Ketiga anak manusia itu sedang berjuang melewati masa kritisnya dibalik masing-masing ruangan yang terisolasi dan dengan bantuan alat-alat yang pastinya tidak ada yang tahu apa nama alat-alat itu.
Damas Hugo memeluk istrinya Clarin yang tengah melemas semenjak tadi. Hampir saja salah satu anak kembarnya meninggal hanya karena tidak mendapatkan pasokan darah yang cukup. Damas menyadari betapa mudahnya dia akan kehilangan kedua anaknya. Apalagi saat operasi tadi, ada banyak kemungkinan di dalam ruang operasi. Table death, atau biasa disebut meninggalnya pasien selama rangkaian operasi berlangsung. DOA atau meninggalnya pasien sebelum tiba di dirumah sakit.
Damas, benar-benar tidak dapat membayangkan kehilangan salah satu putranya. Mereka berdua adalah sumber kebahagiaannya. Jangan tanya, betapa Damas sangat berharap menggantikan putranya agar mereka tidak terbangun dengan rasa sakit nanti. Dan tentu saja, Damas berharap alat-alat di dalam sana tetap bersuara agar menandakan kedua jagoannya masih hidup.
Christian tidak ada bedanya. Clarisa Salvia sedang berada di salah satu ruangan karena pingsan, ditemani kedua anaknya yang lain. Sembari menunduk menatap putrinya yang sedang terbaring, sesekali lelaki itu melirik Damas yang memeluk istrinya.
"Dam, mending Clarin istirahat"
Segera, Clarin memandang tajam pada Christian, dan tiba-tiba saja dia bisa berdiri tegak hanya untuk meluapkan emosinya pada suami kembarannya itu. "Mana mungkin aku bisa pergi dari sini! Aku bahkan gak tau yang mana Dias yang mana Dallas, Chris?! Kamu suruh aku istirahat?! Gimana kalo nanti mereka sadar dan aku gak disini? Gimana kalo nanti.. nanti..."
Damas meraih istrinya lagi, mencoba mengusap pelan bahu Clarin yang bergetar menahan tangisnya, "Chris bener, kamu istirahat sayang. Kasian si kembar kalo pas mereka sadar malah kamu yang sakit"
"Tapi mereka butuh aku, Mas... Aku mau disini..." isak Clarin sambil memeluk suaminya
Christian menghela nafas, "Dam, mending ajak istri kamu istirahat. Kita gantian"
"Chris, kamu juga butuh istirahat"
"Dam, kesehatan kamu lebih penting. Dan lagi pula, aku yakin mereka pasti sadar besok"
Damas menghela nafas
"Yang mana Dias, Pa?" Clarin mulai mereda isakannya dan menatap Damas penuh harap
"Seandainya Papa bisa bedain , Ma..." Damas menghela nafas lagi
Christian memandang iba pada kedua orang itu. Sekali lagi melirik jam ditangannya dan memandang dari jauh putrinya. Dia juga ingin mengatakan pada Clarin bahwa nanti, nanti Diasnya akan sadar dan semua akan baik-baik saja.
"Pa, Dias yang mana?"
Damas menatap istrinya dengan lembut, mengecup sesaat kening wanita itu kemudian terdiam, "Ma, si kembar bisa denger dari sini. Ayo kita bilang sama Dias, buat sadar duluan. Gimana?"
Clarin beralih dan mendekati celah pembatas antara ruang kedua anaknya, menatap bergantian kedua anak lelaki yang sama-sama memiliki perban di kepala mereka, "Dias, denger Mama sayang? Dias harus sadar duluan, okay? You need to survive, you listen to me? Dias, Mama sayang sama kamu Dias. Dan..." Clarin terisak menunduk, mengepalkan tangannya dan kembali berusaha menahan tangisnya, "Mama sayang Dallas juga..." Clarin menunduk sekali lagi, memejamkan matanya, meredam tangisannya yang sangat menyesakkan dadanya, "Maaf Mama gak bisa menyayangi kamu seperti Dias" bisiknya lirih.
Christian menatap nanar pada pemandangan di depannya, "Apa ini tidak keterlaluan?"
"Apa?" Tanya Damas dengan tatapan sendu
"Mereka bisa denger, Dam. Kamu tau apa kata dokter tadi"
Damas melirik istrinya yang sepertinya menggumamkan sesuatu, "Clarin gak bisa..."
"Kamu pikir kenapa mereka gak bisa dibedain"
Damas terdiam, "Hm"
Christian melirik Clarin dan Damas bergantian, "Tuhan tau cara mengadili umatNya"
"Jangan sekarang, Chris"
"Kalau ternyata Dias tidak bisa bangun, dan justru Dallas lah yang bangun, apa yang akan kamu lakukan, sebagai seorang Ayah bukan Suami"
Damas kembali menghela nafas, "Kamu tau apa yang harus aku lakukan"
Christian terkekeh, "Kalian benar-benar orang tua yang licik"
"Kamu juga. Jangan pikir aku tidak pernah tau Jesara bukan anak Clarisa"
Christian menatap tajam Damas yang sudah kembali memandangnya, "Apa?"
"Tidak ada, anak keturunan The Klan yang sebenarnya"
"Sialan"
"Kita semua tau itu"
"Jesara itu anakku dan Clarisa"
"Dias dan Dallas anakku"
Christian melirik lagi kearah Clarin, "Lalu kenapa Clarin menolak Dallas?"
Damas Hugo menelan ludah, "Mereka kembar. Hentikan semua ini. Dias dan Dallas akan bertahan hingga sampai kapanpun itu. Tidak ada yang akan pergi dan mereka adalah Hugo, paham?"
"Dallas akan mendengar semua ini. Bersyukurlah kalau mereka hilang ingatan dan melupakan semuanya. Bersyukur jika nanti Dallas melupakan semua ini" desis Christian tajam, "Dan bersyukurlah jika mereka sadar nanti, aku tetap membawa pergi Dallas. Agar dia bisa melihat, perbedaan diantara dirinya dan Dias"
"Kau mengancamku Christian Salvia?"
"Ini permintaan Clarisa, dan setelah aku melihat semua ini. Semakin aku ingin membawa Dallas menjauhi kalian berdua"
Damas mendekatkan dirinyapada lelaki dihadapannya, "Kau urus saja Jesara, aku tidak pernah setujumemberikan salah satu dari mereka untukmu"
KAMU SEDANG MEMBACA
FLURRY
Художественная проза5 deadly sins of relationship: Level 2 DOUBT Warning, mature content. 21+++ allowed. Cerita untuk 18+++ mengandung unsur dewasa dan bahasa tidak senonoh. please be patient for the update