Tuan Patah Hati

11.6K 1.5K 239
                                    

Pagi itu Cellcom Corp diguncang oleh berita besar. Bukan oleh warta Alean yang akan segera menikah ——sebab dia memang belum buka kartu perihal ini——, melainkan oleh kasus pungutan liar yang baru saja terkuak.

Kini bukti telah lengkap, pelaku siap ditangkap. Tora, yang selama ini ikut menekuni peyelidikan pun langsung ambil sikap. Ia memanggil penanggung jawab utama. Yaitu Alean.

"Dasar goblok!" bentaknya tanpa filter apapun di ujung lidahnya. "Sebegitu nggak becusnyakah kamu sampai-sampai dia berani bertingkah di kantor ini?" 

Suara Tora naik. Matanya melotot. Darahnya mendidih. Mukanya memerah. Seandainya amarahnya merupakan api, sudah pasti sekujur kepalanya akan terbakar. Mata, hidung, dan dagunya akan meleleh sekarang juga.

"Sekarang saya tanya, kenapa kamu bisa sampai kecolongan? Dia cuma anak magang, Tolol! Tanggung jawab kamu!" gertaknya lebih kasar.

Sebelum Alean sempat menjawab, Tora memotong ucapannya. Kali ini suaranya mencapai titik kulminasi. Caci maki, hina dina, dan sumpah serapah mendominasi seluruh kata-kata. Tentu saja hal itu melukai hati Alean. Entah sebagai bawahan, entah sebagai perempuan(yang baru saja menghancurkan hatinya).

Tetapi mau seperti apapun anggapan Alean, Tora memang pantas marah. Setelah berlama-lama menyelidiki kasus memalukan ini, akhirnya ia mendapat hasilnya juga. Pungutan liar yang mencoreng perusahaan keluarganya itu ternyata didalangi oleh manusia-manusia dari kantornya. Mereka berjumlah tiga orang. Yang dua merupakan pegawai tetap, dan satunya lagi anak magang bernama Diffie Elgamal Segara.

Diulangi. Salah satu pelakunya adalah Segara.

Pelanggan yang menjadi korban tidak menaruh curiga saat para pelaku meminta bayaran di muka. Sebab yang mereka tahu, jaringan yang terpasang ke rumah memang harus dibayar. Kecurangan lain yang dilakukan tersangka adalah meretas portal khusus unit deployer. Mereka memanipulasi sistem sehingga data keuangan yang tersaji kelihatan normal.

Karena ulah tersebut dapat dipastikan para pelaku mendapat 'hadiah' dari Tora. Dua pegawainya diberi pemecatan secara tak terhormat. Sedangkan untuk si anak magang, Tora masih ingin melemparkan bola panas pada Alean selaku pembimbing lapangannya. Mungkin karena Tora ingin mendidik sang supervisor, mungkin juga karena alasan lain.

"Sebenarnya apa kerjaan kamu selama ini?!" tanyanya sengit.

Dan seperti tadi juga, Tora selalu menukas penjelasan Alean. Dengan nada tinggi. Dengan kata-kata yang mengiris hati.

"Pokoknya dia harus dapat ganjaran setimpal!"

"Biar saya bicara dulu sama Segara, Pak."

"Nggak perlu!" potong Tora galak. Nadanya masih setinggi tadi. "Akan saya hubungi pihak kampus, dan akan saya pastikan si bajingan ini mendapat sesuatu."

*
*
*

Keputusan telah dibuat. Hukuman sudah jatuh. Dekrit baru saja dimantapkan. 

Segara harus menerima sanksi. Tidak boleh protes, tidak boleh menentang. Memang ganjaran yang diterimanya itu tidak menyeret ke ranah hukum ——sebab pihak perusahaan tak mau dicoreng muka. Masa oleh anak magang saja bisa kecolongan?!—— tapi pertanggungjawabannya itu lebih dari sekadar cambuk. Segara bukan saja diharuskan ganti rugi, ia pun mesti berurusan dengan hukuman kampus. Salah satunya skorsing dua semester ke depan.

Alean tak bisa bebuat banyak untuk mengajukan pembelaan, kalau memang ada yang bisa dibela. Bukti yang menuduhkan Segara tak perlu diragukan. Anak magangnya itu memang terlibat dalam kasus pungutan liar. Beberapa pelanggan yang dijadikan saksi pun mengiyakan ulahnya.

Ada dua perasaan yang mendominasi relung hati Alean saat keputusan itu dijatuhkan. Jengkel sekaligus miris. Ia benar-benar marah pada Segara. Telapak tangannya bahkan nyaris mendarat di pipi lelaki itu kalau saja ia tak ingat sedang berdiri di mana. Alean merasa ditipu! Dikadali! Dikhianati!

TesmakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang