#33. penguntit utusan devil

1.7K 92 8
                                    


"Alasan ya..." bibirnya kembali tersenyum, "kalo di bilang gue cinta sama lo sampe sampe gue pengen pacaran sama lo kayaknya gak deh, tapi kalo gue cinta sama lo sampe sampe pengen bawa lo ke KUA itu... mungkin."

Blush!?

Ku gelengkan kepalaku cepat, berharap kalimat itu segera menghilang dalam memori kepalaku. Seperti lirik...

Hilangkan lah ingatanku,

Hapuskan tentang dia...

Hapuskan memori kaliamtnya.

Eh ralat, harusnya, hapuskan memori kutentangnya.
Yah, pokoknya gitu...

Oh iya, kalo kalian tanya aku kini dimana, jawabannya adalah dikoridor depan kelas dengan kedua tanganku yang mencubit kedua telinga.

Dan ini semua gara gara si Rakka yang main seenaknya narik aku ke UKS tanpa mengantarku kembali kekelas, alhasil aku di hukum Pak Manto saat baru beberapa langkah menginjakan kaki di kelas. Belum lagi dengan tawa cekikikan Zara dan Nabila tadi, pengen aku jejelin Cabe setan rasanya.

Waktu terua berjalan, sampai akhirnya bel istirahat berbunyi, dan dengan semangat kekantinan aku langsung berlari ke kantin tanpa permisi dahulu ke Pak Manto, terserah dia mau tambah marah atau kepalanya keluar api sekali pun, yang utama sekarang adalah masalah perut.

*****

"Pakde, mi ayam satu." Pintaku saat sampai di depan konter Pakde Jono dengan nafas yang menderu deru. Tadi sempet lari pas hampir ketemu Pak Manto di koridor kelasku.

Tak perlu menunggu lama semangkuk mi ayam hangat complete  kini ada dihadapanku, ku sodorkan uang Rp.10.000 ke pakde Jono, lalu langsung membawa mi tersebut ke salah satu meja panjang yang tak jauh dari konter.

Dengan perlahan tapi pasti, ku hirup aroma khas mi ayam Pakde Jono. Gurih, hangat dan tentunya pastilah nikmat, ditambah tadi habis dapet hukuman berdiri di depan kelas, dijamin dapat mengaktifkan mode rakus di perutku.

Srup...

Enak banget... batinku bersorak gembira. Setelah sekian lama mengurung diri di rumah, akhrinya aku dapat merasakan salah satu jajanan kantin yang melegendaris dari jaman ke jaman. Ea... lah bahasanya mba.

Bruk! Seseorang kini duduk tepat di sampingku, yang kujamin dia bergender laki laki/ pria/ cowo/ man. Pokoknya yang seragamnya pake celana.

Aku melirik sedikit ke arah orang itu, memastikan aku kenal atau enggak, dan... oh my god, dia Rama. Tapi kok tatapannya sendu gitu ya, bahkan gak melirikku.

"Ris!" Panggilnya tanpa menoleh ke arahku. Aku sedikit terkejut hingga hampir membuat kuah yang baru beberapa detik ku seruput hampir keluar.

Segera kulap area mulutku yang sedikit berantakan. "A-apa?"

"Jangan menghadap gue, tetep fokus makan." Wajahnya masih tak menoleh padaku, sedangkan matanya melirik kesana sini seperti mencari sesuatu.

"Kita ngomong pelan pelan aja, malah kalo bisa jangan kayak orang ngobrol, ok!"

Aku mengangguk kecil.

"Lo pernah merasa kayak di kuntit orang gak?"

"Enggak." Emang siapa sih yang berani ngintilin Risa si preman yang doyan gebukin orang.

Tiba tiba wajah Rama tersenyum kecut. "Hebat juga suruhan si devil."

Aku langgusng bergidik ngeri, serius? selama ini ada yang ngintilin aku? suruhannya iblis lagi, artinya devil ibliskan?

"Emang sapa yang nguntit?" Tanyaku dengan suara yang hampir tak terdengar.

"Dimas."

Deg!?

Beberapa saat detakku berhenti sesaat, lalu mulai berpacu cepat, mulutku terkatup rapat, mataku membulat sempurna.

Orang yang beberapa saat yang lalu ku temui, bahkan ku anggap sebagai orang baik baik yang menyenangkan langsung digantikan dengan tanda tanya.

Bukannya itu kenalannya Rakka?
Terus apa maksutnya dia ngintilin gue?
Apa Rakka termasuk?

"...sa!"

"...isa!"

"Risa!!"

"Ah, iya?" Aku langsung tersadar kembali, keluar dalam lamunanku yang penuh dengan desakan tanda tanya.

"Kamu kenapa?"

"Eh...g-gak papa kok," dustaku, jelas jelas kalau aku kini gak baik baik saja. "Dimas bukannya kenalannya Rakka ya?"

"Eh? Tau dari mana?" Rama terlihat terkejut.

"Beberapa minggu yang lalu gue kenalan sama dia," jawabku singat, padat dan jelas. Males kalo harus jelasin semua kejadian aku kenal Dimas dari awal.

Gak lama dia berdiri, sepertinya dia hendak pergi, tapi sebelum dia benar benar meninggalkanku dia berkata, "Ris, lo lebih baik berhati hati dengan devil, dan gue harap lo..."

Kalimatnya menggantung kayak jemuran basah, dan aku masih setia menunggu jemuran itu kering.

"Lupain aja kata kata yang terakhir."

Lah? Digantung beneran nih? Cape dah gue.

Kini dia bener bener pergi, meninggalkanku di kantin beserta mi ayamku yang mulai mendingin...

Hah! Mi ayam!!!

Langsung ku babat habis mi ayam yang terlihat mulai mekar dan kuahnya menyusut. Oh mi ayamku yang nikmat tadi meninggalakanku karena merasa di cuekin kali ya? Iyain aja.

Selama makan aku terus memikirkan si devil yang dimaksut Rama. Apa maksutnya itu Rakka ya? Tapi bukannya Rakka bilang Rama itu licik? Hwaaa, aku benar benar pusing dengan yang terjadi hari ini, baru masuk sekolah kok udah bikin setres duluan sih.

Tapi aku mendapat kesimpulan dari hari ini, bahwa tak ada seorang cowo yang tak memiliki udang di balik tepung bakwa.
.
.
.
.
.

TBC...

-------------------------------------------
-----------------------------------------------------

Hai para readersku tercayang. Muah... muah...* cepika cepiki.

Gimana kabarnya baikkan?

Hehehe, maaf ya karena lama bingitz up datenya, agak ngaret banget nih jari buat ngetik.

Tapi karena dukungan dari kalian, aku langsung semangat lagi. Thanks you semua^^

Ehem...ehem... gimana udah lumayan panjang belum?
Sorty ya kalo gak bisa bikin yang panjang kayak lapak lapak yang laen. Maaf!

Tapi ini udah lebih sedikit dari 700 kata loh. Kalo mau yang lebih panjang itu sesuatu yang agak sedikit susah aku kabulin, maaf ya...

Ok segitu aja note aku di part ini... jangan lupa votmen cerita ini ya...

See you next part^^

Time For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang