10. Munculnya Sang Penolong

2.6K 70 1
                                    

Pendeta Tianmen lantas melolos pedang yang tergantung di pinggang muridnya, lalu mematahkan ujungnya sepanjang dua senti pula

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pendeta Tianmen lantas melolos pedang yang tergantung di pinggang muridnya, lalu mematahkan ujungnya sepanjang dua senti pula. "Seperti ini?" katanya kemudian.

"Wah, ternyata Paman Pendeta juga bisa," jawab Yilin polos.

"Huh!" Tianmen mendengus sambil menyarungkan kembali pedang muridnya itu. Kemudian tangan kirinya melemparkan potongan ujung pedang tersebut ke atas meja sampai amblas ke dalam dan tidak terlihat lagi.

"Tenaga dalam Paman Pendeta sungguh luar biasa. Saya yakin, penjahat itu pasti tidak dapat melakukannya. Namun sayang...." ujar Yilin sambil kemudian menundukkan kepala. "Andai saja waktu itu Paman Pendeta berada di sana, mungkin Kakak Linghu tidak akan terluka parah."

"Terluka parah bagaimana? Bukankah tadi kau bilang dia sudah mati?" tanya Tianmen.

"Justru itu. Gara-gara terluka parah, maka Kakak Linghu akhirnya bisa dibunuh oleh si penjahat Luo Renjie," jawab Yilin.

Kembali Yu Canghai merasa tersinggung karena muridnya disebut sebagai "penjahat" seperti Tian Boguang. Ini berarti, Yilin menganggap Luo Renjie sama rendahnya dengan maling cabul tersebut.

Sementara itu para hadirin lainnya bertanya-tanya mengapa air mata Yilin kembali mengalir begitu teringat kepada nasib Linghu Chong. Andai saja Yilin bukan seorang biksuni, pasti Pendeta Tianmen, Liu Zhengfeng, He Sanqi, ataupun Tuan Wen sudah membelai kepala atau menepuk-nepuk punggung gadis itu untuk menghiburnya.

Sambil mengusap air matanya menggunakan lengan baju, Yilin melanjutkan cerita, "Penjahat bernama Tian Boguang itu mendorong tubuh saya lalu mencoba membuka pakaian saya. Saya pun menamparnya, tapi kedua tangan saya justru dapat ditangkapnya.

Pada saat itulah tiba-tiba kami mendengar suara tawa seorang laki-laki di luar gua. Orang itu tertawa tiga kali, 'Hahaha!' Setelah berhenti sejenak kembali ia tertawa, 'Hahaha!'

Tian Boguang pun membentak kasar, 'Siapa itu?'

Namun orang di luar kembali tertawa tanpa menjawab.

Tian Boguang memaki, 'Sebaiknya kau pergi saja. Lebih cepat lebih baik. Berani membuat Tuan Tian marah bisa membuatmu kehilangan nyawa.'

Namun orang itu kembali tertawa tiga kali. Tian Boguang mencoba mengabaikannya dan kembali melucuti pakaian saya. Orang itu kembali tertawa dengan suara yang lebih keras. Semakin sering ia tertawa, semakin membuat Tian Boguang marah. Saya berharap orang itu datang untuk menolong saya. Namun dia ternyata mengetahui kehebatan Tian Boguang dan tidak berani masuk ke dalam gua. Hanya suara tawanya yang makin lama makin keras membuat Tian Boguang bertambah gusar.

Tian Boguang memaki-maki orang itu dengan kata-kata kotor. Ia kembali menotok titik nadi saya dan kemudian melangkah keluar gua. Akan tetapi, orang itu sudah lebih dulu bersembunyi. Ketika Tian Boguang masuk ke dalam, orang itu kembali tertawa. Tian Boguang semakin gusar dan berlari keluar, namun orang itu sudah menyembunyikan dirinya kembali. Waktu itu saya tertawa karena merasa sangat geli melihat sikap Tian Boguang...."

Pendekar Hina Kelana (Xiaou Jianghu) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang