Xiang Danian dan Mi Weiyi lantas membagi-bagikan payung yang mereka bawa, kemudian mendahului berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Biksuni Dingyi menarik lengan Lingshan, kemudian berjalan bersama He Sanqi yang memikul barang dagangannya. Sementara itu, murid-murid Huashan dan Henshan berjalan di belakang mereka.
Diam-diam Lin Pingzhi berpikir, "Sebaiknya aku mengikuti mereka dari jarak yang agak jauh. Siapa tahu aku mendapat berita tentang Ayah dan Ibu dengan cara menyelinap ke dalam rumah Keluarga Liu."
Setelah rombongan tersebut membelok di tikungan, Lin Pingzhi segera berdiri dan mengikuti dari belakang. Rombongan itu tampak berjalan menuju utara. Karena tidak membawa payung, Lin Pingzhi berjalan di pinggir sambil sesekali berteduh di atap rumah penduduk untuk menjaga jarak. Setelah berjalan cukup jauh melewati tiga jalan raya, rombongan itu akhirnya berhenti di depan sebuah gedung yang sangat megah. Tampak di depan pintu gedung terpajang lampion-lampion beraneka warna, serta sepuluh orang yang masing-masing memegang payung dan lampu kerudung sedang menyambut ramah setiap tamu yang datang. Selain rombongan dari Huashan dan Henshan, tampak pula tamu-tamu lain berdatangan dari kedua ujung jalan.
Lin Pingzhi mengumpulkan keberaniannya, untuk kemudian melangkah masuk ke dalam gedung bersamaan dengan masuknya sebuah rombongan yang dipandu seorang murid Keluarga Liu. Para murid Hengshan yang bertugas menyambut tamu ternyata menganggapnya sebagai bagian dari rombongan itu dan mempersilakannya masuk dengan ramah. "Silakan masuk! Silakan menikmati teh di dalam!" sambut mereka.
Sesampainya di aula utama, Lin Pingzhi menyaksikan ratusan meja dan kursi ditata dengan rapi. Jumlah tamu yang hadir dan duduk di kursi-kursi itu kurang lebih mencapai dua ratus orang. Mereka saling bercakap-cakap satu sama lain. Diam-diam Lin Pingzhi berpikir, "Jumlah tamu yang datang sekian banyaknya. Tidak seorang pun dari mereka yang peduli kepadaku. Dengan menyamar seperti ini, aku bisa mengawasi ke sekeliling ruangan ini untuk menemukan orang-orang Qingcheng. Setelah menemukan mereka, tentu aku bisa menemukan Ayah dan Ibu pula."
Pemuda itu lantas mengambil tempat duduk di salah satu meja kecil di sudut ruangan. Segera seorang pelayan membawa nampan datang menghampirinya, untuk kemudian menghidangkan teh, makanan ringan, dan handuk hangat. Lin Pingzhi lalu memandang ke segala penjuru ruangan. Ia melihat kelompok murid-murid Henshan duduk di sebelah kiri balai tersebut, sementara murid-murid Huashan duduk tidak jauh dari mereka. Lingshan juga terlihat berada di antara mereka. Sepertinya Dingyi telah membebaskan gadis burik itu. Namun demikian, Lin Pingzhi tidak melihat di mana sang biksuni sepuh berada, begitu juga He Sanqi si penjual pangsit.
Kembali Lin Pingzhi menyapukan pandangannya. Seketika jantungnya pun berdebar kencang melihat Fang Renzhi dan Yu Renhao duduk bersama sekelompok laki-laki yang berseragam sama. Tidak diragukan lagi, mereka ini adalah kelompok murid-murid Perguruan Qingcheng. Melihat itu ia pun berpikir, "Ayah dan Ibu di tangan mereka. Ini kesempatanku untuk membebaskan Ayah dan Ibu. Tapi, jangan-jangan kedua orang tuaku telah meninggal pula?"
Dengan perasaan marah bercampur sedih dan khawatir, Lin Pingzhi berniat pindah tempat duduk, agar bisa lebih jelas mendengarkan pembicaraan orang-orang Qingcheng itu. Namun, ia takut jangan-jangan hal ini malah menimbulkan kecurigaan Fang Renzhi dan kawan-kawan. Jika sampai terjadi demikian, tidak hanya semua perjuangannya yang berakhir sia-sia, bahkan nyawanya juga bisa melayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Hina Kelana (Xiaou Jianghu) - Jin Yong
General FictionPendekar Hina Kelana mengisahkan pertarungan antara perguruan yang katanya aliran lurus yang diwakili oleh Wu Yue Jian Pai (Persatuan Lima Gunung Perguruan Pedang) yang terdiri dari Song Shan, Tay Shan, Hen Shan, Hua Shan dan Heng Shan dengan aliran...