Resti ketika melihat gelengan dari Prilly.
"Kasih waktu gue 3 hari buat ngucapin kata itu," tawar Prilly.
Resti tertawa, "Hahahah! Lo mau mainin gue? Hah?! Kenapa harus ngulur-ngulur waktu mulu, hah?!" tanya Resti sambil menjambak rambut Prily.
"Aawsshhhh, sakit Res!" rintih Prilly setengah berteriak.
Seluruh siswa yang berada di kelas Prilly pun langsung menghampiri Prilly dan Resti. Tapi tak ada satupun yang berani membela Prilly, mereka tahu siapa Resti. Siapa saja yang mencoba membela orang yang sedang berurusan dengan Resti akan dibuat sengsara. Oleh karna itu, mereka hanya melihat Prilly dijambak oleh Resti.
Prilly terus merintih kesakitan, tangannya mencoba melepaskan tangan Resti yang masih menjambak rambutnya. Wajah Prilly memerah menahan sakit. Sebisa mungkin Prilly mencoba menahan tangisnya, ia tidak boleh terlihat lemah. Prilly mencari sosok yang biasanya membantu Prilly mengalahkan Resti, Ochi. Prilly teringat bahwa sahabatnya itu tidak masuk karna sakit. Dan Prilly harus bisa melawan Resti dengan tangannya sendiri. Prilly tidak mungkin meminta bantuan teman-temannya, karna itu mustahil.
"Oke, gue bakal temuin Ali! Sekarang lepasin tangan lo dari rambut gue!" teriak Prilly sambil melepaskan tangan Resti kasar.
Tawa Resti dan teman-temannya pun pecah mendengar kata pasrah dari Prilly, "Bagus anak cantik! Sekarang gue anterin lo ke tempat Ali, yuk!" ucap Resti selembut mungkin.
Prilly menghembuskan nafasnya kasar, mau tak mau Prilly memang harus mengakhiri ini semua. Mungkin takdir tidak berpihak kepadanya. Mungkin takdir memang tidak menginginkan Ali dan Prilly bersatu. Mungkin takdir memang menakdirkan Ali dan Prilly berpisah.
Langkah kaki Prilly terus mengikuti kemana arah Resti menunjukkan tempat Ali berada. Teman-teman Resti mencengkram erat pergelangan tangan Prilly dengan kasar-----takut Prilly kabur.
Resti berhenti di sebuah taman belakang sekolah, dan benar saja disana ada Ali yang sedang memainkan gitarnya. Prilly mencoba menjernihkan pandangannya melihat sosok Ali disana. Tunggu! Ali tidak sendiri, ia bersama Sarah. Gadis itu lagi, pikir Prilly. Tangan Prilly tiba-tiba mengepal dan matanya menyorotkan kemarahan dan kebencian terhadap Sarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything has Changes
Fanfiction[ RE- PUBLISH ] Akibat sebuah taruhan semata, seorang Prilly Latuconsina selaku wakil ketua cherrleader harus bisa merubah sikap badboy dari seorang kapten basket bernama Aliando Syarief. Namun Prilly melupakan misi awalnya, ia telah jatuh cinta kep...