16♚

2.2K 105 1
                                    

Teng...Teng...Teng...

Bel berbunyi disusul dengan suara teriakan bahagia dari seluruh siswa. Ujian telah berakhir hari ini. Wajah-wajah bahagia dengan senyum secerah mentari pagi terpampang diwajah seluruh siswa.

"Akhirnya, bisa main GTA lagi gue!!" ucap Riki, kami tertawa serempak mendengernya. "Lo mah GTA mulu yang dipikirin, makanya jomblo dah sampe sekarang!!" ucap Dimas.

"Ga usah mikirin pacar dulu, jodoh udah Allah yang ngatur." ucap Riki.

"Uhuy!!" ucap kami serempak.

Aku membereskan semua alat tulis yang berserakan di meja dan memasukkannya ke dalam tas. Kebersamaan kelas yang begitu kuat seperti ini membuat kami nyaman berada disini walaupun sampai malam, jika itu bersama, kami sanggup dan rela.

"Fel, ada yang mau gue omongin sama lo." ucap Rifan, suaranya pelan sekali. Jika aku tidak memperhatikan juga gerak mulutnya, mungkin aku tidak akan mengerti.

"Omongin aja kali." ucapku tak kalah pelan.

"Jangan disini, kita ke café aja yu."

"Oke, tapi gue mau bilang dulu ke Bagus," ucapku, ia menganggukkan kepalanya. "Lo nanti tunggu aja di gerbang depan, nanti gue kesana." sambungku. Aku segera berbalik dan jalan mencari Bagus. Mencari ke kelasnya, ternyata dia tidak ada. Akhirnya, aku mencoba mencarinya ke kantin.

Ketemu!!

Ia sedang duduk sendiri di kursi pojok sambil memainkan ponselnya. Jail sedikit mungkin tak apa. Aku berlajan pelan menuju kursinya. Ia terlalu serius sampai tak sadar aku sudah ada di belakangnya. Ku urungkan niatku ingin mengagetkannya. Aku melihat dia sedang chatting dengan Jenny. Membaca sekilas, sampai-

"Kaget ogeb, gue kira setan!!" ucapnya. Memang benar dia kaget melihatku yang sudah ada di belakangnya. Buktinya, saat dia melihatku tadi, ia agak terlonjak.

"Sejak kapan lo disini ?" sambungnya.

"Sejak negara api menyerang," ucapku sambil mendudukkan diri disebelahnya. "Gue ga bisa pulang bareng lo." sambungku.

"Mau kemana emang ?" tanyanya.

"Mau ke café. "

"Sama ?" tanyanya, lagi. "Rifan." jawabku tak sungkan-sungkan. Ia mengangguk paham.

"Gue juga ga bisa nganter lo pulang hari ini Fel." ucapnya.

"Mau kemana lo ? sok sibuk!!"

"Gue mah emang sibuk orangnya," ucapnya. "Gue mau ada perlu sama papa gue." sambungnya.

"Syukur deh gue ngasih tau lo, kalo engga pulang sendiri gue."

"Celine sama Dina kemana emang ?"

"Udah duluan," ucapku. "Gue duluan ya, takutnya Rifan udah nungguin." sambungku. Aku melambaikan tanganku kepadanya, tapi aku melupakan sesuatu. Aku berbalik ke arahnya, ia menatapku bingung.

"Kenapa lagi ? ada yang ketinggalan ?"

"Gak apa-apa kan gue pergi bareng Rifan ?" tanyaku, ia tersenyum dan berdiri dari duduknya. Mendekatiku dan mengelus pelan surai hitamku. Beruntung kantin sudah sepi, kalau tidak bisa ramai disini melihatku dengan Bagus seperti ini.

"Gak apa-apa kali, gue ga berhak ngekang lo. Gue cuma sebatas pacar dan ga berhak buat ngatur-ngatur lo semau gue. Tugas gue ngelindungin lo," ucapnya, aku tersenyum mendengarnya. "Udah sana, nanti Rifan nungguin." ucapnya.

"Yah padahal lagi romantis gini malah disuruh pergi." candaku, ia tertawa pelan, aku juga. "Yaudah deh, dadah." ucapku seraya melambaikan tanganku.

Best friend ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang