Fallacies

5.6K 258 12
                                    


12 Tahun yang lalu

"Yas!"

Dias mendekat dengan membawa bat di tangan kirinya. Seperti biasa, Dias ada janji temu dengan Suri, sudah merupakan ritualnya untuk bertemu gadis itu sebelum dia menghajar seseorang. Dan gadis itu terlihat cukup cemas menatapnya. Bukankah sudah biasa? Ah kenapa hari ini terasa berat sekali?

"Lo beneran mau balapan? Bawa beginian?" Hardik gadis yang berseragam putih abu itu pada Dias sambil tentu saja, menunjuk dengan gusar bat. "Lo mau mukulin anak orang?"

"Tenang aja deh"

"Gue tau! Gue tau lo pasti bisa ngalahin dia, tapi gue tau resiko lo lebih besar"

Kali ini, Dias melihat gadis itu menutup wajahnya dan menangis, ah, selalu begini, "Lebay banget sih, lo"

"Yas, please" Suri berusaha menghentikan tangisnya,

"Ini salah gue, gue mau bales yang ngegebukin Dallas itu" Dias meyakinkan setenang mungkin

Suri menggeleng, "Jangan, dengerin gue. Please..."

"Kenapa sih? Lo tuh harus diem tenang-tenang aja, oke? Gue begini juga supaya gue tenang karena udah ngehajar bajingan-bajingan yang ngehajar Dallas, oke?"

Suri menepis tangan Dias yang hendak menyentuhnya, dengan gemetar gadis itu memandang tajam Dias, dia ingin agar anak lelaki itu menurutinya, sekali saja, sekali saja Suri sangat menginginkannya. "Yas, kenapa sih lo gak pernah dengerin gue?!"

"Lo pikir gue bisa tenang ngeliat saudara gue koma di rumah sakit karena di keroyok orang, karena disangkain dia itu gue, hanya karena kesalahan gue! Gue sih, gak bisa"

Gadis itu terkejut, benar-benar terkejut dengan kemarahan Dias. "Ini semua salah lo! Siapa suruh taruhan sama anak orang terus nidurin adeknya! Makanya kan udah sering gue bilang jangan, jangan maenin perempuan!"

"Iya! Salah gue kan, semuanya?" Dias mengatur nafasnya mencoba tenang kembali. Gadis di depannya ini sudah terlalu sering memperingatinya tentang taruhan, balapan, dan tentu saja urusan perempuan. Sahabatnya ini, selalu terlalu peduli padanya. Kenapa?

"Jadi jangan perpanjang masalahnya, kita bisa lapor polisi..."

"Enak, aja. Dia udah bikin Dallas bonyok, dia harus rasain tangan gue ini ngepermak mukanya"

Suri menahan sekali lagi, menarik lengan Dias, "Please, kalo Dallas tau lo begini, dia juga marah sama lo"

"Gue gak bisa ngebiarin Dallas sakit kayak gitu! Padahal dia cuma liburan kesini dan dapet kayak gini gara-gara perbuatan gue!"

"Makanya jangan suka mainin perempuan!"

"Shit, Suri. Dia sendiri yang mau sama gue, oke. Itu taruhan, dan udah kelar"

"Lo kenapa sih?" Jerit Suri frustasi sambil menarik lengan Dias sekali lagi, "Tolong, jangan pergi, Yas. Dengerin gue! Dallas baik-baik aja! Dengerin gue jangan pergi! Lo yang bakalan mati kalo kesana! Yas, jangan ngeyel. Please!"

Dias berbalik, melepaskan tarikan Suri yang mulai melemah, "Gue gak bisa ngeliat semua begini"

Suri melihatnya, sedikit buram karena air matanya,tapi dia masih bisa melihat Dias berjalan menuju mobil merah kesayangannya "Kalo lo pergi,,, yas..." Suri terisak menundukkan kepalanya, "Kalo lo pulang babak belur..."

Dias masuk ke dalam mobilnya, membanting kasar bat tersebut ke jok belakang mobil. Menatap Suri yang sejurus dengannnya, gadis itu bergetar, "Gue gak bisa ngeliat semua ini. Ngeliat Dallas sakit, ngeliat lo nangisin Dallas disaat gue udah janji jagain kalian berdua"

Mobil itu meninggalkannya, dan Suri menangis terisak, di tangannya ada bercak darah yang masih melekat padanya, bercak darah pada lengan Dias yang terluka, "Lo udah luka-luka, lo juga lemah. Kalo lo pulang babak belur, gue gak bisa..."

Dias tidak memandang sedikitpun ke arah spion. Takut hatinya goyah antara melanjutkan aksi balas dendamnya atau memeluk Suri yang menangis membeku,

Dan gadis itu menghelanafas cukup dalam, "Gue gak bisa ngeliat muka Dallas yang utuh di muka lo"lirihnya    



________________________________

Biar greget ditambahin satu part lagi

FLURRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang