#40. Proses...25%

1.5K 79 6
                                    

Sekarang jarum pendek telah melesat menunjuk angka delapan, langit sudah telihat mulai gelap tapi suara hiruk pikuk ibu kota masih jelas terdengar.

Risa turun dari jok belakang motor Rama dengan perlahan saat dia tau dia telah sampai di depan pagar rumahnya. Rama mematikan mesinnya, lalu langsung duduk menghadap ke arah Risa yang tepat berdiri di sampingnya.

"Ris, lo serius? Apa lo gak tau akibatnya?" Tanya Rama serius dengan raut wajah khawatir.

Risa mengangguk, lalu menyunggingkan bibirnya sedikit. "Gue serius Ram, malah kayaknya gue gak pernah seserius ini."

Rama tak menjawab hanya ada rasa khawatir, gelisah dan takut. Bukan tanpa sebab Rama begitu, tapi karena keputusan Risa yang telah dia buat tiga puluh menit yang lalu.

Risa memandang sekilas wajah Rama. "Ram gak usah sok khawatir deh, gue bakal baik baik aja bahkan mungkin bisa lebih baik,"

Rama kembali diam, dia tak bisa sama sekali menghentikan keputusan Risa walah sedetik saja, dan yang bisa dia lakukan hanya menunggu dan berdoa, berharap Risa membatalkan keputusannya.

Entah dorongan apa yang datang pada Rama sehingga dalam hitungan detik sudah memeluk Risa dengan posesif.

Risa yang cukup terkejut cuma bisa bungkam dan membiarkan waktu yang memisahkan mereka. Sekitar beberapa detik sudah berlalu dan Rama melepaskan pelukannya.

Tanpa mengucapkan apa apa lagi Rama langsung menyalakan mesin motornya dan melesat pergi meninggalkan Risa yang cuma diam membisu.

Ada yang bilang cara membuat kita bahagia adalah dengan melihat orang tersayang kita bahagia, tapi kenapa gue malah gak bisa merasakan kebahagaian itu, yang ada malah hanya rasa sakit dan nafsu untuk memiliki.

*****

Risa mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk putih kecil, lalu langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Di ambilnya hp yang berada di atas meja, lalu dengan jelas dilihatnya notif line dari Rakka.

Rakka : Ris, besok gue jemput lo ya?

Risa terlihat menimbang nimbang ajakan Rakka. Wajar Rakka bertanya akan hal itu karena hampir lima hari terakhir Risa selalu menolak ajakannya.

Risa : ok, tapi pas pulang sekolah anterin gue rumah bunda ya.

Tak perlu menunggu lama, sebuah notif baru masuk dengan nama Rakka terpampang di sana.

Rakka : oh, ok. Btw lo tadi pulang sama siapa?

Risa : sama temen.

Rakka : serius?

Risa : lo gak percaya?

Rakka : percaya, tapi lo pulang sama siapa?

Risa : sama temen.

Rakka : iya, gue tau lo bareng temen. Tapi siapa namanya?

Risa : lo napa sih? Kl gw blng plng brng tmn, y brt gw plng brng tmn (*kalo gue bilang pulang bareng temen, ya berarti gue pulang bareng temen.)

Rakka : ris, gue kan cuma nanya.

Risa : masa bodo, gw cape.

Langsung di lemparnya asal hpnya di atas kasur setelah mengganti mode hpnya menjadi silent.

Risa memandang kosong langit langit kamar, dengan harapan semua yang terjadi hanyalah mimpi belaka. Dimulai dari pertemuannya dengan Rakka dan kedekatannya dengan Rama,karena kalau hal itu menghilang dia tidak akan pernah harus memilih hal tadi. Diusap matanya kasar saat disadar matanya mulai berair.

"Maaf Rak, maaf, gue gak maksut gini tapi gue...Rama..." dan benar saja bendungan yang sedari tadi dia tahan akhirnya benar benar pecah, membuat butiran air asin melesat mulus melewati pipinya.

Dengan cepat Risa berlari ke wastafel kamar mandi, membasuh mukanya dengan air, lalu menatap kosong dirinya yang terpantul di cermin. Dengan tatapan lelah dan kecewa.

Gak papa Ris, gak papa, lo pasti bisa. Karena lo udah memutuskan semuanya, dan sekarang lo tinggal tanggung sisanya.

.
.
.
.
.
TBC...

------------------------------
------------------------------------------

Maaf ye pendek, Hehehe.
Kayaknya jalur ceritanya mulai keliatan ya...
Bantu votem ya! See you next part^^

Time For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang