“Jadi, ada hubungan apa antara kamu sama Bianca?” tanya Alean hati-hati. Supaya tak terkesan kepo, juga agar mobil yang dikemudikannya tidak oleng.
Segara tak jadi menutup matanya. Dengan kepala yang masih diperban iapun menoleh ke samping kanan.
“Dia mantan saya.”
“Mantan?!” ulang Alean setengah tak percaya. “Kamu pacaran sama cewek yang lebih tua dari kamu?”
“Itu lebih baik daripada saya pacaran dengan sesama jenis.”
Emang dasar bocah edan! Alean berbatin sambil menginjak rem dan menurunkan gigi.
“Ibu sendiri gimana? Kok, kenal Bianca?”
“Saya pernah satu sekolah sama dia.” Dan menjadi musuh bebuyutan gara-gara memperebutan Sharman!
Tanpa Alean sadari, Segara menyunggingkan bibir. Tetapi bukan senyum kebocahan seperti biasa. “Dia cewek paling licik yang pernah saya temui.”
“Kamu kelihatan benci banget sama dia,” cibir Alean, 1000% setuju. Bianca bukan saja rival yang kuat, gadis itupun punya seribu satu cara untuk menjatuhkan lawannya. “Omong-omong, di mana alamat kamu?” tanya Alean sambil menegok ke atas. Dilihatnya durasi lampu merah yang siap berubah setengah menit lagi.
“Saya diturunin di rumah Ibu aja.”
“Saya serius, Segara. Saya harus mastiin kamu pulang ke rumah.” Alean melirik jam. Well, jam empat. Masih ada waktu sebelum menjemput Delvin dan Melvin. “Cepat sebutin alamat kamu!”
“Saya nggak punya rumah.”
“Kalau gitu alamat kosan atau kontrakan.” Tepat setelah Alean bicara, lampu merah berubah warna. Alean memindahkan gigi lalu bertanya lagi.
Segara bilang, dari perempatan di depan langsung belok kanan. Lurus terus sampai menemukan gapura di sisi kanan. Nah, dari situ maju sedikit.
Alean menggikuti tuturan anak magangnya. Kebetulan belum jam pulang sehingga ia bisa mengemudikan dengan cepat. Namun ketika gapura yang dimaksud Segara terlihat, ia menurunkan kecepatan. Selain kawasan kampus ini sering macet, iapun harus memelankan kelajuan agar tidak kelewatan.
Dari gapura Alean maju terus sampai bertemu bunderan. Dari bunderan ia ambil arah kiri lalu melaju lagi. Sepanjang ia mengemudi, matanya dimanjakan panorama kampus. Wah, perusahaanku hebat juga! Bisa membangun universitas seelit ini. Begitu batinnya berkata.
Gedung-gedung perkuliahan terlihat menjulang megah. Yang paling menyedot perhatian adalah gedung 10 lantai. Warna dasarnya putih sementara bagian atasnya merah. Di puncak terdapat logo kampus lengkap dengan motonya. Creating the future!
“Di sini aja, Bu.” Segara melepas sabuk pengamannya. “Thanks berat, Ibu Cantik.”
“Saya harus mastiin kamu langsung istirahat,” ucap Alean sambil melepas sabuk pengaman lalu mengikuti Segara.
Mendengar kata-kata itu Segara cuma mengangkat bahu. Saat ini ia tak berniat membuka percakapan. Efek benturan rupanya mulai terasa. Ia pening dan matanya agak berkunang-kunang.
“Kamu yakin nggak salah tempat?” Alean bertanya ketika Segara berhenti di sebuah rumah.
Bangunan tersebut memang mencurigakan. Letaknya terpencil dan jauh dari pemukiman. Selain itu, kelihatan sekali kalau tempatnya kurang pasokan sinar matahari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tesmak
ChickLitSetelah hidupnya dipermainkan nasib--di mana ayahnya kabur dan kekasihnya menghamili gadis lain--, Alean kembali digoda oleh suratan takdir. Ia yang hanya seoongok anak jadah diperebutkan LIMA lelaki sekaligus!!! 1. Cinta pertama yang pernah mengk...