Gue masih inget. 180 detik paling penting yang gue punya seumur hidup. Adalah disaat Mama Drisella menembaki dirinya pakai revolver yang disembunyiin di boneka beruang. Gue masih inget, itu adalah detik-detik paling bersejarah, dimana akhirnya Papa menangis untuk pertama kalinya dan Mama Clarin ikut menangis sambil kemudian memeluk gue sama kembaran gue.Selanjutnya yang ada di ingatan gue adalah 180 detik tentang jatuhnya gue, kembaran gue dan Jesara dari atas rumah pohon, ke tebing curam yang kemudian membuat kami bertiga koma. Selama 180 detik itu, ada saat dimana gue ngeliat kembaran gue dan kemudian ngerasa seperti didorong orang lain yang kemudian gue sadar kami jatuh dari ketinggian entah berapa meter itu. Dalam 180 detik dari proses kami terdorong sampai mendarat di tanah, ada momen dimana kami bertiga melayang terjun bebas sambil saling memandang satu sama lain tanpa takut, hanya waktu itu gue yakin, kembaran gue juga berharap kalau kami akan nyusul Mama Drisella ke surga sana.
Ada 180 detik lain di dalam ingatan gue, gue dan Suri ngobrol berdua. Entah tentang apa, yang pasti senyum Suri waktu masih kecil mengembang dan menyejukkan suasana hati gue. 180 detik lain waktu gue sama kembaran gue akhirnya ketemu lagi tapi gak boleh lama-lama. Dan ada banyak momen tiga menit gue. Dan yang paling terakhir yang gue inget, 180 detik gue, pertama kali melepas status lajang gue buat mempersunting Eva. Dimana gue bener-bener menjadi Dallas seutuhnya. Menjadi diri gue sendiri.
"Saya terima nikah dan kawinnya Asyfa Madina binti Jamal Ramadhan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai sebesar dua belas juta, Sembilan ratus, dua puluh empat ribu rupiah, dibayar tunai"
Yang habis itu, gue bener-bener melihat Eva, cantik pakai kebaya warna putih kemudian duduk di deket gue. Dan gue langsung sedih karena sesuatu. Gue sadar, gue selamanya gak akan bisa sembuh. Bagaimana pun gue mencoba. Kalau gue tertekan, pasti gue kambuh. Gue bukan diri gue.
"Dallas buka pintunya... Kamu belum makan dari kemarin"
"Mama bawain kamu makanan, sayang... Mama mohon buka pintunya"
"Yas... Kalo kamu Dias, Papa mohon buka pintunya"
Entah kenapa, gue selalu berusaha menyangkal kalau gue ini Dallas. Gue selalu menganggap diri gue ini Dias. Menyedihkan bagaimana gue berusaha menjadi orang lain. Memanfaatkan semua kemiripan gue sama Dias, hanya supaya gue bebas dari rasa bersalah gue ke Mama Drisella karena udah kasih boneka sialan itu ke dia. Dan tentu aja, dia meninggal kan?
"Dallas... Ini Suri..."
Dan... Tentang gue, Dallas Hugo yang dengan bodohnya menginginkan seseorang buat mencintai gue padahal, gak ada satupun orang di dunia ini yang berhasil ngebedain gue dan Dias. Bahkan, Suri, bakalan selalu jatuh cinta sama Dias. Bukan Dallas.
...
"Lo gak kelaparan? Ini ada makanan"
Gue mengadah, dan selanjutnya bisa kalian tebak, pertanyaan pertama yang keluar dari mulut gue adalah, "Lo manusia beneran apa bukan?"
Dallas, ah iya. Dia Dallas, menunduk terus natap gue tajem. "Lo, yang bukan manusia disini"
"Maksud lo?"
"Gue Dallas..."
Gue hanya ketawa sekilas, iya. Dia Dallas, dia yang manusia bukan gue. Gue cuma halusinasi buatan Dallas yang menginginkan menjadi Dias dengan segala sifat baik dan menyenangkan Dias. Gue adalah salah satu karakter imajinasi Dallas, diantara zaynudin, disandra, tanya, damian, dan lain-lain.
"Gue tertekan... Makanya lo ada disini selama ini..."
Iya. Dallas tertekan, makanya ada gue disini. Karena Dias, kembaran dia yang asli, ada di belahan benua jauh disana, dan Dallas mengharapkan seseorang buat bergantung, hadirlah gue. Kata psikiater, seinget gue sih gitu. Gue bisa lihat ada zaynudin dan yang lain-lain disini.
"Maaf, tapi gue... Gue terlalu sakit buat ngejalanin hidup gue..." Dallas menangis, dan ngebenturin kepalanya ke kaca di depannya
Gue tau. Semua ini berat. Tapi apa yang bisa gue lakuin? Kepala gue berdarah juga pada akhirnya.
...
"Lo beneran Suri, kan? Bukan bayangan halusinasi gue?"
Suri ngangguk terus ngapus air matanya, "Lo gak apa-apa? Ada banyak jahitannya, Las"
Gue diem.
Suri diem.
Gue masih menunduk, entah malu ngeliat Suri atau karena gue, gue baru aja kehilangan jati diri gue. Gue siapa?
"Lo bakalan baik-baik aja, iya?"
"Gue gak tau Sur"
Dan terus Suri, nangis tapi berusaha senyum di depan gue. Angela, Surila, Singgih. Gue gak pernah suka ngeliat lo nangis begini. Mending lo itu marah-marah, ngedamprat gue, atau ngerjain gue pakai ide-ide usil lo.
Gue bisa ngerasain Suri meluk gue, gak erat. Tapi yang gue tau, pelukan Suri bikin gue pengen jujur-sejujur-jujurnya. "Badan ini badan Dallas, pengidap skizoafektif turunan Mamanya, Drisella. Kadang-kadang kalo dia kambuh, dia jadi Dias yang baik hati dan dengan segala halusinasinya, tapi dia berbahaya karena bisa bunuh orang kapan aja, atau..."
Suri ngangguk sambil nahan tangisannya, "Gue tau, gue tau..."
"Gue sakit, Sur..."
"Iya, terus kenapa? Lo bisa sembuh, lo bisa..."
Gue gak bisa, kalau harus liat lo nangis begini Suri. "Mama meninggal bunuh diri... Dan kemungkinan gue melakukan hal yang sama itu 80%"
"Lo jangan ngomong kayak gitu... Gue ada disini... Ini beneran gue"
"Untuk pertama kalinya, gue inget omongan Om Jo. Dokter gue dari gue masih kecil. Gue cuma salah satu halusinasi yang harus dihilangin, maksud gue... Gue kadang bisa baik kayak gini, tapi gue bakal lebih sering jadi brengsek yang bakalan bikin lo nangis"
Suri nangis, iya. Air matanya gak mau berhenti keluar dan malah meluk gue makin erat. Tuhan. Kenapa Suri gak sayang sama Dias aja? Supaya gak perlu nangisin gue begini. "Lo itu Dallas" kata dia terus berhenti meluk gue, "Lo itu Dallas, siapapun lo. Lo punya sisi baik selama ini. Lo sebagai Dallas yang ternyata ngelindungin banyak orang. Lo sebagai Dias yang ternyata bertanggung jawab. Lo itu diri lo sendiri. Jangan ngomong aneh-aneh, gue gak suka"
Gue inget, Zaynudin yang selalu bilang kalo gue adalah bos perusahaan hotel Papa. Gue inget Disandra, Tanya, Damian yang adalah asisten-asisten gue. Asisten gue di Philos, asisten gue di perusahaan gue sendiri dan asisten kiriman Papa. Dan ya, mereka semua hanya halusinasi gue. Gue pikir, Dallas membunuh Inge, kenyataannya adalah semua perjanjian The Games dan surat antara gue dan Sophia itu adalah surat bikinan gue sendiri. Untuk pertama kalinya, gue merasa butuh seseorang buat bersandar
"Buat gue, lo itu Dallas. Mau lo bangun sebagai siapapun. Lo itu tetep Dallas buat gue..."
Dan untuk pertama kalinya, gue merasa, rapuh
KAMU SEDANG MEMBACA
FLURRY
Ficción General5 deadly sins of relationship: Level 2 DOUBT Warning, mature content. 21+++ allowed. Cerita untuk 18+++ mengandung unsur dewasa dan bahasa tidak senonoh. please be patient for the update