Monster

17.1K 2.4K 89
                                    

D. E. Segara : *pura-pura mati*

Alean malas membalas lagi. Ia mensunyikan mode suara hape lalu menaruhnya di nakas. Setelah itu, ia menghampir ke tengah ruangan, lebih tepatnya ke pinggir sofa.

"Hai, Cupi! Makanannya enak?" sapanya pada makhluk di dalam bejana bulat.

Jika ditanya pada siapa Alean bisa ramah, maka jawabannya adalah pada si Cupi. Ikan cupang peliharaannya.

Si Cupi punya warna tubuh yang indah. Setengah badan depan berwarna hitam dengan totol ungu di beberapa titik. Dari tengah ke ujung bercorak pink dengan ekor merah yang menyerupai kipas. Gerakan Cupi sangat aktif, terutama kalau kita menaruh telunjuk di balik bejana. Ikan kecil itu akan berputar seakan-akan bilang : 'hai, my name is Cupi!'

Alean bukanlah pecinta hewan. Menurutnya, mengurus diri sendiri saja sudah repot. Apalagi memelihara sesuatu. Tapi karena saat itu tingkat stressnya mencapai titik kulminasi, makanya ia googling bagaimana cara mengatasi stress. Banyak survei membuktikan, memelihara ikan bisa mengurangi stress.

Dan itu memang terbukti.

Ikan tidak punya bulu sehingga rumah Alean aman dari kerontokan. Makannya juga tidak macam-macam. Belum lagi, cara membersihkannya tidak seribet kucing ataupun anjing.

Tingtong~

Bel berdenting lantas Alean meninggalkan si Cupi. Ia menghampiri pintu, lalu memutar kunci. Ketika tahu siapa yang muncul di sana, hatinya berdebar tak karuan.

*
*
*

“Muka kalian nggak mirip sama sekali,” Alean berujar sambil memotong daun bawang.

Setengah jam yang lalu Sharman datang tiba-tiba. Pakaiannya jauh lebih santai dari biasanya. Ia memakai kaos orens dan celana jins warna biru dongker. Aroma parfumnya luar biasa menyengat. Persis anak muda yang ngapelin pacarnya.

Selain membawa diri——yang tidak perlu diragukan lagi tampilannya——Sharmanpun membawa sekantung bahan makanan. "Aku mau ngajakin kamu masak, Lean. Udah lama banget kita nggak ngelakuin itu," begitu katanya ketika Alean kebingungan melihat telur, wortel, daging, aneka bawang, lengkuas, dan sebagainya dalam satu keresek penuh.

Sebelum hubungan mereka berakhir, mereka memang sering masak berdua. Tempatnya di dapur yang disediakan kosan Sharman, di lantai paling atas.

Kos-kosan Sharman berada di belakang kampus, dekat warung kopi. Ibu kosnya tidak melarang Alean masuk sebab tamu perempuan hanya dilarang masuk kamar, bukan balkon atau tempat masak.

Spot meracik makanan itu memang tidak besar, tapi lebih dari cukup untuk menikmati waktu di akhir pekan. Di sebelah dapur tersebut terdapat balkon untuk menjemur cucian. Kebetulan teman kosan Sharman selalu menggunakan jasa laundri, sehingga lapak itu kosong. Bisa mereka gunakan untuk mencicipi hasil masakan sambil menikmati indahnya pemandangan dari atas balkon.

“Muka kami yang beda jauh nunjukin suatu arti,” Sharman menjawab sambil memecahkan cangkang telur dengan sendok lalu menuangkannya ke dalam mangkuk. “Karena aku nggak mencintai ibu mereka.”

“Apa maksudnya?”

Sharman mengocok telur setelah Alean menambahkan daun bawang yang telah dipotongnya. “Ada pepatah yang bilang; kalau anak pertama mirip banget sama bapaknya, itu berarti si bapak cinta mati sama istrinya.”

Mana ada pepatah seperti itu? Alean mencibir dalam hati. Ia sangat tidak setuju.

Bude bilang, Alean mirip dengan ayah kandungnya. Baik rupa, maupun kelakuan——terutama kalau Alean berulah. Jika yang dikatakan Sharman memang benar, Demi Tuhan Alean adalah penentang nomor satu. Kalau memang si brengsek itu mencintai ibunya, sudah pasti dia tidak akan kabur saat dimintai pertanggungjawaban.

TesmakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang