#29. dua pilihan, satu jawaban

1.8K 110 5
                                    

Dua kata untuk medifisikan perasaanku saat ini. Kacau dan balau.

Dimana kini Rama duduk tepat dihadapanku hanya dengan berbataskan meja makan yang lebarnya paling cuma 80cm.

Dan kekagetanku bertambah disaat aku tahu bahwa teman ayah, Om Putra, adalah ayah dari Rama atau lebih tepatnya ayah tirinya.

Mata Om Putra menatapku tajam seperti elang mengintai mangsanya, serius deh bikin risih. "Jadi kalian sudah saling kenal?" Tanya Om Putra masih dengan mata elangnya.

Aku cuma mengangguk canggung. "Iya Om."

Om Putra cuma beroh lalu berpaling menatap Rama. "Rama kenapa kamu gak pernah bilang kalo kamu udah kenal Risa."

"Kan aku juga baru tau Risa itu anak Om Adam," jawab Rama dengan mata yang kini menatapku.

Aku cuma bisa senyum canggung dengan mereka. Gak tau kenapa, tapi rasanya kalo mau ngomong itu suaranya kayak macet di kerongkongan, kagak mau keluar.

Acara makan malam berjalan lancar, walau ada beberapa yang agak kacau, dikit doang kok.

"Om boleh Rama pinjem dulu gak Risanya," tanya Rama sambil berdiri sedangkan aku menatapnya kaget.

Pinjem?

"Mau kemana?" Dadi tanya balik.

"Gak jauh kok Om, cuma halaman depan aja."

Dadi terlihat berfikir sejenak, lalu mengijinkannya.
Rama langsung menarik tanganku, memintaku untuk mengikutinya dari belakang.

Kami duduk di bangku taman yang ditaruh tepat di bawah pohon jambu air yang sudah masak.

Sesaat keadaan ini mengingatkanku dimana aku dan Rakka duduk di taman ibunya beberapa saat yang lalu.

"Ris." Panggil Rama tanpa menoleh padaku, matanya fokus melihat jalanan sepi depan rumah.

"Iya?" Mataku juga ikut fokus ke arah depan rumah.

"Lo mau gak jadi pacar gue?"

Dalam sedetik kepalaku langsung menoleh padanya, rasanya suasana hening tadi langsung terpecah belah. Walau aslinya memang sepi, mungkin hatiku yang rame.

Aku tau dia menyukaiku, tapi gak sampe ke pikiran dia bakal nembak aku gini.

"Lo mau gak jadi pacar gue?" Tanyanya lagi, tapi kali ini dia menatapku.

Aku cuma bisa membisu, suaraku kembali macet di kerongkongan.

"A-aku..."

Rama menatapku serius, walau ada sedikit raut mata memelas. Gak tau kenapa dia menujukan ekspresi seperti itu.

"A-aku gak bisa." Hanya itu yang kuucapkan, gak tau kata kata itu bisa keluar dengan mudah dari mana. "Aku masih suka Rakka," sambungku walau suaranya hampir tak terdengar.

Rama cuma menghela nafas sambil tersenyum pahit. "Gue udah tau jawabannya."

Kalo udah tau ngapain nanya.

"Gue tau Rakka itu brengsek, sok, mental korban, dan aneh. Tapi gue yakin dia bakal bisa bikin lo suka ke dia."

Aku cuma diam.

"Ris, lo taukan kalo gue suka lo?"

Aku cuma mengangguk. Malu kalo harus bilang "iya" atau semacamnya. Serasa ge-er.

"Itu karena lo mirip Rika."

Hah? Maksut?

"Bedanya lo itu lebih istimewa," diam sedetik, "lo lebih bisa ngungkapin perasaan lo, pendapat lo, dan lo terlihat lebih hidup."

Aku masih belum paham akan apa yang dia ucapkan. Mungkin otak ini lagi susah menceran sesuatu dikarenakan terlalu banyak cobaan dan drama di kehidupanku saat ini.

"Gue gak tau Rakka suka lo karena apa saat ini, tapi gue yakin awal dia deketin lo cuma buat bales dendam ke guekan?."

Ding, dong, anda sangat benar. Dan anda mendapatkan tiga buah piring cantik yang disponsori oleh sabun cuci piring 'mama jeruk nipis'. (Jangan digubris, ok)

Rama menghela nafas lagi, tapi kali ini lebih berat. "Ris, kalo lo udah cape sama Rakka, gue selalu ada buat lo."

Lalu Rama berdiri, berjalan kembali ke dalam rumah, ikut nimbrung obrolan bapak bapak.

Aku masih bengong, duduk manis di bangku tadi. Kok gue biasa ya nolak Rama dengan alasan konyol gitu? Apa gue udah gila? Jangan jangan gue mashocist? Waaa, masa bodo. Gue cape.

Aku berjalan masuk kembali ke dalam rumah, langsung masuk ke kamar. Gak mempedulikan para bapak yang ngobrolin entah apaan, tapi samar samar terdengar mereka sedang membicarakan Rakka untuk beberapa detik saja, lalu kembali membicarakan bisnis dan pekerjaan mereka.

Rak, lo dimana? Gue tau gue gila kalo mengucapkan kalimat ini. Tapi gue kangen lo sekarang.

.
.
.
.
.

TBC...

-------------------------
---------------------------------

Hai readers!

Sorry ya lama updatenya, hehehe.

Sebenernya ini part udah lama selesai, tapi gak sreg aja kalo di publis.

Tapi karena otak saya lagi buntu. Jadi saya up aja dari pada enggak.

Tapi sorry ya.

Oh iya saya mau tanya pendapat kalian tentang Time For You.

Ceritanya ini gajekah? Jelekkah? Gak nyambungkah? Pasarankah? Atau ok? Pokonya kasih tau time for you menurut kalian. Dan kalo ada yang kurang saya jadi bisa memperbaikinya. Ok, please ya, yayaya!

Ok segitu aja note dariku di part ini.

Dan see you next part^^

Time For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang