12 Tahun yang lalu
Dias terbaring menatap langit-langit kamarnya. Ada berbagai hiasan diatas sana yang sudah lama tidak dia perhatikan. Menghela nafas gusar karena kembarannya belum juga siuman dari tidur panjangnya. Membalikkan badannya ke kiri dan ke kanan, uring-uringan memikirkan nasibnya jika dalam waktu 24 jam kembarannya tidak sadarnya diri, maka bisa dipastikan Damas Hugo akan membuatnya koma juga.
DAMN! Dias mengutuk dalam hati. Bukan, bukan seperti ini seharusnya. Kenapa pula Dallas terlibat perkelahian tidak menguntungkan itu? Bukankah harusnya mereka liburan bersama sekarang? Kenapa malah hanya Dallas yang beristirahat sementara dirinya sibuk memikirkan jalan keluar teraman disini?
Crhistian menemukan anak lelaki itu tengah merentangkan tangannya diatas kasur dan menatap langit-langit. Mendekati anak lelaki itu dan terduduk disebelahnya, "Dallas kambuh?"
"Hm..."
"Lalu bagaimana keadaannya?"
"Koma, kata Papa harapannya tipis buat bangun"
Christian menghela nafas, "Mama kamu?"
"Begitu..."
Merasa tidak mendapat kepastian dari jawaban anak lelaki ini, Christian mengikuti arah pandangnya, "Papa kamu tau?"
"Belum, tapi Mama sepertinya bakal tau kalo Dallas kambuh"
"Anak itu, ck. Kalau bertemu kamu membuat dia kambuh, harusnya Papa gak bawa pulang kesini sekalian"
Dias terduduk dengan segera dan mengumpulkan setiap pertanyaan dari otaknya, kalau kembarannya akan mati dan menurut aturan dia juga harus mati, maka setidaknya ada beberapa orang yang menjawab pertanyaannya tentang rahasia kelahiran mereka dan rahasia-rahasia lainnya. Kenapa Dallas sangat berbahaya dan berulang kali Jesara berusaha memperingatinya mengenai Dallas
"Kamu penasaran sesuatu?"
"Papa tau?"
Christian mengangguk, "Tanya saja, karena Papa juga tidak yakin Dallas bisa bangun setelah ini, dan mengingat Damas adalah orang dengan berbagai ancaman mengerikan, Papa tidak yakin kamu akan baik-baik saja setelah ini"
Anak lelaki itu menimbang, 16 tahun sudah usianya. 16 tahun bukan waktu yang sebentar untuk menyimpan semua rasa penasarannya. Penasaran mengapa keluarganya berbentuk abstrak seperti ini. Seperti Clarin dan Damas yang terlihat mesra di luar dan dingin di dalam. Seperti Dias dan Dallas yang tampak sangat kembar tapi mereka tahu mereka lahir dari rahim yang berbeda. Seperti ketika dia merasa terancam hanya jika salah satu diantara mereka tidak tersadar.
"Tenang saja, Papa kamu tidak akan pulang. Dia ada janji sama Om Jo"
Ah, om-om dokter itu. Terserahlah, dia harus bertanya atau tidak ada kesempatan sama sekali, "Jadi, Dallas sakit apa? Kenapa tiap ketemu aku dia kambuh?"
Christian menelan ludah
"Itu satu-satunya perbedaan aku sama Dallas, kan? Kenapa Dallas?"
"Itu penyakit turunan, dari Mama Drisella..."
"Penyakit?"
Crhistian menghela nafas lagi, "Itu sebabnya kakek kamu gak mengjinkan Papa Damas menikah sama Mama Drisella dulu, karena ada kemungkinan keturunannya akan mengalami hal yang sama"
"Apa aku akan kehilangan Dallas juga?"
Christian menggeleng cukup lemah, "Papa gak tau. Yang Papa tau, semenjak kamu dan dia dipisah, Dallas gak pernah kambuh"
Miris, kenapa justru dirinya yang membuat saudara kembarnya seperti itu. Dias hanya terkekeh sesaat, "Terus sekarang gimana?"
" Kita teruskan rencana kita"
"Papa yakin ini bakalan kasih pelajaran ke Mama dan Papa Damas?"
Crhistian mengangguk, "Dallas bisa sembuh, kamu bisa tinggal sama dia lagi"
Dias hanya tersenyum samar, "Satu lagi, kenapa Mama Drisella bunuh diri waktu itu"
Lelaki itu menegang, terdiam di hadapannya dengan sejuta emosi. Ada ketakutan tiba-tiba terpancar dari sorot matanya, tapi rasa kehilangan jauh lebih besar dan kemudian melunak, "Karena Drisella, sadar akhirnya,,,"
"Papa gak cinta sama Mama? Karena waktu itu Papa milih Mama Clarin..."
Hening, Christian terdiam cukup lama, memandang anak lelaki di hadapannya dengan tenang, "Papa Damas memilih Mama Clarin untuk membesarkan kalian, tapi Mama Drisella pikir dia harus meninggalkan kalian, kalian semua agar bisa menjadi keluarga seutuhnya. Karena kalian berdua sebenarnya adalah anak Mama Clarin"
Dias tercekat, "Apa?" Katanya hampir tanpa suara
"Ini rahasia kita Dias, alasan kenapa Dallas kambuh setiap bertemu kamu adalah karena dalam ingatannya, dia tidak pernah diterima Clarin sebagai anaknya, melainkan anak wanita yang merebut suaminya. Sebenarnya Dallas tau kalau kalian berdua adalah saudara satu ibu, hanya berbeda rahim. Dallas mengubur emosinya sendiri karena Clarin lebih menyayangi kamu, sementara Drisella bisa menerima kamu dan dia. Kalian adalah korban keserakahan Damas, maka dari itu Papa melakukan semua ini, mengertilah. Papa ingin menyadarkan Mama Clarin kalau kalian berdua itu sama, kamu dan Dallas tidak berbeda dan Papa ingin menyadarkan Damas kalau bermain dengan hidup seseorang itu bukan lelucon"
"Apa Papa Damas itu gila? Kenapa kalau Dallas mati aku juga harus mati, kenapa kalau aku sakit, Dallas juga harus sakit?"
Christian memijit keningnya, "Papa tidak tau, Dias"
Dias terdiam, "Terus kenapa aku harus pisah sama kembaran aku?"
"Kamu, mengingatkan Dallas tentang kematian Drisella di hadapannya"
"Dan sekarang yang coba Papa lakukan adalah misahin aku sama Dallas?"
Christian mengangguk lemah, "Hanya agar Dallas sembuh, dan Clarin sadar kalau kalian berdua itu anaknya"
"Kalau ternyata enggak, gimana? Kita gak tau Dallas bakalan bangun atau gak"
"Papa tau caranya bagaimana membuat seseorang seolah-olah mati"
Dias memiringkan kepalanya, "Papa bercanda kan?"
"Kalau Dallas meninggal di sana, kamu akan Papa buat 'tertidur' dan Papa akan bawa kamu ke London, dengan begitu Damas juga tidak bisa menyentuh kalian"
"Papa gak ketularan gila kayak Papa Damas kan?"
"Kamu mau hidup, kan?"
"Shit! Terus sekarang gimana?"
"Dallas bangun, dan kitakembali ke kehidupan kita"
KAMU SEDANG MEMBACA
FLURRY
Aktuelle Literatur5 deadly sins of relationship: Level 2 DOUBT Warning, mature content. 21+++ allowed. Cerita untuk 18+++ mengandung unsur dewasa dan bahasa tidak senonoh. please be patient for the update