Anggaplah semua cibiran yang diberikan padamu adalah cambuk untuk masa depanmu!
###SIANG itu Raka sedang berjalan ke arah kantin sekolah. Dilihatnya di sepanjang perjalanan menuju kantin, semua siswa Rodriguez memandanginya dengan tatapan seolah mencemooh. Namun ada juga yang terlihat mengagumi cowok itu.
"Eh, itu Raka yang waktu hari terakhir masa orientasi nantang komdis kan?"
"Masih punya muka dia?"
"Masih junior aja sombong! Dia kira dia siapa?"
Gumaman tersebut berasal dari beberapa kakak kelas dan seangkatannya. Walaupun tidak terlalu keras, tetap saja bisa didengarnya.
Raka tidak ingin membuang-buang waktunya hanya untuk meladeni pembicaraan tidak berguna seperti itu.
Sedari tadi ia sudah geram dengan perkataan yang menjelek-jelekkan dirinya. Namun ia mencoba menahannya, mungkin sebagian dari mereka belum mengetahui siapa dirinya. Tapi tidak ada gunanya jika ia menunjukkan siapa dia. Toh, tidak akan mengubah semuanya untuk saat ini.
"Jangan didengerin Ka, mendingan kita makan di stan yang itu aja, iya kan Ju?" Devan mengajak Raka dan Juan ke salah satu stan yang menjual macam-macam makanan dan minuman.
"Lo ngajak gue makan bakso Van?" tanya Raka dengan heran. Ialu ia menarik kursi dan kemudian mendudukinya.
"Em... nggak tahu deh, pengen aja," jawab Devan singkat.
Tidak lama kemudian seorang wanita datang membawa pesanan mereka bertiga.
"Eh, Ju! Lo kan dari Malang, pasti lo sering makan bakso asli Malang, ya?" tanya Devan pada Juan di sela makannya.
Juan mengangguk. "He em... mbahku punya usaha bakso turun temurun. Kalo kalian kesana, makan apa aja gratis kok," ucap Juan dengan entenganya dan kemudian melanjutkan makannya.
"Iya?" sahut Devan antusias. Sepertinya Devan memang suka semua yang berbau gratis.
"Iyo, tapi pas mari mangane... yo kudu bayar..." lanjut Juan lagi dengan cengengesan, Devan hanya melongo. Raka yang mendengar candaan Juan hanya bisa terkekeh.
"Eh Ka, kalau boleh tahu lo anak SMP sana ya?" Devan bertanya pada Raka dan ia sepertinya sudah tahu maksud dari 'SMP sana'.
Raka menghela napas lalu meletakkan gelas sudah ia habiskan isinya tersebut. "Emangnya kenapa? Lo tahu berita tentang gue?"
"Lho, emange ono berita opo tentang awakmu?" celetuk Juan penasaran, cowok berambut klimis itu terlihat tidak sabar mendengarkan penjelasan Raka.
Namun sepertinya ia langsung menjawab pertanyaan dari Devan.
"Gue udah coba ubah sikap gue Van, gue pengen jadi dewasa, nggak nyusahin orang di sekitar gue lagi." Raka terlihat menerawang kembali masa-masa di mana ia masih SMP kemarin.
"Gue nyadar kok Van, sama sikap gue selama ini. Dari dulu sifat gue sombong, angkuh, masa bodoh sama semua orang, suka buat onar. Tapi sekarang gue mau ngubah diri gue," ucapnya dengan serius. Tak ada kebohongan yang terlihat di matanya. Hanya keseriusan.
Devan dan Juan diam terpaku tak berani mengatakan apa-apa lagi setelah mendengar pengakuan dari temannya tersebut.
"Gue nggak heran kalau semua orang sekarang nganggap gue kayak gitu. Mereka nganggap gue adalah Raka si pembuat onar yang selalu terlibat kasus kenakalan remaja waktu SMP dulu dan berlanjut ke SMA ini. Bukan mengenal gue sebagai Eraka Rodriguez.... Gue juga bingung kalau ingat masa-masa itu, mungkin karena dari kecil gue nggak tau yang namnya sosialisasi," ucapnya terdengar memilukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Komisi Disiplin✔
Teen FictionApa yang ada di benak kalian ketika mendengar kata 'Komdis'? *** Berawal dari keterlambatan seorang muba di hari pertamanya MOS, yang membuatnya berhadapan dengan makhluk-makhluk yang berjulukan 'Komdis'. Kayrasaya Aditama, cewek cantik nan pintar...