#38. jalur yang berkelok

1.7K 95 13
                                    


Rakka lo datang di saat yang tepat.

Tanpa permisi atau acara basa basi, Rakka langsung menghampiri Putra dengan tatapan super dinginnya. Putra cuma tersenyum melihat kedatangan putranya yang secara tiba tiba.

"Mau apa anda kesini?" Tanya Rakka to the poin dengan nadanya terdengar penuh kebencian, tapi Putra terlihat sudah biasa akan hal itu, bahkan dia tersenyum kecil.

"Memang apa salahnya Ayahmu kemari, lagi pula Ayah juga sedang berkunjung ke teman almarhumah ibumu, tante Hani," jawabnya santai sesantai di pantai, membuat urat Rakka makin menegang.

"Kalo memang cuma berkunjung, kenapa pake manggil manggil Risa? Apa anda pikir saya gak tau apa kalo..."

"Apa yang kamu tau Rakka?" Potong Putra, di bibirnya tak lagi tergurat senyum setipis apa pun. Hanya ada tampang penyesalan dan... entahlah.

Rakka cuma dia bergeming, dia seperti kalah telak oleh pertanyaan Putra. Otaknya benar benar seperti lupa cara menjawab, atau lebih tepatnya memang tak bisa menjawab.

"Ayah!?" Pekik seseorang yang secara tiba tiba menerobos masuk ke ruangan. Yang tak lain Rama sendiri, dan kini berdiri tepat tak jauh dari punggu Rakka.

"Kenapa lo kesini?" Tanya Rakka karena merasa terganggu akan kedatangan Rama.

"Gue ke sini cuma mau ikut nimbrung masalah yang memang harus kita selesaikan," jawabnya mantap.

Risa yang berinisiatif pergi keluar, langsung di halangi Rakka dengan cara menggenggam tangannya kuat.

"Tetep di sini," bisik Rakka. Risa cuma mengiyakan, terlalu aneh kalau dia menolak.

Dikuncinya pintu ruang kepsek, menghindari masalah ini sampai terdengar keluar.

Risa cuma bisa tutup mulut. Nyesel gue ke sini. Mendingan gue nyabutin rumput dari pada jadi nyamuk.

Semua kembali diam, sunyi dan mencengkam.

"Baiklah, kita selesaikan apa yang harus kita selesaikan," ucap Putra memecah keheningan, lalu meminta mereka bertiga duduk di bangku sofa.

Rama duduk di sebelah Putra, dan Rakka Risa duduk di bangku sebrang mereka.

"Jadi kesalah pahaman apa yang mesti keluarga kita luruskan Rakka?" Putra memulai permainan dengan bertanya kepada Rakka.

"Kenapa Ayah menghianati Bunda?" Jelas itu yang pertama Rakma tanyakan, apa lagi itu masalah pertama yang membuat Rakka mengerti akan rasa benci dan terhianati.

Putra tersenyum tipis, ada sedikit rasa senang saat Rakka menyebutnya 'Ayah'. "Karena Ayah memang mencintai Fira walau Ayah tau Ayah telah memiliki Ibumu."

Deg!?

Denyutan kencang menjalar ke seluruh tubuh Rakka, membuatnya bergeming beberapa saat dengan isi kepala penuh dengan rasa benci dan terkhianat.

Sebuah pengakuan yang semestinya Rakka tak dengar, atau lebih tepatnya tak ingin di dengarnya.

"Ayah tau jelas kalau Ayah telah menghianati keluarga kita sejak lama, tapi ini lah pilihan Ayah Rakka, Ayah benar benar minta maaf."

Semua hening, tak ada yang berkomentar, terutama Risa yang semetinya keluar sesegera mungkin, tak enak mendengarkan aib keluarga lain. Tapi tangan Rakka terus menggenggamnya kuat seolah Rakka bersandar padanya.

Tak lama Rakka berdiri dengan tangannya yang masih mengait di tangan Risa. "Ayo pergi Ris, berasa bego gue di sini."

Tanpa permisi Rakka langsung melesat pergi dengan Risa yang berjalan di belakangnya.

*****

"Are you ok? " Tanya Risa saat mereka sampai di kelas Rakka.

Rakka cuma berdehem tak peduli.

Risa menghela pasrah. "Gue paham masalah lo, gue juga paham perasaan lo tapi jangan gitu juga sama bokap lo. Kasian gue liatnya."

"Biarin aja, salah sendiri bikin gue sakit hati," ucap Rakka ceplas ceplos, tanpa memperdulikan orang orang sekitar.

"Ish lo mah, kan gue juga jadi gak enakan sama bokap lo."

Rakka tak menjawab, apa lagi menoleh pada Risa.

Risa yang mulai kesal akan sifat kekanakan Rakka langsung melesatkan pukulannya tepat di atas kepala Rakka.

"Aw, sakit Ris, lo napa sih?" Tangan Rakka mengelus pelan di atas kepalanya yang terasa cukup sakit.

"Lo itu childish tau gak, kesel gue liatnya, padahal jelas bokap lo udah minta maaf sama lo, udah ngejawab jujur pertanyaan lo, dan lo masih gini aja. Di liat dari mana pun bukan cuma bokap lo yang salah, tapi lo nya juga." Dengan perasaan kesal yang menggembu gembu Risa langsung pergi meninggalkan Rakka yang cuma diam, menceran penjelas panjang × lebar Risa (?).

*****

Putra melangkahkan kakinya ke arah mobil sedan berwarna silver yang terparkir di parkiran khusus tamu.

"Om Putra." Seseorang memanggilnya dan mengalihkan perhatiannya pada kunci mobil yang hampir dia putar.

"Risa,"
"Ada apa ya?" Tanya Putra saat Risa kini benar benar sudah berdiri di sampingnya.

"I-itu..." mulut Risa terlihat ragu ragu mengucapkan kalimat yang sedari tadi ingin di ucaapkannya.

"Ada apa ya?" Putra mengulangi pertanyaannya.

Risa menggaruk sikutnya yang tak gatal. "Om...Putra ada waktu gak? Ada yang ingin Risa bicarakan dengan Om."

Dengan sedikit menimbang nimbang ajakan Risa, beberapa saat dia melihat ke arah jam kulit yang melingkar di pergelangan tangannya, Putra akhirnya menjawab, "ayo."
.
.

.
.
.

TBC...
--------------------------------

----------------------------------------

Hai Readers?
Sorry aku baru nongol setelah berhari hari gak up date. Huhuhu, maaf nyaw :'''(

sama sorry karena part ini gaje bin pendek bingitz. Oh iya sama typo yang selalu bertebaran di seluruh part TFY.

Sekali lagi maaf karena sudah mengecewakan semua readers, yang lama atau pun yang baru.

Tetep tunggu lanjutan TFY ya, ya, ya, yaaaaaaaaa. Plissssssssss. Alay bet dah -_-

Pesan khusus untuk kalian :

See you next part^^

Time For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang