Ilunga (a)

12K 1.6K 221
                                    

"Dalam keadaan ini, suami Anda memiliki kekuatan dan kelemahan." Meski via telepon, Alean mendengarkan baik-baik penjelasan pengacaranya. "Kelemahannya, suami Anda terbukti telah melakukan perselingkuhan. Dengan kata lain, kelakuan baiknya sudah pasti tercoreng. Sedangkan kekuatannya, dia merupakan ayah kandung Delvin dan Melvin."

"Mereka sudah tahu siapa yang akan dipilihnya."

"Sayangnya, secara hukum, umur mereka belum diizinkan untuk memilih. Selain itu, Pak Sharman bisa saja menggunakan alasan bahwa Monna adalah perempuan yang segaris keturunan dengan mantan istrinya."

Alean mengembus napas berat. Dipindahkannya ponsel dari kuping kanan ke kiri, dikatakannya lagi, "Lantas apa yang mesti saya lakukan, Pak Mail? Saya menginginkan hak asuh mereka."

"Jika Ibu mampu menghidupi, mengurus, dan memenuhi kebutuhan mereka lahir dan batin, saya akan berusaha melalui celah tersebut." Alean mendengar suara mengembus napas di ujung sana. "Di samping itu, saya juga akan berusaha memikirkan kesempatan lain yang bisa mematahkan hak asuh Pak Sharman."

"Saya sangat berharap Pak Mail bisa membantu saya," kecap Alean lesu. Lalu setelah pria itu mengiyakan, Alean pun pamit tutup panggilan. Ditaruhlah ponsel pipihnya, diembuskannya napas berat.

Duh, bagaimana ini? keluh Alean sambil memijat pelipisnya yang berdenyut-denyut. Penjelasan tadi telah membabat habis kepercayaandirinya. Ia yang tadinya begitu yakin bisa mendapatkan hak asuh Delvin dan Melvin kini merasa tak berdaya.

Dibanding kelemahannya, kekuatan Sharman memang jauh lebih besar. Tadi Alean sempat menyinggung soal perlakuan kasar suaminya terhadap anak-anaknya kalau sedang marah. Tapi ketika dikembalikan dengan pertanyaan 'apakah hal itu masih sering terjadi?' Alean tak bisa menjawab.

Selama menjalani bahtera rumah tangga, Sharman memang tak pernah kasar pada Delvin dan Melvin. Malahan akhir-akhir ini ia tampak begitu memanjakan mereka. Bukan saja mengantarjemput, ia pun kerap kali membeli banyak hadiah, mengajak jalan-jalan, dan menemani tidur.

Dia benar-benar licik, geram Alean kalau kedengkian mulai menyelinap ke hatinya. Di titik tersebut ia akan berpikir kalau apa yang dilakukan Sharman hanya taktik semata. Supaya Delvin dan Melvin nyaman di dekatnya, supaya peluangnya mendapat hak asuh semakin tinggi.

Aku harus bagaimana? keluh Alean seraya memijit-mijit pelipis. Belakangan ini kepalanya selalu terasa berat. Makan tak nafsu, tidur tak nyenyak, dan pergolakan batin rasanya menghadang semakin intens.

Ia dilanda kesedihan mendalam setiap kali memikirkan perkara ini. Apa yang akan terjadi kalau ternyata Delvin dan Melvin dibawa Sharman? Duh, membayangkannya saja Alean tak sanggup! Bagaimana mungkin ia harus kehilangan setan-setan kecil yang sudah mewarnai hidupnya?

Alean ingat sekali, dialah yang menemani Delvin dan Melvin waktu mereka disunat. Saat itu keduanya amat ketakutan. Dibujuk Sharman dengan segudang mainan pun tetap tak mau. Barulah setelah Alean memberi sedikit pengertian, mereka pun bersedia. Dengan catatan, Alean mesti ikut mendampingi saat burung mereka dipotong.

Ada juga momen saat mereka sakit. Baik Delvin maupun Melvin, keduanya akan sangat rewel kalau dilanda tak enak badan. Tidak mau makan, susah minum obat, dan tak mau ditinggal sehingga terpaksa Alean absen dari kantor. Anehnya lagi, mereka selalu sakit bareng-bareng. Kalau Delvin mengeluhkan badannya meriang, maka keesokan harinya Melvin akan merasakan hal sama. Pun sebaliknya.

Masih banyak lagi kebersamaan mereka. Salah satunya di dokter gigi. Setiap Duo Unyu harus cabut gigi, Alean pula yang rajin mendampingi. Tak heran jika keduanya ulangtahun, dirinyalah yang selalu mendapat potongan kue pertama. Hal-hal kecil tersebut belum termasuk agenda saling peluk tiap pagi, kecup pipi sebelum tidur, masak menu baru di akhir pekan, minum es krim bareng, dan nonton animasi terbaru keluaran Pixar.

TesmakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang