Jilid 23

2.9K 49 0
                                    

Setelah tewas, dalam kenyataan Tio Sian-hau berhasil membalas sendiri sakit hatinya, rasanya biarpun dia sudah berada di alam baka, arwahnya tentu akan peroleh ketenangan.

Oh Put-kui yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil berbisik :

"Ban tua, kejam amat perasaan anggota Pay-kau itu!"

"Siapakah yang tak ingin membalaskan dendam bagi kematian gurunya?" kata kakek latah awet muda sambil tertawa, "hey anak muda, andaikata kau yang menjumpai keadaan tersebutpun tentu kau akan berbuat yang sama!"

Tapi Oh Put-kui segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya:

"Seandainya boanpwee yang menghadapi kejadian seperti ini, tak nanti boanpwee akan mempergunakan kesempatan dalam kesempitan dengan menyerangnya disaat orang belum siap, boanpwee tentu akan menunggu sampai hwesio itu mendapatkan kembali tenaga dalamnya, kemudian baru menantangnya secara jantan!"

Kembali kakek latah awet muda tertawa:

"Hey anak muda, bayangkan saja gurunya pun masih bukan tandingan lawan bagaimana mungkin dia berani menantang musuhnya secara blak-blakan untuk membalaskan dendam bagi kematian gurunya? Sekalipun tindakan yang dilakukan kurang terhormat, tapi demi membalaskan dendam bagi kematian gurunya, dia telah mempersilahkan jenasah gurunya untuk balas dendam sendiri, atas perbuatannya ini kita wajib memberi maaf yang sebesar-besarnya..."

Belum selesai kakek latah awet muda berbicara, dipihak lain Li Cing-siu telah mengumpat orang tersebut dengan penuh amarah.

Tapi si tosu tua yang berada disamping Li Cing-siu segera memintakan ampun sambil berkata:

"Sekalipun apa yang diperbuat Siu Kong-cuan kurang terhormat, tapi tindakan tersebut dilakukan demi membalaskan dendam bagi kematian gurunya, perbuatan tersebut amat simpatik dan perlu kita maklumi, harap kaucu jangan gusar, apa salahnya bila sekembalinya ke rumah nanti, kita beri hukuman kerja paksa selama dua tahun sebagai hukumannya...?"

Padahal Li Cing-siu sendiripun memahami alasan tersebut, hanya saja sebagai seorang kaucu, sudah barang tentu ia harus menunjukkan sikap demikian.

Setelah mendengar perkataan tersebut, katanya kemudian sambil menghela nafas panjang:

"Kalau toh Cu sute sudah mintakan maaf baginya, baiklah kita jatuhi hukuman sesuai dengan apa yang diaktakan sute!"

Baru sekarang Oh Put Kui mendapat tahu kalau tojin berambut putih itu adalah jago tangguh dari Pay-kau yang disebut orang Leng-ho totiang Cu Kong-to.

Sementara itu dari pihak Pay-kau telah muncul beberapa orang yang segera menggotong pergi jenasah dari Ha-ha siansu.

Sedangkan jenasah dari kakek baju hitam masih tetap digendong oleh Sin Kong-coan.

Sedangkan doa orang pendeta See-ih yang lain segera digotong oleh empat orang lelaki kekar.

Li Cing-siu mengalihkan pandangannya dan memandang sekejap kesekeliling tempat itu, lalu ujarnya kepada Ciu It-cing:

"Beritahu kepada hontiang kuil ini, bahwa aku minta maaf karena mengganggu ketenangan mereka pada malam ini, selain itu juga minta maaf karena tak dapat menyambanginya berhubung masih ada urusan penting lainnya..."

Ciu It cing mengiakan dan siap beranjak pergi dari tempat tersebut...

Mendadak...

Suara tertawa dingin yang amat menggidikkan hati berkumandang datang dari sudut ruangan kuil.

Ciu It-cing nampak tertegun, kemudian secepat kilat menerjang maju ke muka.

"Anak Cing, jangan gegabah..." Li Cing siu segera membentak dengan suara rendah.

Misteri Pulau Neraka (Ta Xia Hu Pu Qui) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang