Fragmen 26

1.2K 9 0
                                    

Insecure


Suara ombak terdengar menghempas tebing karang tempat villa mewah itu berdiri. Matahari hanya berada segaris tipis dari cakrawala, menguaskan spektrum warna jingga yang berpendar ke bangunan bergaya avant garde itu.

Ruang tengah itu ditata rapi dan minimalis, dengan sofa panjang, TV LED, dan mini bar di pojokan, sementara bagian belakangnya dibiarkan terbuka tak berdinding menampakkan panorama laut dan langit senja.

Setelah membersihkan diri, Indira membenamkan diri dalam pelukan kekasihnya. Tubuhnya yang segar sehabis mandi, ditutup seadanya saja dengan kaus kedodoran tanpa apa-apa lagi di baliknya.

Remaja itu duduk di samping Dewa, menyandarkan kepala di pundak pemuda yang sesekali mengusap rambutnya yang basah.

Seorang lelaki paruh baya meletakkan kudapan dan dua gelas jus jeruk di hadapan keduanya.

"Oh, makasih, Pak Wayan," sahut Dewa.

"Oh iya, tadi Ajik nelepon. Bulan depan baru beliau bisa datang dari Munich, katanya salam buat Bli Dewa."

Dewa tertawa sinis.

"Kenapa nggak telepon saya langsung? Ternyata dia masih ingat punya anak di sini."

"Jangan begitu, Bli. begitu-begitu beliau Ajik-nya Bli Dewa juga," kata Pak Wayan sebelum mohon diri.

Ombak berdebur menggempur tebing karang, membaurkan aroma laut yang menguar memenuhi udara. Hyang Surya hendak beranjak ke peraduan, namun Ia masih berbaik hati dengan membagi lembayung jingga pada wajah cantik Indira yang tersenyum sayu dalam pelukan kekasihnya.

Dewa membelai rambut Indira, memperhatikan wajah kekasihnya yang nampak damai, entah apa jadinya kalau ia tidak bertemu gadis itu. Ia hanya menghela nafas, berusaha menikmati keindahan yang ia tidak tahu kapan akan berakhir...

Andai aku bisa,
Memutar kembali waktu
Yang telah berjalan
Untuk kembali bersama,
Di dirimu selamanya.


"Kita udah jalan dua tahun ya, Wa...," Indira berkata pelan.

"Dua tahun... Nggak kerasa, ya..."

"Iya... " Dewa menjawab dengan pandangan mengawang, merunuti ombak yang berkilauan di kejauhan.

"Habis ini kita gimana, Wa...?"

Suara ombak berdesir pelan, membisukan keduanya. Dua tahun bukanlah waktu yang sebentar -terlebih bagi anak SMA seperti Indira- dalam menjalin hubungan.

Susah sedih sudah dijalaninya selama ini. Namun semakin Indira menjalani, semakin ia menyadari bahwa di hadapan mereka terbentang tembok tinggi yang menghalang.

Seharusnya tidak ada yang salah dengan hubungan Dewa dan Indira. Mereka berasal dari kasta yang sama, dan sama-sama ber-Tuhan kepada Sang Hyang Widhi Wasa.

Dari fisik pun nampak serasi seirama, yang satu cantik jelita dan yang satunya tampan luar biasa hingga membuat orang-orang iri saat mereka berjalan beriringan.

Permasalahannya, sepeninggal Raka kakaknya, Indira menjadi anak satu-satunya dalam keluarga Pak De. Hal ini akan membawa konsekuensi adat bagi keduanya, yakni: perkawinan nyentana.

Sekedar info.
Perkawinan nyentana:
Dalam masyarakat Hindu Bali, kewajiban mengurus Pura Besar (Merajan) jatuh ke tangan anak laki-laki. Dan apabila di suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki, maka kewajiban itu akan jatuh ke tangan menantu laki-laki, dengan konsekuensi si menantu harus kehilangan hak waris dan hak beribadah di Pura / Merajan milik keluarganya sendiri, padahal Merajan adalah tempat besemayamnya arwah para leluhur.

ParadisoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang