Fragmen 37

848 5 0
                                    

The Old Maestro

Siang itu Indira sedang menata sesaji yang akan digunakan untuk persembahyangan Galungan esok hari, ketika Sebuah Mobil Mini Cooper warna hitam berhenti di depan Villa Pak De di Ubud, seorang wanita bule berusia 40 tahunan turun dari mobil dan melambai ke arahnya.

"Indira!"

"Tante Lucille!" Indira berlonjakan riang melihat siapa yang datang, segera menghambur dan mendaratkan pelukan disertai cipika-cipiki.

Lucille tersenyum cerah penuh aura keanggunan dan wajah berseri seperti Ratu Peri. Tubuhnya tidak dibalut dengan pakaian yang menampakkan lekuk-lekuk tubuh yang murahan, melainkan baju Tye Dye Gombrong warna-warni, bandana oranye motif tribal, serta berbagai macam aksesori etnis yang melingkar memenuhi leher dan pergelangan tangannya.

Namun dari caranya bergerak dan tersenyum sudah pasti bisa membuat seluruh pandangan tertuju ke arahnya.

"Tante tumben kemari?"

Lucille terkikik.

"Ih gitu deh, tante kan mau ngejot.(1)" Lucille berkata santai sambil mengeluarkan tupperware berisi tape ketan dan jaja uli(2).

(1): Ngejot bagi kalangan adat masyarakat Bali adalah sebuah pemberian kepada orang lain dalam rangka sebuah kegiatan.Biasanya yang di-ejot atau diberikan tersebut adalah berupa makanan terkait dengan adanya suatu acara adat atau upacara tertentu yang dilaksanakan dimiliki oleh seseorang atau keluarga.

(2): Jaja uli merupakan makanan khas bali yang terbuat dari Ketan, Parutan kelapa, dan Tepung beras. Jaja uli ini biasanya digunakan sebagai sesajen pada saat odalan seperti hari raya galungan, hari raya kuningan, hari raya pagerwesi dan lain-lain.

"Sekalian disuruh nganter Kak Gede ke bandara! dan! ehm, Kakak memang belum cerita?"

Indira menggeleng.

"Kak Gede minta tolong tante buat nemenin kamu, tinggal di sini selama dia ke Paris."

Mata Indira membeliak mendengarnya. "Serius?"

Lucille mengangguk.

"Asyiiiiiik! nanti bobok sama Indira yaaaa!"

Lucille mengangguk lagi, membiarkan Indira memeluknya erat.

"Hehehe! eh iya! Kak Gede mana?"

"Lagi pamitan sama warga desa, bareng Ava juga!"

"Ava? Ah, tunangannya Indira itu, ya!"

"Iiih Tanteee apaaa siiiiiih!" Wajah Indira mendadak memerah seperti kepiting rebus.

###

Tak Jauh dari tempat itu, Ava sedang berjalan bersama Pak De melewati jalan desa dengan pagar rumah yang masih nampak asli, dengan hiasan Penjor yang mencuat indah. Ava melihat di kejauhan sekumpulan pemuda desa sedang memegangi seekor babi berukuran gigantis.

Babi itu memekik histeris, meronta sejadi-jadinya hingga membuat kewalahan orang-orang yang memegangi badannya yang besar kekar.

Beberapa ekor lainnya menunggu dalam kurungan bambu, sabar menanti ajal.

Ava harus melewati anak-anak kampung yang berkerumun dari kejauhan, penasaran menonton acara Penampahan, yakni penyembelihan ayam atau babi dalam rangka menyambut Hari Raya Galungan.

Pak De menjelaskan, bahwa penampahan itu sebagai simbol untuk menyembelih sifat-sifat serakah dan suka bertengkar, seperti sifat buruk dari ayam, dan sifat-sifat malas pengotor seperti babi. Ava hanya manggut-manggut mendengarkan.

ParadisoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang