Fragmen 25

2.3K 13 0
                                    

Wanderlust


Fosil, Ava hanya bisa terngangga melihat barang antik di hadapannya. Ia benar-benar tidak mengerti bagaimana motor Honda CB-200 produksi tahun 1977 itu masih bisa distarter. Sepasang knalpotnya menderu jernih, tidak terbatuk-batuk seperti skuter butut Kadek. Jok kulitnya tanpa cacat. Spion, speedometer, lampu, semua mengkilap seperti baru saja disepuh krom. Mau tak mau Ava berdecak kagum.

"Vintage," Sheena berkata jemawa, mengusap tangki warna hitam mulus.

"Sayang, kayanya nggak seberapa lama lagi bakal gue jual."

"Serius? Sayang banget."

Senyum getir membayang di wajah Sheena.

"Mau gimana lagi."

Ava menemani Sheena mengambil beberapa barang di kost-nya. Cewek berambut pendek itu kini sudah siap dengan jaket army penuh emblem band punk, sepatu boots kulit, dan ransel carrier besar berisi seluruh baju-bajunya.

Kaca mata hitam retro bertengger di wajah Sheena, menggenapi dandanan serba antik itu.

"Buset, emang kita mau nonton Woodstock?"

Tawa sinis segera menyembur.

"Just in case. Elu nggak pernah tahu apa yang bakal dilakuin sama Boss Jay setelah anak buahnya dipermalukan kaya tadi."

"Boss Jay?"

"Udah, ah! Yuk!" Sheena menyodorkan helm ke arah Ava.

"Siap!"

###

Dewa mengarahkan kemudi memasuki pelataran villa mewah yang terletak di gigir bukit kapur. Di sampingnya Indira hanya bisa tergolek lemah, terengah dengan wajah yang basah dan memerah.

"Yuk, dah sampai nih!" kata Dewa saat memasuki garasi Villla-nya.

'Piiiip.' Mobil dikunci otomatis. Dewa menggandeng Indira menuju bangunan utama Villa mewahnya, namun remaja yang tengah dimabuk birahi itu hanya mampu berjalan terhuyung dengan baju acak-acakan dan ekspresi sayu menahan rasa gatal di selangkangannya yang semakin menggila.

Adalah gairah yang membakar keduanya. Entah siapa yang menyulut lebih dulu, tahu-tahu saja sepasang insan itu kembali berpagutan, dengan nafsu yang jauh lebih membara dari dua percumbuan sebelumnya. "Mmmmh!" Lidah mereka saling membelit, saling mempertukarkan saliva sekaligus kenikmatan melalui tangan yang saling membelai titik-titik sensitif masing-masing. Indira terbakar, selangkangannya berkedut-kedut membara, menuntut untuk segera disetubuhi!

Indira menatap sendu namun penuh gairah ke arah Dewa yang tengah membelai selangkangannya dari luar rok abu-abu.

"D-di sini...?" Suara Indira bergetar, berusaha mengkonfirmasi.

"Kenapa enggak? Nggak ada siapa-siapa, kan?"

Indira tersenyum, mengusap tonjolan di celana sang pemuda.

"Kinky."

"Tapi kamu suka, kan"

Perkataan Dewa tadi seperti membuka sumbat birahi Indira yang dipendamnya sedari tadi. Segera Indira menerkam tubuh Dewa, melumat habis bibir pemuda tampan itu.

Seolah tak mau kalah, Dewa membalas dengah hisapan yang tak kalah sadis, disertai remasan-remasan liar pada dada dan selangkangan Indira.

Sambil saling melumat, Indira melepas satu demi satu kancing baju kekasihnya. Sang pemuda membantu dengan mengangkat kedua belah tangannya, mencampakkan kemeja kotak-kotak ala Jokowi itu ke lantai.

ParadisoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang