"Shan'er, kau jangan suka usil lagi," sahut Ning Zhongze. Ia kemudian berpaling kepada Lao Denuo dan berkata, "Denuo, coba kau siapkan meja agar Adik Lin-mu bisa segera melakukan upacara sembahyang kepada para leluhur perguruan kita."
"Baik!" jawab Lao Denuo yang kemudian berangkat melaksanakan perintah sang ibu-guru. Tidak lama kemudian segala peranti upacara telah dipersiapkan dengan baik. Yue Buqun disertai istri dan semua muridnya segera memasuki ruangan persembahyangan.
Begitu memasuki ruangan tersebut, Lin Pingzhi merasakan suasana yang angker dan mendebarkan. Tampak sebilah papan tergantung di tengah ruangan dengan bertuliskan kalimat: "Tenaga dalam mengendalikan pedang". Pada kedua sisi dinding masing-masing tergantung sebatang pedang kuna, lengkap dengan sarungnya yang berwarna hitam. Lin Pingzhi yakin kalau pedang-pedang itu adalah peninggalan leluhur Perguruan Huashan di masa lampau. Diam-diam pemuda itu berpikir, "Perguruan Huashan memiliki nama besar di dunia persilatan sebagai anggota golongan putih. Entah sudah berapa banyak nyawa penjahat yang melayang di ujung pedang-pedang itu?"
Yue Buqun berlutut di hadapan altar leluhur, kemudian menyembah sebanyak tiga kali dan berkata, "Hari ini murid bernama Yue Buqun telah menerima seorang murid baru bernama Lin Pingzhi dari Kota Fuzhou. Semoga arwah para leluhur berkenan memberi berkah, supaya Lin Pingzhi giat belajar, menjaga kehormatan, patuh terhadap tata tertib perguruan, dan tidak menjatuhkan nama baik Perguruan Huashan kita."
Lin Pingzhi segera ikut berlutut dan menyembah sebanyak tiga kali dengan khidmat. Yue Buqun kemudian bangkit dan berkata, "Lin Pingzhi, hari ini kau telah resmi diterima sebagai murid Perguruan Huashan. Kau harus patuh terhadap semua aturan perguruan. Jika sampai melanggar tentu akan mendapat hukuman yang setimpal. Apabila kau melakukan pelanggaran berat, maka hukuman yang kau terima juga tanpa pengampunan. Perguruan kita sudah berjaya selama ratusan tahun. Maka, setiap murid wajib menjaga nama baik perguruan. Semua itu hendaklah kau ingat-ingat dengan baik."
"Tentu saya akan selalu ingat dan taat kepada ajaran Guru," jawab Lin Pingzhi.
"Linghu Chong!" seru Yue Buqun kepada murid pertamanya. "Coba kau uraikan apa saja tata tertib perguruan kita agar diketahui oleh Lin Pingzhi."
"Baik, Guru!" jawab Linghu Chong sambil mengangguk. Ia kemudian berseru, "Adik Lin, dengarkan baik-baik tata tertib Perguruan Huashan kita. Pertama, tidak boleh menentang guru dan mengkhianati perguruan; kedua, dilarang menindas kaum lemah; ketiga, dilarang main perempuan dan melecehkan wanita baik-baik; keempat, dilarang memiliki rasa iri dan dengki kepada sesama saudara; kelima, dilarang mencuri dan serakah terhadap harta benda; keenam, dilarang bersikap sombong dan mendahului berbuat salah terhadap sesama kaum persilatan; ketujuh, dilarang bergaul dengan kaum penjahat dan bersekongkol dengan golongan iblis. Nah, itulah ketujuh larangan dalam Perguruan Huashan yang harus ditaati bersama oleh segenap murid perguruan kita."
"Baik, saya berjanji akan selalu patuh dan taat untuk tidak melanggar ketujuh larangan tersebut," jawab Lin Pingzhi.
"Bagus, kau harus menepati janjimu itu," ujar Yue Buqun tersenyum. "Setiap saat kau harus senantiasa mengutamakan budi pekerti yang luhur, jadilah seorang kesatria sejati. Dengan demikian, guru dan ibu-gurumu akan ikut merasa bangga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Hina Kelana (Xiaou Jianghu) - Jin Yong
Ficción GeneralPendekar Hina Kelana mengisahkan pertarungan antara perguruan yang katanya aliran lurus yang diwakili oleh Wu Yue Jian Pai (Persatuan Lima Gunung Perguruan Pedang) yang terdiri dari Song Shan, Tay Shan, Hen Shan, Hua Shan dan Heng Shan dengan aliran...