28 tahun yang lalu
Clarin dan Drisella memang tidak saling menyukai, tapi mereka tidak pernah bertengkar. Salah satunya adalah pemutus rajutan asmara bertahun-tahun, dan yang satunya adalah orang ketiga dalam rumah tangga. Dan Damas tidak menuruti keinginan Clarin untuk memisahkan Clarin dan Drisella. Bahkan, hari ini mereka memiliki fasilitas yang sama ketika akan melahirkan. Hanya saja, Damas merasa tidak perlu ada disana ketika istrinya mengejan untuk memberikan anaknya kehidupan. Dugaan Damas jika kehamilan Clarin tidak bertahan lama ternyata salah, buktinya gadis itu kuat melahirkan dengan normal
"Mereka, kembar... Benar-benar mirip" Kata Clarisa menyadarkan Damas dari lamunannya
"Karena mereka anakku" sahut lelaki itu dengan tenang menatap dua box bayi berdekatan yang ada di balik kaca di hadapannya
"Bukan, mereka benar-benar mirip. Aku bersumpah, ini sangat aneh"
"Jangan berkata yang tidak-tidak Clarisa, kau sedang hamil" tegur Christian
Clarisa menarik lengan Christian dengan gusar. "Apa kau campur tangan dimasalah ini?"
"Ck, ya ampun. Kalian berisik sekali, anakku terbangun nanti"
Clarisa tidak memperdulikan ucapan Damas dan terus mendesak Christian di sampingnya, "Dengarkan aku, kalau sampai kau terlibat aku tidak segan-segan bercerai darimu"
"Kenapa bawa-bawa pernikahan kita Clarisa?"desah Christian cukup malas
Damas memutar kedua bola matanya kemudian memandang ke dua pasangan suami istri yang sedang bertengkar itu
"Bagaimana mungkin kau membiarkan si gila ini menikah dengan perempuan itu sementara kau tau perempuan itu kenapa! Bagaimana bisa dia melahirkan disini? Bagaimana bisa anak mereka benar-benar sama persis!" Bentak Clarisa pada suaminya
"Mungkin ini cara Tuhan agar Clarin bisa menerima Drisella dan sebaliknya" celetuk Damas dengan santainya
Wanita itu menatapnya tajam, seolah mengiris Damas dengan tatapannya. Hanya saja, Damas memang tipikal lelaki yang cukup alot jika berdebat dengan wanita, "Cara bicaramu seperti mengatakan kau sengaja"
Christian memijit keningnya, istrinya sedang hamil besar saat ini dan lihatlah, perempuan ini punya cukup banyak tenaga untuk bertengkar dengan saudara iparnya, "Cla hentikan"
"Apa bayi Clarin mati? Lalu Drisella melahirkan anak kembar dan kau menukarnya?" terka perempuan itu sambil menunjuk Damas
Christian menghela nafas, "Lebih baik kau menemani Clarin di kamarnya, Cla"
"Damas apa yang kau lakukan pada Clarin?" tuntut wanita itu sambil memandang Damas tajam
Damas bisa melihat kemarahan dan betapa besar keinginan Clarisa untuk membunuhnya, dan dia hanya menghela nafas karena itu lalu menyingkirkan telunjuk Clarisa yang mengacung padanya, "Terserah kau mau bilang apa, sekarang Clarin sudah melahirkan, dia dapat anaknya seperti yang kalian rencanakan bukan? Mereka kembar, ck. Tidak ada yang rugi disini, oke"
"Yang mana keponakanku Damas, tolonglah. Apa mereka benar keponakanku?"
"Kau tinggal lihat gelangnya, jangan mendramatisir suasana. Dua-duanya keponakanmu, ck" Omel Damas
Christian menggelengkan kepalanya dengan lemah, "Cla, kau harus istirahat"
Clarisa, sekali lagi menghela nafas dengan gusar, memandang dua buah box bayi di hadapannya dengan tatapan bingung, bergumam kecil "Kenapa kalian mirip Clarin juga? Ah, Papa kalian sudah gila sepertinya"
Christian menarik lengan Damas dan berbisik pada lelaki itu, "Apa mereka anak Clarin? Kau memberikannya satu pada Drisella, karena bayi Drisella mati? Jawab aku, brengsek!"
"Tidak ada anak yang mati, Dam. Mungkin ini rencana Tuhan agar anakku mendapat kasih sayang yang sama rata" jawab lelaki itu dengan tenang
"Persetan Damas. Ini adalah cara Tuhan menghukum kalian bertiga" Desis Christian
Kedua lelaki itu kembali memandang ruangan bayi dihadapan mereka, salah satunya dengan pandangan gusar. Bagaimana mereka akan tumbuh besar adalah salah satu dari sekian banyak kekhawatiran yang ada dalam pikiran kedua pria itu.
"Tunggu! Kau kehilangan lisensi doktermu, dan berdalih melanjutkan usaha keluargamu. Damas jangan katakan..."
"Aku hanya diam dari tadi mendengar asumsi kalian berdua yang menyudutkanku, memangnya aku mau mengatakan apa?" potong Damas dengan santai
Christian menghela nafas cukup dalam, "Anak kembar itu..." geramnya, "Ceritakan padaku agar setidaknya aku bisa melindungi anak-anakmu"
Damas memutar bola matanya, "Kau tau? Sebenarnya hidup ini mudah, sangat mudah"
Sahabatnya mengerutkan dahi, menandakan tidak mengerti arah pembicaraan Damas
"Kenapa kalian selalu memunculkan prasangka negative dan tidak pernah melihat dari sisi positif. Selalu saja selalu saja perasaan perempuan yang dipertimbangkan. Kau tau? Kalau kau hanya berusaha menyenangkan perasaan seseorang dan tidak memikirkan perasaanmu, itu hanya akan membuat sakit hati, salah paham, keributan dan... pertengkaran. Sekarang jelaskan pada istrimu betapa pentingnya melihat dari sudut pandang lain menggunakan logika yang pantas dan anggap ini bukan masalah. Memangnya dunia ini diciptakan untuk menyenangkan saudara kembarnya dan dia? Dunia itu butuh keseimbangan, keselarasan. Setidaknya kurangi masalah, dan mulai hidup dengan tenang"
Christian menghela nafas panjang, Damas sudah gila. Ia yakin itu
Damas menatap sinis sahabatnya, "Aku bicara apa?"
"Omong kosong" Kata Christian menepuk bahu Damas, "Lain kali tidur dulu baru bicara petuah sederhana tentang kehidupan dari sudut pandang orang yang menjadi sumber masalah"
Damas termenung
"Stefan akan datang, akan aku tanyakan padanya. Kau diam saja, kalau perlu selamatkan dirimu dari mertuamu. Clarissa sudah pasti bicara yang tidak-tidak"
"Itu yang aku maksud dengan harusnya mempertimbangkan sudut pandang lain"
Christian menghela nafas panjang, "Coba, kau praktekan pada dirimu dulu"
![](https://img.wattpad.com/cover/72921969-288-k93604.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FLURRY
Художественная проза5 deadly sins of relationship: Level 2 DOUBT Warning, mature content. 21+++ allowed. Cerita untuk 18+++ mengandung unsur dewasa dan bahasa tidak senonoh. please be patient for the update