Prilly berjalan gontai melewati koridor sekolah yang sudah cukup ramai. Pagi ini, berbeda dengan pagi biasanya. Hari ini Ali tidak menjemputnya untuk berangkat sekolah bersama.
Langkah kaki Prilly yang memang sengaja ia lambatkan mendadak berhenti di tempat. Pandangannya terpaku dengan sosok pria di ujung koridor sebelah sana dengan langkah terburu-buru. Tubuh Prilly mendadak kaku saat sosok itu semakin mendekat. Mata Prilly memicing karna tubuh pria itu menabrak bahunya dengan kasar, pria itu langsung menatap ke arah depan dengan tatapan yang sulit diartikan. Tak berbeda dengan pria itu, Prilly juga menatap mata itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Tak ada obrolan atau candaan seperti biasa, semuanya hening dan rasa canggung mulai menelusup.
"Maaf, gue buru-buru," kata Ali mencoba mengalihkan pandangannya dari mata Prilly.
Prilly diam.
"Gue ke kelas dulu, ya?" lanjutnya lagi dan bergegas pergi tanpa menunggu persetujuan dari Prilly.
"Aliii, maaf! Please jangan kayak gini," ucap Prilly pelan.
Prilly memutar tubuhnya menatap nanar punggung Ali yang semakin menghilang saat memasuki kelasnya. Sesak rasanya melihat Ali menjadi cuek seperti itu, sudah tidak sehangat yang Prilly rasakan selama ini. Ali telah kembali menjadi pribadi yang dingin dan cuek.
"Maaf, gue buru-buru," kata-kata itu terus terngiang di telinga Prilly. Berbeda rasanya saat Ali mengatakan itu, Prilly rindu saat Ali selalu mengkhawatirkan keadaan Prilly seperti dulu. Air mata Prilly keluar dari sudut matanya dan di tepisnya dengan kasar. Lamunannya buyar ketika bel masuk berbunyi, tak ingin memikirkan masalahnya dengan Ali, Prilly memilih memasuki kelasnya dengan perasaan yang campur aduk.
"Maaf, karna gue harus ngelakuin ini sama lo, ini adalah cara biar gue bisa ngejauh dari lo," kata Ali pelan. Ya pria itu tidak benar-benar memasuki kelas, Ali masih bisa mendengar dan melihat Prilly menangis. Ali sengaja mengumpat di belakang dinding yang digunakan untuk berbatasan dengan kelasnya.
"Gue mau buktiin ke lo, kalo gue bisa pantas bersanding sama lo,Prill, tunggu gue dengan prestasi yang membanggakan ya!" ucap Ali lagi yang memandangi punggung Prilly yang memasuki kelas dengan kepala yang menunduk. Tak lama setelah itu, Ali baru memasuki kelasnya.
*****
"Kantin yuk,Prill," ajak Ochi dan teman-temannya.
Prilly menggeleng, kepalanya ia taruh di lekukan tangan yang sengaja ia lipat di atas meja. Wajahnya benar-benar tak bersemangat dan sedikit pucat.
"Lo mau makan apa? Biar gue bawain kesini," kata Sarah.
Prilly menggeleng lagi, "Gue gak laper, kalian makan aja! Gue mau tiduran aja, mata gue agak ngantuk," kata Prilly sendu.
"Are you oke, baby?" kata Ochi memastikan keadaan Prilly.
Prilly mengangguk, "Gue gapapa, udah kalian ke kantin aja sana!"
Ochi dan Sarah hanya mengangkat bahunya dan bergegas meninggalkan Prilly sendiri di dalam kelas. Prilly kembali menelusupkan kepalanya di atas lekukan tangannya. Dan mencoba memejamkan matanya melupakan masalahnya dengan Ali, sejenak.
*****
Ali melangkahkan kakinya menuju kelas Prilly dengan sebuah roti tawar dan satu botol air mineral di tangannya. Saat di kantin tadi, Ali bertemu dengan Ochi. Ochi mengatakan, kalo wajah Prilly pucat dan Prilly tidak mau makan. Dengan perasaan yang cemas, Ali langsung membeli roti dan sebotol air putih untuk Prilly, tak lupa juga Ali membeli obat untuk Prilly. Seberapa jauh pun Ali mencoba menjauhi Prilly, Ali masih mencintai gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything has Changes
Fanfiction[ RE- PUBLISH ] Akibat sebuah taruhan semata, seorang Prilly Latuconsina selaku wakil ketua cherrleader harus bisa merubah sikap badboy dari seorang kapten basket bernama Aliando Syarief. Namun Prilly melupakan misi awalnya, ia telah jatuh cinta kep...