“Nah, coba Ibu lihat bangku pada baris kedua!” Pria berkemeja batik itu mengajak Alean menatap objek yang ia tunjuk. “Kosong, kan?”
Pria berbatik alias guru yang menelpon Alean adalah Pak Randi. Beliau memakai kacamata tebal, berkumis, dan rambutnya punya dua warna. Pak Randi bilang, sudah tiga hari Delvin dan Melvin tidak masuk sekolah. Waktu ditelpon tadi, Alean menolak keras tuduhan tersebut. Tetapi setelah ia memastikan, langsung lemaslah kakinya saat itu juga.
“Saya sangat menyesali perbuatan mereka, Pak.” Alean memasang wajah pasrah.
“Saya memahami perasaan Ibu. Tapi...” Pak Randi menatap lekat-lekat. “Agaknya ini sudah keterlaluan. Kalau Ibu tidak keberatan, saya tahu sebuah yayasan yang mengurus anak nakal seperti mereka.”
“Eh?”
“Barangkali mereka lebih baik dimasukkan ke sana.”
Yang Ibu berikan cuma fasilitas, bukan kasih sayang apalagi perhatian!
Terngiang lagi kata-kata Segara. Aduh, Alean bingung sekali! Guru mereka sudah bicara seperti ini sementara Alean merasa awam——ia belum berusaha optimal meski kesabarannya kian menipis.
“Akan saya bicarakan hal ini pada ayah mereka,” kata Alean.
“Oh, tentu saja! Hal ini memang harus dipikirkan matang-matang.”
Setelah obrolan mereka berakhir, Alean pamit. Ia duduk di dalam mobil sambil memantau jalanan. Ia yakin, Duo Kunyuk akan muncul sebentar lagi.
Dan benar saja, tak sampai lima menit menanti, yang ditunggupun muncul. Mereka datang dari sebuah belokan. Letak kelokan itu hanya beberapa meter dari gedung sekolah. Keduanya berjalan berdampingan sambil berbisik-bisik. Lagak mereka persis seperti maling, celingukan dengan wajah siaga.
Astaga! Alean mengeluh saat keduanya berdiri di depan gerbang. Seperti itulah mereka di tiga hari ini. Berdiri di depan gerbang seakan-akan baru selesai sekolah.
“Alien, tumben nunggunya di sini?”
Alean menoleh ke sumber suara. Dia sudah tak punya gairah, sehingga diabaikannya saja pertanyaan tersebut.
Dasar penipu ulung! gerutu Alean dalam hati. Saat ini dua tuyul sedang berlagak menceritakan kejadian di sekolah. Eddy yang nggak ngerjain PR, Agung yang kebanyakan makan tahu bulat, dan Pak Randi yang menerangkan pelajaran dengan lucu. Astaga naga! Pintar sekali mereka berlakon!
Alean mengusap wajah dengan frustrasi. Energinya seperti disedot lintah. Makin minim, makin kosong. Jika ditanya kapan dirinya merasa gagal, barangkali sekaranglah saatnya.
Hingga malam datang, Alean masih tak bicara dengan mereka. Ia tidak menegur, apalagi melabrak. Kepalanya sudah terlalu pening oleh semua kekacauan ini.
Dan ketika ia membayangkan Sharman, nadi semangatnya semakin lemah. Tidak bergairah. Mahligai pernikahan yang selalu ia impikanpun mendadak gelap gulita.
Sharman pasti sangat sibuk, ia mencoba berbaik sangka. Lelaki itu kerja seharian hingga tak punya waktu untuk mengecek email. Ketika ada jam kosong, ia memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya yang penat. Hmm, mungkin seperti itu keadaan aslinya.
Kemudian, tiba-tiba saja sebersit ide muncul. Alean meraih ponsel di atas meja lalu mencari satu kontak dan mengirimkan pesan;
Segara, saya butuh bantuan kamu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tesmak
Literatura FemininaSetelah hidupnya dipermainkan nasib--di mana ayahnya kabur dan kekasihnya menghamili gadis lain--, Alean kembali digoda oleh suratan takdir. Ia yang hanya seoongok anak jadah diperebutkan LIMA lelaki sekaligus!!! 1. Cinta pertama yang pernah mengk...