Fit

6.7K 311 12
                                    


Setelah pembicaraan mereka yang cukup alot minggu lalu, hari ini Damas kembali menghampiri ruangan kedua putranya. Pertama-tama dia hanya berdiri di tengah-tengah pembatas ruangan itu. Kemudian menghela nafas, mencium aroma obat-obatan rumah sakit dan mendengar suara monitor ekg. Melelahkan, bagaimana dia harus kemari setiap harinya dan menunggu kedua putranya.

Jangan tanya kemana Clarin. Wanita itu terlalu takut menghampiri anaknya ke rumah sakit. Sudah lelah dengan ucapan dokter mengenai keadaan anaknya yang tak kunjung sadar. Lelah karena tidak bisa membedakan mana Dallas dan Dias, membuat Clarin memilih untuk menenangkan dirinya di rumah.

Damas Hugo melonggarkan dasinya, membuka dua buah kancing kemeja teratasnya dan menggulung lengan kemeja panjang putihnya hingga siku. Menyandarkan satu tangannya ke kaca pembatas dirinya dan ruangan itu. Menghela nafas cukup berat sekali lagi, memandang bergantian kedua anak kembar itu dengan tenang

"Dua minggu" Kata lelaki itu lalu menunduk, kemudian menatap lagi bergantian putranya, "Ini terlalu lama untuk Papa, kiddos"

Tak ada jawaban, hanya suara detingan monitor yang menandakan vital kedua anak itu masih bekerja yang menyautinya.

Damas menelan ludahnya dengan susah payah, "Kalian anak dari Damas Hugo, kalian tau apa artinya? Kalian jagoan Papa, buktikan kalau kalian itu kuat dan berbeda dari anak-anak lainnya. Kalian bisa sadar kan?"

Masih saja tak ada jawaban, dan terdengar nafas kedua anak itu masih tenang seperti sebelumnya

"Baiklah, mari kita buat kesepakatan tuan muda" Lelaki itu menatap lurus kearah putranya di ruangan sebelah kanan, kemudian berganti menatap putranya di ruang sebelah kiri

Mereka sama saja, hanya terdiam, terbujur kaku dan tidak ada gerakan sama sekali

"Dalam waktu tiga hari, kalian harus sadar. Kita mulai semua dari awal, Mama akan menerima kalian sama rata tanpa perbedaan, bagaimana? Atau kalian mau tinggal terpisah? It's okay, as long as you live boys"

Damas mengacak rambutnya dengan gusar. "Papa bisa gila lama-lama. Ngeliat kalian kayak gini, Papa juga gak kuat. Apa kalian mau membunuh Papa pelan-pelan, seperti Mama kalian membunuh Mama Drisella pelan-pelan? Begini cara kalian membalas kami?"

Kembali, lelaki itu menatap frustasi kepada dua tubuh kecil yang tertidur dibalik kaca dihadapannya. "Kalian harus hidup" katanya dingin menatap putranya dengan tajam. "Dengar, hanya kalian yang Papa percaya, hanya kalian yang Papa punya disini. Kalau kalian berniat ninggalin Papa, lakukan lebih cepat. Jangan perlahan-lahan begini. Sekarat antara hidup dan mati. Kalian pikir itu menyenangkan?"

Damas melirik jam di tangannya, kemudian menelan ludah. Dia lelah, melihat kedua anaknya terbujur seperti mayat begitu membuat Damas tidak bisa berpikir lebih tenang. "Hanya kalian yang Papa andalkan. Kalian anak Papa dan selamanya akan Papa lindungi, termasuk dari Mama kalian. Ini pilihan dari Papa, kalau kalian tidak bangun, lebih baik kalian tinggalkan Papa sendiri. Kalau Dias sadar, Dallas juga harus sadar. Begitupun sebaliknya, mengerti? Apa kalian mau memenuhi dugaan orang-orang kalau hanya satu dari kalian yang sadar? Ingat, kalau hanya salah satu dari kalian yang bangun, maka akan Papa tidurkan juga dia. Lebih baik begitu daripada hanya salah satu dari kalian yang bertahan"

Hanya hening, dan Damas menghela nafas cukup berat. Menegakkan tubuhnya dan menatap putranya dengan tatapan mengintimidasi, tidak seperti ayah pada umumnya

"Bangun, dan lupakan yangterjadi. Papa tunggu kalian, satu minggu. Mengerti?" 

FLURRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang