"Assalamualaikum." ujarku sambil membuka pintu.
"Wa'alaikumsa- Astagfirullah, Felly!!" Itu Mama yang berteriak.
"Mama udah sering bilang, kalo hujan itu neduh bukan diterobos, sayang." ujarnya dengan sedikit penekanan, aku hanya tertunduk. Sepertinya, air yang menetes dari rok yang aku pakai lebih baik untuk dipandang. Aku tidak punya cukup nyali untuk menatap manik kembar Mama.
"Felly Thaliyya Azzhar, liat Mama!!" Ia berbicara serius sekarang, aku berpikir sejenak sebelum mengangkat wajahku dan menatapnya sendu. Mataku masih sembab setelah menangis tadi, maka dari itu aku tidak berani menatapnya.
Ia mendengus pelan dan memijat pelipisnya, "Pusing, Mama lama-lama." ucapnya sambil memejamkan mata.
"Masuk ke kamar, mandi terus ganti baju, nanti Mama buatin teh panas." Aku mengangguk lalu berjalan menuju kamar.
Aku yakin, setelah ini akan dibuka sesi Q&A atau satu jam lebih dekat bersama Felly. Tunggu saja.
---
Seperti biasa, udara dinginnya malam tidak mengusik keheningan dalam kamarku, bahkan keheningan dalam diriku. Langit mendung, biasanya bintang-bintang indah itu akan menyinari langit malam. Tapi sekarang tidak, mungkin langit masih merasakan apa yang aku rasakan.
Aku mendengar suara pintu kayu yang diketuk oleh seseorang, "Masuk aja Ma, ga di kunci." ujarku agak berteriak.
Mama masuk seraya membawa dua gelas teh panas yang masih mengepulkan asap itu, menaruhnya diatas meja dan duduk dikursi sebelahku.
"You want to say something ? pasti ada yang ga beres. Mama tau." ujarnya.
"So tau ih, kepo deh ah." ledekku.
Ia tersenyum mendengar candaanku, "Bagus, Ma." ucapku lirih, angin yang berhembus menambah suasana semakin terlihat dramatis sekali, "Dia...dia..." tuturku antara yakin dan tidak untuk membeberkannya.
"Just say it."
"Janji ga akan marah ?" tanyaku meyakinkan, "Janji." ucapnya mantap.
Aku menghela napas sebelum kembali bercerita, "Ini cuma rekayasa, Ma, akting." Kalimat itu akhirnya terlontar dari bibirku, kini sesak dan perih itu muncul lagi.
Ia menelengkan kepalanya, "Maksudnya ?" tanyanya.
"He said that he loves me, but actually dia ga cinta sama aku." Kini air mata itu kembali jatuh untuk masalah yang sama dan orang yang sama. Aku menghapus liquid itu menggunakan lengan sweater yang aku gunakan.
Untuk yang kesekian kalinya aku menghela napas, lalu kembali bercerita, "Jenny, yang ngerencanainnya. Dia dalangnya. Jenny suka sama Rifan, dia ga suka liat aku deket Rifan. Jadi dia nyuruh Bagus buat jadi pacar aku biar dia bisa deketin Rifan dan biar aku jauh dari Rifan.
Tapi, kenapa harus selama ini ? satu tahun, Ma. Semuanya aku lewatin bareng dia, ketawa bareng, jail bareng, susah bareng.Emang aku salah nyaman sama dia ? dia udah ada buat aku satu tahun ini dan ternyata, ini cuma akal-akalan Jenny. Apa ga ada cara lain yang ga harus ngerusak batin kaya gini ? cape, Ma. Aku jadi keliatan kaya orang lemah, aku jadi keliatan kaya ga pernah bahagia." jelasku, aku tidak bisa berhenti menitikan air mataku, ini terlalu perih. Saat aku menemukan bahagiaku, lalu dihancurkan oleh suatu kebohongan besar yang telah tersimpan aman selama satu tahun ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best friend ?
Teen FictionBenar apa kata kebanyakan orang diluar sana. Tidak ada persahabatan murni yang terjalin antara pria dan wanita. Perasaan lebih akan muncul saat keduanya sudah nyaman satu sama lain. Kini hal itu terjawab sudah. Aku merasakannya. Ini tidak mudah dan...