Sesuai janji, keesokan harinya Sharman siap mengantar Alean. Pakaiannya sangat rapi. Ia mengenakan jas berwarna biru dongker dan menutup dada bidangnya dengan kemeja putih berdasi navy. Kakinya yang panjang dibungkus celana bahan yang selaras dengan jas. Oh, iya, pagi ini Sharman juga cukuran. Rahangnya yang tegas terlihat bebas dari bulu, pun dengan rambut ikalnya yang lebih rapi.
"Si Kembar udah aku antar ke sekolah," Sharman berkata ketika Alean hendak memutar kepala ke kursi belakang. "Omong-omong, kamu belum sarapan, kan?" ia berujar sementara tangan kirinya meraih sesuatu dari dalam dashboard. "Nih!"
Ragu-ragu Alean meraih sodoran lelaki itu. Ketika hendak melirik Sharman, dengan cepat ia berpaling. Lagi laper nggak boleh baper, bisa-bisa hati teroper. Begitu hatinya berkata.
"Sandwich dengan roti tanpa pinggiran, ditambah dua olesan mentega, dan satu lembar keju," Sharman berujar sambil tersenyum. "Nggak ada yang salah, kan?"
"Makasih." Alean membuka kemasan sandwich di tangannya.
Sebelum melahap, Alean mengendus terlebih dahulu. Haish, aroma roti dengan sedikit mentega dan selembar keju adalah yang terbaik!
Setelah sandwich itu dieksekusi, Sharman membuka obrolan. Topiknya masih ringan. Mulai dari karir, hingga curhatan mengenai repotnya mengurus Delvin dan Melvin.
"Kesalahan terbesar yang aku lakuin di hidup aku cuma satu," aku Sharman. "Yaitu, menikahi Donna."
Alean tak mau terjebak seperti kemarin maka ia mesti hati-hati.
"Aku kehilangan kamu hanya untuk perempuan seperti Donna. Aku benar-benar bodoh!"
"Apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai," jawab Alean tanpa bisa dibantah.
"Dia ninggalin aku dan anak-anak demi selingkuhannya."
Alean menoleh sebentar. "Sekarang ngerti kan, rasanya ditinggalin?"
"Tapi ini beda. Dia pergi setelah kami punya anak." Alean bisa melihat Sharman yang mencengkeram kemudi kuat-kuat. "Apa dia nggak mikirin perasaan Delvin dan Melvin? Mereka masih terlalu kecil buat ditinggalin!"
"Dia pasti punya alasan."
"Adakah alasan untuk ninggalin darah dagingnya sendiri?" Sharman berdecak kesal. "Dia jauh lebih jahat dari ibunya Malin Kundang."
"Kamu kelihatan benci banget sama istri kamu."
"Siapa yang nggak marah ditinggal gitu aja?"
Itu yang lo lakuin ke gue! batin Alean sambil menekan gemuruh di dadanya.
"Apalagi dengan dua anak yang masih kecil-kecil," sambung Sharman.
"Dan bandel."
Kemudian hening beberapa saat. Alean mengurung diri lewat keasyikannya memainkan hape, sementara Sharman ke jalanan. Lebih dari tiga kali ia melirik ke gadis di sebelahnya. Lebih dari tiga kali ia berdecak kagum.
Wajah Alean yang dilihat dari pinggir adalah kesempurnaan, sanjungnya sambil tersenyum. Lihat saja! Lekuk dari jidat, hidung, hingga dagu sangat artistik. Indera penciumnya yang bangir kelihatan sempurna dari sudut sini. Bibirnya yang tipispun terlukis indah dengan gincu merah pekat. Helaian rambut yang tersemat di kuping menambah efek keindahannya. Satu kata saja untuk Alean, cantik.
Sharman yakin, gen ayahnyalah yang membikin Alean bisa semenarik ini. Dulu Sharman pernah bertemu ibunya Alean. Dan Demi Tuhan, muka mereka sama sekali tidak mirip.
Rambut Alean tidak seperti kebanyakan orang Indonesia yang hitam pekat. Jumputan sepunggungnya sedikit bergelombang dan berwarna kecokelatan. Matanya menyerupai almond dengan warna sebening madu. Dilihat dari postur, Aleanpun masuk kategori tinggi meski perutnya sedikit kembung ——ehem, buncit. Barangkali karena hobi makan eskrimnya belum hilang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tesmak
Chick-LitSetelah hidupnya dipermainkan nasib--di mana ayahnya kabur dan kekasihnya menghamili gadis lain--, Alean kembali digoda oleh suratan takdir. Ia yang hanya seoongok anak jadah diperebutkan LIMA lelaki sekaligus!!! 1. Cinta pertama yang pernah mengk...