#25. kesaksian

2K 115 14
                                    


Aku termenung di bangku sekolah, tak memperhatiakan setiap penjelasan dari bu Siska.

Rakka masih belum terlihat bahkan ujung hidungnya sampai saat ini, padahal kemarin dia sudah terlihat lebih sehat. Selama dia sakit pun aku selalu datang ke apartemennya dengan dijemput Dimas setiap pulang sekolah.

Serius deh kalo dia lagi sakit, dia manjanya kelewatan bocah tetanggaku. Minta dibuatin buburlah, susulah, diambilin remot tvlah, ambilin hpnya lah, di ajak jalan jalanlah, padahal dia jelas jelas masih sakit. Pusing tujuh samudra deh.

Tanpa kusadari suara bel istirahat telah berbunyi, dengan semangat shipuden aku segera berlari ke luar kelas meninggalkan Nabila dan Zara yang terus manggil manggil namaku minta di tungguin.

Aku terus berlari hingga akhirnya sampai di surga untuk murid murid sepertiku, dan tempat itu diberi nama KANTIN. Jeger!!! *suara petir menggelegar. (Jangan digubris -_-)

Konter 5 sudah dipenuhi oleh anak anak penikmat masakan bu Kasus, terutama ketopraknya yang lenggendaris. Tapi hari ini aku sepertinya lagi gak mood makan makanan manis. Jadi aku hanya memesan semangkuk bakso hangat yang disajikan dengan toping complete.

Saat aku hendak menyeruput sesendok kuah kaldu bakso, secangkir es teh ditaruh tepat disamping mangkok baksoku.

"Ini buat neng Risa, dari mas misterius yang lagi duduk disana." Bang Mamet menunjuk ke salah satu siswa yang sedang duduk jauh dari bangkuku berada, yang tak lain adalah salah satu senior cowo.

Senior itu tersenyum padaku sambil tangannya memberi kode, itu es teh buat kamu.

Aku cuma menatap bingung senior itu yang wajahnya tak asing lagi karena seringku lihat dia berada di koridor kelas XI.

Aku tersenyum canggung, lalu memberikan kode makasih ke senoir itu.

Dan saat aku ingin menggigit sebutir bakso, suara toa menggelegar dari arah samping memanggil namaku yang membuatku harus mengurungkan niat itu.

"Apaan sih bil?". Aku menaruh garpu itu berserta baksonya kembali ke mangkuk.

Nabila terlihat sedang mengatur nafasnya"Kak Rakka sama kak Rama..."

"Kenapa?"

"Mereka berantem di aula."

Dalam sekejap pikiranku kosong, sekosong kosongnya pikiran. Aku sungguh gak habis pikir kalau mereka bakal berantem DISEKOLAH, apa mereka sangat saling membenci sampai seperti itu? Memang apa yang membuat mereka seperti itu?

"Risa!" Suara sentakan Nabila membuat semua pikiranku kembali satu per satu, tanpa pikir panjang aku langsung berlari ke aula sekolah, dan hanya ada satu aula di sekolah ini, yaitu di samping taman tempat aku dan Rakka pernah bertemu.

*****

Autor pov.

"Sialan lo Rakka, kenapa lo gak ikut mati aja sekalian sama cewe yang lo gila gilain itu," teriak Rama sambil terus menghujani Rakka dengan tinjuannya.

Rakka yang telah terdesak cuma bisa menerima pukulan itu pasrah, sambil terus membalas setiap perkataan Rama. "Kalo memang itu kemauan lo, kenapa gak bunuh gue aja sekalian pas gue sekarat bego."

"Ok bakal gue bunuh lo disini sebelum lo bener bener nyakitin Risa."

Rakka tertawa hambar. "Segitunya lo cinta sama cewe gue."

"Iya, gue memang cinta banget sama Arisa dan gue bakal ngelakuin apa aja buat ngejauhin lo dari dia."

Rakka kembali tertawa hambar. "Dan gue bisa memakai peluang itu untuk bales dendam sama lo, dan bakal gue buat dia menderita sama kayak gue."

"Brengsek!" Saat Rama kembali ingin menghajar Rakka untuk kesekian kalinya teriakan seseorang memecah kebisingan di aula saat itu.

Semua orang menoleh padanya, pada seorang korban penghianatan.

Risa! Batin Rama, dan dia kini benar benar mati kutu. Tubuhnya tak mau mendengarkannya, bahkan hanya untuk menggerakan seujung jari pun.

Mata Risa sudah mulai mengeluarkan buliran air asin.

Baginya ini lebih menyakitkan dari pada cinta pertamanya di SMP, sangat sakit.

"Kenapa? Kenapa...? Kenapa lo gini sama gue?" Isakkan Risa mulai terdengar jelas ke seisi ruang, wajahnya mulai terlihat merah padam, bukan karena senang dan malu seperti yang dulu dulu melainkan karena rasa sakit yang terlalu berat untuk dihati.

Rama berdiri dan mulai berjalan ke arah Risa, seragamnya sudah gak berbentuk lagi, wajahnya lebam dan ada beberapa darah di wajah, dia benar benar berbeda dengan Rama yang Risa selama ini lihat.

"Ris gue bisa jelasin semua ini."

Risa menggeleng sambil perlahan berjalan mundur. "Gak. Gak ada yang perlu di jelasin."

"Tapi Ris ini gak seperti yang..."

"IYA!" Teriakan Risa benar benar membuat semua diam, tak terkecuali Rakka dan Rama yang diam seribu bahasa.

"Iya gue tau kalo gue cuma sebagai bahan balas dendam diantara kalian, dan gue tau kalo gue cuma sebagai bahan mainan kali, dan gue juga tau kalo gue ini cewe terbodoh yang sangat mudah untuk dihancurkan, IYA GUE TAU." Tanpa berkata apa apa lagi Risa langsung pergi meninggalkan semua orang di aula, yang dia yakini pasti akan menggunjingkan dirinya mulai saat ini.

Rama menatap tajam ke arah kerumunan termasuk Rakka yang sedang tergeletak tak berdaya di lantai. "Gue bersumpah bakal ngehancurin siapa pun yang berani sakitin Arisa Ameliya Putri, siapa pun."

Rakka hanya diam, bukan takut karena ancaman Rama melainkan dia merasa disisi hatinya ada sesuatu yang berdenyut sakit saat dia melihat kesedihan Risa.

Selama ini dia selalu berfikir kalau hanya Rikka lah yang dapat menembus benteng besi dihatinya, tapi dia salah besar. Sangat salah besar.

TBC....

Time For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang