Fragmen 9

1.3K 16 1
                                    

                        The Crossing Fate




The Crossing Fate. Tulisan neon itu berpendar terang di tepi jalan yang hiruk pikuk. Seorang bule yang mengenakan singlet Bir Bintang dan kacamata Oakley palsu memasukinya. Telinganya agak pengang mendengar suara distorsi yang menghentak ke seluruh penjuru ruangan yang remang-remang. Ingar bingar. Asap rokok dan aroma alkohol memenuhi pengap udara. Sementara lantai kotak-kotak hitam putih seperti papan catur dipenuhi pengunjung yang sudah terlebih dahulu berjoget dan moshing mengikuti alunan musik Punk-Rockabilly yang dimainkan di atas panggung.

Lagu cover version 'The Ramones' memantul ke dinding yang berwarna merah-hitam, dan atap beton yang tidak diplester.

Seorang Pemain Bass penuh tato, mengenakan celana ketat dan singlet ketat, dengan rambut jambul pompadour ala Elvis asyik memainkan bass betot putih berukuran besar, yang ditempeli stiker heart-spade-clover-diamond, layaknya kartu remi. Kadang ia beratraksi dengan berdiri menaiki bass betotnya itu sehingga memancing riuh tepuk tangan para hadirin.

Di belakang, sang drummer yang mengenakan topi koboi memandu ritme sambil berdiri memainkan set drum yang hanya terdiri dari bass drum, hi-hat, dan snare, tanpa tom-tom, tanpa symbal.

Sementara sang vokalis – Sheena- mengenakan skinny jeans dan T-Shirt hitam ketat bertuliskan "ElectroHell" dibalut jaket kulit hitam. Wanita berambut pendek itu nampak asyik bernyanyi sambil memainkan gitar Grestch White Falcon yang putih mengkilap. Kakinya bergerak-gerak asyik ke sana kemari. Suaranya merdu tapi melengking parau sekilas mirip suara Karen-O, vokalis 'Yeah Yeah Yeahs'.

"Well the kids are all hopped up and ready to go / They're ready to go now / They've got their surfboards / And they're going to the discotheque a go go!"

Benak Sheena kembali mengenangkan pertemuannya dengan bidadari cantik bernama Indira tadi siang. Akankah dia datang malam ini seperti yang dijanjikannya tadi? Di antara nyanyiannya Sheena masih menyempatkan diri mencari-cari sang bidadari. Sepasang matanya yang tersembunyi di balik kacamata retro warna hitam sibuk menelisik kerumunan penonton, berharap Indira sedang menyaksikan permainannya.

Pencarian Sheena baru berhenti ketika sesosok bidadari menyelinap di antara keramaian. Malam ini Indira nampak mengenakan tank top hitam, lengkap dengan bracelet bling-bling bak seorang cheerleader yang ingin jadi punk rock star. Rok jins mini yang lebih pantas disebut pakaian dalam membalut ketat pantat bulat Indira, sengaja dikenakannya agak melorot sehingga memamerkan tali g-string pada pinggulnya.

Indira tersenyum dan melambaikan tangan ke arah panggung, gairah sang vokalis kian terbakar dibuatnya. Penuh semangat Sheena bernyanyi, ingin menarik perhatian sang bidadari.

"Sheena is a punk rocker! / Sheena is a punk rocker! / Sheena is a punk rocker now!"

"Kenalanmu?!" tanya seorang lelaki muda di samping Indira. Ia harus berteriak agak keras agar suaranya tidak tertelan suara musik. Pemuda itu berusia 20-an awal, wajahnya tampan-setengah bule seperti Indira. Berpakaian rapi dan mengenakan kaca mata kotak dengan frame tebal.

Indira hanya tersenyum dan menggandeng tangan laki-laki itu, "Ih, Dewa mau tahu aja!" jawab Indira bermanja-manja.

Dewa, kekasih Indira. Malam ini mereka datang bersama teman-teman kuliah Dewa, 2 orang laki-laki dan 2 orang wanita. Mengambil tempat duduk di pojokan, kumpulan muda-mudi itu duduk dan memesan minuman.

Tak seberapa lama, Indira sudah tak tahan untuk turun melantai. Ia menghambur ke arah panggung tanpa bisa dihalangi kekasihnya. Remaja blasteran itu mulai menggerakkan anggota tubuhnya mengikuti irama musik nan rancak bak bidadari di tengah gerombolan begundal yang asyik moshing dan crowd surfing.

ParadisoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang