Chapter 21

7.4K 596 24
                                    

An: Maaf ya kalo pendek, lagi gak ada ide banget jadinya gak nge-feel:(

                                 *****

Tubuh Ali diam memaku menatap wajah Prilly yang terlihat agak sembab. Prilly menatap Ali dengan tatapan yang sulit diartikan, bisa dibilang tatapan marah dan tatapan kecewa atau bahkan tatapan tidak suka. Ali tidak tahu.

"Ali," panggil Prilly lagi.

Ali mengangkat kepalanya menatap Prilly, "Apa?" katanya cuek.

Prilly meremas botol air mineral di tangannya dengan erat. Mengumpulkan keberanian untuk semua ini.

"Nih, gue gak butuh!" ucap Prilly sejutek mungkin sambil memberikan kembali semua pemberian Ali tadi.

Ali mengerutkan keningnya bingung, "Kenapa?"

Prilly berdecak, dan menatap tajam ke arah Ali dan Sarah bergantian. Meremas kembali botol air mineral dan roti itu dengan sangat erat. Tak lama setelah itu, Prilly langsung melempar roti dan air mineral itu ke dada bidang Ali dengan kasar. Air matanya sudah tidak tertahan lagi, begitu sesak dan menyakitkan melihat Ali berdekatan dengan Sarah.

Ali diam terpaku melihat aksi mengejutkan Prilly. Ali sudah tidak peduli lagi dengan makanan yang jatuh ke kakinya. Pandangannya fokus melihat Prilly yang menundukkan kepalanya dengan tubuh yang bergetar. Ali tahu bahwa gadis itu sedang menangis, ingin rasanya Ali menarik Prilly ke dalam dekapannya. Namun ia tidak bisa melakukannya sekarang, Ali tidak tahu kenapa.

"Gue gak butuh belas kasihan lo, brengsek!" kata Prilly dengan nada tercekat.

Ali membulatkan matanya tak percaya, bagaimana mungkin Prilly menyebut dirinya brengsek. Ini adalah hal pertama Prilly berkata kasar seperti itu dengan Ali. Tangan Ali mendadak mengepal, sorot matanya tajam menatap Prilly. Dan melangkahkan kakinya satu langkah maju mendekati Prilly.

Sarah melihat kemarahan dari mata Ali, buru-buru ia tahan lengan Ali dengan sangat erat. Ali menoleh ke arah Sarah dan memicingkan matanya seolah bertanya kenapa, Sarah menggeleng, "Jangan, dia perempuan," bisik Sarah.

Prilly melihat semuanya, melihat saat Sarah menarik lengan Ali dan membisikkan sesuatu tepat di telinga Ali. Dan Prilly benci itu.

"Kenapa? Lo mau apa? Mau tampar gue? Tampar sini!" gertak Prilly lagi saat Ali kembali menjauh darinya.

"Benar ya apa yang lo bilang, lo itu cuma cowok brengsek! Dan gue nyesel pernah kenal dan dekat dengan lo!" lanjut Prilly.

Tubuh Ali kaku dan melemas, mata Ali sudah berkaca-kaca mendengar semua perkataan Prilly yang menyakitkan hatinya. Bagaimana mungkin, gadis yang begitu Ali cintai bisa berkata sejahat itu? Ini adalah kedua kalinya Prilly menyakiti perasaanya setelah kejadian kemarin di rumah Prilly.

"Cowok bodoh kayak lo gak pantes bersanding sama gue!" kata Prilly lagi. Ali terus menatap ke arah Prilly dengan tatapan marah dan sedih.

"Cowok jahat kayak lo gak pantas di baikin!" lanjut Prilly lagi. Ali semakin menundukkan kepalanya mendengar semua hinaan Prilly.

"Cowok yang gak tahu sopan-santun kayak lo gak pantes di deketin" lanjutnya lagi.

"Cowok kayak lo itu.." ucapan Prilly terhenti karna Sarah sudah menampar pipi Prilly cukup keras. Prilly langsung memegang pipinya yang memerah dan mencoba menahan tangisnya.

Ali yang mendengar sebuah tamparan cukup keras, langsung mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang menampar dan siapa yang ditampar. Betapa terkejutnya Ali melihat pipi Prilly yang sangat merah dan air mata yang sedari tadi mengalir deras. Ali beralih menatap Sarah dengan tatapan tajam.

"Prill! Lo itu gak berhak ngehina Ali kayak gitu! Dia emang gak sempurna, tapi lo harus tahu Prill, Ali itu...." ucapan Sarah terpotong karna melihat Ali menggelengkan kepala ke arahnya, seakan tidak memperbolehkan Sarah mengucapkan sesuatu.

"Apa? Apa yang mau dilakuin sama cowok brengsek ini ke gue?" kata Prilly mencoba tegar.

"Prill! Lo itu gak berhak ngatain Ali cowok brengsek! Dia gak kayak gitu, lo itu cuma salah paham," ucap Sarah.

"Salah paham apa? Lo fikir gue cemburu ngeliat kalian berdua? Cih, gak sudi!" kata Prilly dengan nada meremehkan dan melirik ke arah Ali.

Ali menggelengkan kepalanya, "Cukup! Gue udah bener-bener muak liat ini semua!"

Ali menggenggam tangan Sarah dan melangkahkan kakinya sedikit mendekat ke arah Prilly, memberanikan niatnya untuk menatap mata hazel Prilly.

"Lo benar, gue cuma cowok brengsek yang gak pantas bersanding sama lo. Cowok kayak gue gak pantas di baikin apalagi di deketin sama cewek sebaik lo..." Ali menghela nafasnya sejenak, "Gue janji, mulai besok gak bakal ngasih apapun lagi ke lo. Gue bakal berusaha untuk gak peduli sama lo lagi," kata Ali sedikit penekanan.

"Dan satu lagi, gue bakal mencoba ngehapus rasa cinta gue sama lo!" lanjut Ali lagi. Prilly menatap tajam ke arah Ali. Kepalanya sedikit menggeleng saat Ali mengucapkan hal itu.

"Yuk,Sar," ucap Ali sambil menarik tangan Sarah dan meninggalkan Prilly sendiri.

Selepas kepergian Ali dengan Sarah, Prilly langsung terduduk lemas di koridor sekolah dan menangis. Untung saja, koridor sekolah sudah mulai sepi karna bel masuk akan berbunyi.

"Prill, lo kenapa?" tanya Ochi yang datang menghampiri Prilly dengan nafas tersenggal-senggal.

Prilly tetap diam dan menangis, matanya sudah benar-benar sembab. Ochi yang mengerti keadaan Prilly langsung memeluk tubuh Prilly ke dalam dekapannya, Ochi juga mengelus punggung Prilly agar gadis itu tenang.

"Kita ke kelas ya? Pulang sekolah nanti, lo harus cerita!" kata Ochi yang mendapat anggukan dari Prilly.

*****

"Kita ke cafe rooftop aja,ya?" kata Prilly dengan suara parau.

Ochi mengangguk dan menggandeng tangan Prilly keluar dari halaman sekolah. Saat berada di gerbang sekolah, langkah kaki Prilly mendadak berhenti. Sontak membuat Ochi mengerenyitkan keningnya bingung.

"Ada apa?" tanya Ochi.

Prilly diam tak menjawab pertanyaan Ochi, pandangannya fokus melihat objek di depannya. Ochi yang merasa heran pun, mengikuti arah pandang Prilly. Di depan gerbang sana, Prilly melihat Ali sedang berboncengan motor dengan Sarah. Tangan Sarah memeluk pinggang Ali dengan sangat erat, kepalanya ia senderkan di bahu kanan Ali. Sama seperti yang Prilly lakukan, dulu.

Prilly memejamkan matanya ketika motor Ali sudah keluar dari halaman sekolah. Mencoba menahan air matanya agar tidak keluar lagi. Menahan dadanya yang semakin sesak dan semakin menyakitkan. Di genggamnya tangan Ochi dengan sangat erat, seolah ia meminta kekuatan dari sahabatnya itu.

"It's okey baby, don't cry!" kata Ochi selembut mungkin.

Ochi merangkul bahu Prilly dan berjalan meninggalkan halaman sekolah yang semakin sepi. Saat ini Ochi memang mengerti perasaan Prilly benar-benar sedang sedih dan kacau. Oleh karna itu, Ochi tidak ingin menanyakan semuanya kepada Prilly. Ochi paham betul bahwa sahabatnya itu akan menceritakan semuanya tanpa harus ditanya dan dipaksa. Mungkin nanti Prilly akan menceritakan semuanya.

*****

Haiii!!!! Ohiya chapter 7 aku un-publish ya! Jadinya chapter 7 itu ada di bawah chapter 20.
Udah itu aja, jangan lupa vote dan comment ya. Untuk yang mau request dan kritik atau mau ngasih saran bisa comment di bawah😉 Selalu tunggu kelanjutannya yaa, See you!

Everything has ChangesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang