Patgulipat

10.5K 1.6K 357
                                    

Alean membuang testpack di tangannya dengan kesal. Setelah melihat hasilnya, keoptimisan yang memeluknya sejak bangun tidur langsung kocar-kacir. Padahal ia sudah kalang kabut sebab haidnya bulan ini tak kunjung datang. Tapi sialan, hasilnya masih saja tak berubah. Negatif lagi. Negatif lagi. Huh!

Ia melangkah gontai menuju ruang tengah. Di sana Duo Unyu baru saja menaruh bokong di kursi. Delvin langsung anteng membaca buku pelajarannya, sementara Melvin masih asyik menata rambut.

"Biar Melvin aja, Ma," kata anak itu ketika Alean meraih sisir. Siap merapikan jumputannya.

"Akhir-akhir ini Melvin sering banget nyisir. Kenapa, sih?" tanya Alean dengan nada biasa saja. Tapi anak lelaki itu tampak begitu rikuh. Mukanya sengaja dipalingkan agar mereka tak bisa saling tatap.

"Melvin naksir cewek, Ma," cetus Delvin tiba-tiba. "Sama tetangga baru di seberang rumah."

"Bohong, Ma. Bohong!" Melvin melotot ke arah kakaknya. "Kamu apaan sih, Delvin? Jangan nyebar fitnah gitu, dong!"

"Yang aku bilang bukan fitnah, kok." Delvin menatap adiknya dengan sorotan santai. "Kalau Mama nggak percaya, lihat aja sendiri. Tiap hari Melvin nganterin anak itu sampai depan rumah. Dia juga sering lupa kalau Delvin ada di sebelahnya. Kal..."

Delvin berhenti bicara setelah Melvin menoyor kepalanya. Seketika matanya berkaca-kaca. Ia sudah hendak membalas perbuatan Melvin namun Alean keburu menengahi.

"Melvin nggak boleh kasar-kasar sama Delvin," kata Alean sambil menatap ke arah matanya. "Delvin juga nggak boleh ngomong yang aneh-aneh."

"Delvin nggak aneh-aneh kok, Ma. Melvin emang naksir sama tetangga baru."

"Kamu mau aku pukul lagi?" bentak Melvin sambil mengangkat tangannya.

"Kalian berdua, cukup!" kecap Alean tegas, membuat Si Kembar langsung bungkam.

Bukan hal aneh kalau Delvin dan Melvin ribut di meja makan. Perdebatan mereka sudah seperti menu pokok setiap hari. Hanya saja, pagi ini topik mereka agak lain. Soal anak tetangga yang katanya ditaksir Melvin. Duh, sudah edankah zaman sekarang?

Umur anak itu belum mencapai satu dekade. Ia pun masih kelas tiga SD. Jadi mana mungkin ada perasaan naksir di usia tersebut? Tapi-tapi-tapi, kalau Alean ingat berita-berita sekarang, rasanya hal itu bukanlah hal aneh. Lihat saja media sosial! Anak-anak di bawah umur dengan bangganya memposting hal begituan di akun pribadinya. Dengan caption yang bikin mual, dengan foto-foto yang tidak patut ditiru.

Duh, ini nggak bisa dibiarin! batin Alean sambil menaruh telur ceplok di piring anak-anaknya. Delvin dan Melvin harus lebih diawasi.

"Yang, gimana hasilnya?" Suara Sharman membuat Alean dan Duo Unyu sama-sama menoleh.

"Masih belum," jawab Alean dengan nada tak enak.

Sharman mengembus napas berat, membuat Alean semakin merasa bersalah. Kalau boleh berteriak, rasaya Alean ingin sekali memekik ke hadapan Sang Pencipta. Ya Tuhan, kapankah hasil testpack-nya positif?

Usia pernikahannya dengan Sharman sudah menginjak tahun kedua. Mereka sudah sama-sama merindukan kehadiran bayi. Bahkan, empat bulan terakhir ini Sharman mengeluhkan hal itu lebih intens. Kenapa kamu nggak hamil juga, sih? Kapan hasilnya positif? Sampai kapan kita harus nunggu?

Tentu saja Alean tidak tahu jawabannya. Setiap kali Sharman bilang begitu, ia merasa seperti disudutkan. Seakan ketidakhadiran anak di antara mereka adalah kesalahannya. Padahal dokter kandungan yang rutin dikunjunginya bilang, Alean sehat. Sel telurnya bisa dibuahi, rahimnya pun baik-baik saja. Jadi apa yang salah?

TesmakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang