Dewa Akar Persik berkata, "Bukankah aku sudah bilang kalau dia pasti bisa menyembuhkanmu? Dia bergelar 'Si Tabib Sakti Pembunuh', kalau menyembuhkan seseorang maka dia harus membunuh satu orang lainnya. Kalau dia tidak bisa menyembuhkan seseorang, lantas dia mau apa? Bukankah hal ini sangat merepotkan?"
"Omong kosong!" sahut Linghu Chong sambil tertawa. Ia kemudian berjalan beriringan dan bergandeng tangan dengan Dewa Akar Persik meninggalkan Ping Yizhi seorang diri.
Di luar gubuk para pendekar sudah berkumpul untuk minum arak. Ketika Linghu Chong berjalan di tengah kalangan, selalu saja ada yang menuangkan arak untuknya. Tanpa pilih-pilih, Linghu Chong pun menenggak habis setiap isi cawan yang disodorkan kepadanya.
Melihat bagaimana Linghu Chong bergaul dengan luwes, berbicara dan tertawa dengan riang, serta meminum habis setiap arak yang disuguhkan tanpa mengenal batas, membuat para pendekar itu sangat gembira. Mereka berkata, "Tuan Muda Linghu sungguh berjiwa pahlawan, namanya harum sampai langit kesembilan. Kami semua benar-benar kagum dan menaruh hormat kepada Tuan Muda Linghu."
Setelah minum lebih dari belasan cawan, tiba-tiba Linghu Chong teringat kepada Ping Yizhi. Ia pun menuang secawan besar arak sambil bernyanyi keras-keras, "Minumlah sepuasnya hari ini selagi kau bisa ...." Kemudian ia masuk ke dalam gubuk sambil berkata, "Sesepuh Ping, ini aku bawakan secawan arak untukmu."
Namun begitu melihat keadaan Ping Yizhi, seketika hatinya sangat terkejut. Rasa mabuknya pun banyak berkurang. Di bawah cahaya lilin terlihat raut muka Ping Yizhi berubah hebat. Rambut si tabib yang tadinya hitam kini berubah menjadi putih dalam waktu sekejap. Kerut-kerut wajahnya bertambah dalam, dan kini pria itu seperti bertambah tua dua puluh tahun padahal waktu yang berjalan baru dua jam. Ia tampak menaruh kepala di ujung meja sambil menggumam sendiri, "Sembuhkan satu orang, bunuh satu orang. Tidak bisa menyembuhkan orang, lantas harus bagaimana?"
Darah Linghu Chong terasa bergolak ketika melihat begitu besar perhatian si tabib kepadanya. Ia pun berseru lantang, "Hidup mati Linghu Chong tiada artinya. Mengapa Sesepuh Ping terlalu memasukkannya ke dalam hati?"
Ping Yizhi menjawab, "Kalau aku tidak bisa menyembuhkan seseorang, maka aku harus bunuh diri. Kalau tidak, mana pantas aku dijuluki 'Si Tabib Pembunuh'?" Usai berkata demikian ia lantas berdiri. Tubuhnya agak bergoyang beberapa kali, kemudian mulutnya memuntahkan darah. Sejenak kemudian, tabib bertubuh gemuk itu jatuh tersungkur di lantai.
Linghu Chong sangat terkejut dan segera memapah Ping Yizhi untuk berdiri. Namun sepertinya napas si tabib sudah berhenti, pertanda ia sudah meninggal. Linghu Chong pun menggendong jasadnya, namun tidak tahu harus berbuat apa. Saat itu suara ribut para pendekar yang sedang minum-minum di luar terdengar semakin berkurang. Hatinya pun terasa pilu dan sangat kesepian. Setelah terdiam beberapa saat, tak kuasa air matanya pun meleleh di pipi. Jasad Ping Yizhi terasa semakin berat dan Linghu Chong sediri sudah sangat letih dan kehabisan tenaga. Dengan hati-hati ia pun meletakkan jasad si tabib di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Hina Kelana (Xiaou Jianghu) - Jin Yong
General FictionPendekar Hina Kelana mengisahkan pertarungan antara perguruan yang katanya aliran lurus yang diwakili oleh Wu Yue Jian Pai (Persatuan Lima Gunung Perguruan Pedang) yang terdiri dari Song Shan, Tay Shan, Hen Shan, Hua Shan dan Heng Shan dengan aliran...