Chapter 39

7.1K 608 87
                                    

A/n : Please guys, give me vote and comment for this chapter. Karna ini adalah part terpanjang sepanjang chapter lainnya, gak boong.

Dan spesial part di update karna hari ini aku ulang tahun hihihi;p Alhamdulillah 17y.o Allah bless me🙇🙇🙇


Oke, happy reading!

-----------

" Banyak yang bilang kandasnya suatu hubungan adalah karna ego, tapi percayalah kalau cinta tidak seperti itu "

******

Prilly berlari di koridor kampus menuju terminal bus.  Dirinya benar-benar kacau karna tidak bisa mendengarkan penjelasan Ali dulu. Prilly baru saja bertemu dengan Putri----perempuan yang beberapa hari lalu memeluk Ali.

*ingat gak? kalau lupa bisa baca di chapt 38*

Putri menjelaskan kalau dirinya dan Ali tidak ada hubungan apa-apa, Putri dan Ali hanya saudara sepupu. Sikap manja Putri memang begitu kepada Ali, suka memeluk Ali atau bahkan meminta gendong kepada Ali. Putri juga masih bersekolah di tingkat SMA lebih tepatnya masih berusia 16tahun.

Penjelasan Putri tadi siang selalu mengiang-ngiang di fikiran Prilly. Betapa egoisnya dia langsung memutuskan hubungannya dengan Ali hanya karna sebuah kesalahpahaman. Harusnya Prilly sadar, kalau cinta Ali hanya untuknya. Semua perlakuan Ali selama ini sudah dibuktikan, namun karna sifat Prilly yang keras kepala dan tak mau mendengar penjelasan Ali dulu, ia sampai rela mengucapkan kata putus kepada Ali.

Dan sekarang Prilly menyesal karna tidak mendengarkan penjelasan Ali dulu, kini kekasihnya itu telah pergi. Putri bilang, kalau hari ini Ali pulang ke Bandung. Putri juga bercerita kepada Prilly, bahwa Ali rela mengambil cuti di sela-sela kesibukan kuliahnya hanya demi berkunjung ke Jakarta, ralat lebih tepatnya menemui Prilly---kekasih hatinya.

Betapa bodohnya Prilly tidak menyadari itu semua, harusnya ia sadar kalau hanya dirinya yang dicintai oleh Ali. Harusnya ia sadar kalau Ali tidak akan menduakan atau berselingkuh. Harusnya ia sadar kalau Ali hanya memilih Prilly untuk menjadi kekasihnya. Sayang sekali, semuanya hanya 'harusnya' bukan 'faktanya'.

Suara klakson membuyarkan lamunan Prilly, buru-buru ia menginjak gas agar mobilnya jalan ketika lampu merah sudah berubah menjadi lampu hijau. Dengan kecepatan tinggi, mobil Prilly sudah sampai di terminal bus. Prilly terus berlari menuju pangkalan bus tujuan Bandung. Prilly tidak peduli dengan ucapan orang-orang yang memarahinya karna ia sudah berlari dan menabrak orang di depannya, ia hanya bisa mengucapkan kata 'maaf' seraya berlari.

Prilly masih saja berlari menuju loket pembelian karcis bus, ia tidak boleh kehilangan Ali. Prilly rela jika ia harus ke Bandung, yang terpenting Prilly bisa bertemu dengan Ali. Nafasnya semakin berburu ketika ia sudah sampai di depan loket. Antrian yang lumayan panjang membuatnya tidak sabaran, berkali-kali Prilly mendengus dan menghela nafasnya. Selagi menunggu antrian, matanya selalu menjelajah sekeliling terminal. Berharap dirinya bisa bertemu dengan Ali, namun nihil tidak ada sosok Ali dimanapun.

Prilly bernafas lega ketika ia sudah berada di depan meja loket, dengan terburu-buru ia memesan tiket bus jurusan Bandung.

"Tolong cepetan dikit ya, Mbak!" pinta Prilly kepada petugas tiket.

Nafanya masih tersenggal-senggal, bahkan keringat di pelipisnya tidak ia pedulikan. "Mbak, cepetan dong! Saya nggak ada waktu," kata Prilly tidak sabaran.

"Ini lagi saya print,Mbak, sebentar ya!"

Prilly menghela nafasnya lagi, mengapa waktu seakan berjalan dengan lambat. Rasanya pasok udara di terminal ini sudah habis, atau bahkan tidak ada angin? Prilly merasa kalau suhu badannya mendadak panas.

Everything has ChangesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang