Hari ini sekolah seperti biasa. Tidak ada yang spesial bagiku. Hanya saja, kejadian kemarin membuat jantungku berdegup kencang saat ku langkahkan kakiku ke sekolah. Bagus. Nama itu terngiang dalam pikiranku. Mulai sekarang aku harus belajar menyukainya atau bahkan mencintainya. Rifan, it's time to say goodbye, i think. I will forget about loving you. And i will try to love someone who love me.
Ponselku bergetar. Ada pesan masuk, dari Bagus. Aku tersenyum tipis saat membukanya. Tanpa sadar, Dina dan Celine memandangku aneh.
"Pagi-pagi udah senyum senyum, mau gue anter ke rumah sakit ga, mumpung RSJ ada ruangan kosong katanya." gurau Celine yang dibalas dengan gelak tawanya Dina.
"Ga akan cerita nih ?" tawar Dina dengan mengangkat alis dan tersenyum jahil ke arahku. Aku menatapnya masih dengan senyum diwajahku.
"Duduk sini, gue ceritain." pinta ku pada mereka. Mereka pun duduk, dan aku ceritakan pada mereka, kalau Bagus menyimpan rasa padaku. Soal alasan mengapa aku mencoba untuk suka juga padanya, tentu saja tidak aku ceritakan pada mereka. Belum saatnya, aku masih ingin bersahabat dengannya. Aku tidak ingin kehilangan mereka. Mungkin saja rahasia ini akan terus ku simpan sampai kami tua nanti.
Mereka tertawa, meledek dan teriak-teriak senang mendengar ceritaku. Suasana kelas jadi ramai gara-gara mereka. Untung saja Bu Ratna sedang ada keperluan, kalau tidak habis mereka. Rifan yang sedang duduk pun terlihat kepo apa yang sedang kami bicarakan. Terlihat dari matanya yang beberapa kali melirik ke arah kami. Aku tau sebenarnya dia ingin tau, tapi gengsi. Maklumlah, dia cowok cool. Jaga image.
---
Rifan POV
Aku melihatnya sedang berbicara dengan Celine dan Dina. Sebenarnya aku ingin tau apa yang mereka bicarakan, tapi aku gengsi untuk sekedar bertanya kenapa. Aku diam sebentar, untuk mendengar mereka bicara tentang apa. Menguping sedikit mungkin tak apa.
"Bagus suka sama gue."
Bagus, suka sama Felly ?. Tidak salah lagi, aku sudah berfirasat dari awal. Tapi aku harus bisa mencegahnya. Aku sahabatnya, aku harus menjaga Felly bagaimana pun juga. Dia belum tau semuanya. Terutama tentang Bagus.
Masalah baru sudah muncul lagi. Urusanku dengan Faldi pun belum selesai. Bahkan hari ini Faldi memintaku bertemu dengannya di bangunan kosong dekat sini. Aku tau alasanya dia mengajakku ke tempat itu. Dia bilang ingin membicarakan tentang Felly secara baik-baik, tapi kurasa hal itu tak mungkin terjadi. Kalian pasti tau, jika dua orang cowok bertemu karena ada permasalahan, tidak mungkin rasanya jika dibicarakan baik-baik. Kurasa kalian tau.
Teng...Teng...Teng...
Bel istirahat kedua telah berbunyi. Aku segera pergi ke kantin. Istirahat sejenak dari semua masalah yang tengah aku pikirkan. Jika aku harus jujur aku lelah, tapi aku lelaki, aku harus kuat. Terlebih lagi aku harus terlihat kuat depan mereka, depan teman-temanku, musuhku, guru-guru dan dia. Ya, terutama depan Felly. Aku tidak ingin membuatnya khawatir, karena aku tau dia mudah sekali menangis. Dia mudah sekali khawatir. Sebagai sahabat yang baik, kau harus saling peduli bukan ?
"Fel," tegurku.
"Kenapa Fan ?"
"Lo pulang bareng gue ga ?"
"Sorry Fan, gue pulang bareng Bagus."
Tadinya aku mau mengatarnya pulang terlebih dahulu, sambil menjelaskan perihal Bagus, tapi ya sudahlah. Mau bagaimana lagi. Aku tidak berhak mengatur-ngatur hidupnya. Dia bukan anak kecil lagi yang harus ku atur-atur. Tapi, aku akan selalu menjadi pelindungnya. Itulah gunanya sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best friend ?
Teen FictionBenar apa kata kebanyakan orang diluar sana. Tidak ada persahabatan murni yang terjalin antara pria dan wanita. Perasaan lebih akan muncul saat keduanya sudah nyaman satu sama lain. Kini hal itu terjawab sudah. Aku merasakannya. Ini tidak mudah dan...