Ini begitu menyakitkan sekaligus membingungkan. Kadang aku bertanya pada diriku sendiri, apa aku bisa melepas Rifan, apa aku bisa menerima Bagus dengan lapang dada dan membangun perasaan untuknya. Walaupun aku selalu menyemangati diriku sendiri, bahwa aku bisa move on dari Rifan, tapi itu tidak memungkiri bahwa aku bisa dengan cepat dan berhasil melupakannya sebagai sosok orang yang aku cintai. Mulut berbicara bahwa aku bisa, tapi hati berkata lain. Semakin aku mencoba untuk melupakannya, semakin aku terjerumus dalam rasa ini. Aku malah jatuh semakin dalam. Dia sahabatku, tapi aku mencintainya. Apakah salah ?
Hari Minggu, hari dimana Rifan akan keluar dari rumah sakit ini. Berterima kasihlah pada ruangan ini. Ruangan yang menjadi saksi bisu antara Celine dan Rifan. Masih banyak hal yang ingin aku tanyakan kemarin. Tapi ku urungkan niatku. Semakin aku tau semuanya, bisa semakin aku benci pada rasa ini. Mungkin aku bisa benci pada Celine jika aku mengetahui semua hal yang terjadi kemarin. Biarkan Celine dan Rifan yang tau tentang itu. Dan biarkan aku menutupi kesedihanku dengan senyuman.
Tok Tok Tok
Terdengar suara pintu diketuk. Aku dan Rifan saling memandang. Rifan mengangkat alisnya bertanya siapa itu, aku menjawab dengan gelengan kepalaku. Aku berdiri dan berjalan untuk membuka pintu itu. Saat aku hendak memegang gagangnya, pintu itu sudah dibuka oleh si pengetuk itu. Terlihat sosok paruh baya yang masih terlihat cantik dan menawan, bersama pria jangkung yang seusia juga dengan beliau. Menggunakan jas hitam, lengkap dengan dasi yang bertengger di lehernya, membuat beliau terlihat gagah. Tante Citra dan Om Hendra.
"Halo tante..." sapaku seraya mencium tangannya, "Halo sayang..." balasnya. Tante Citra memelukku sebentar, lalu melepaskannya.
"Halo om..." sapaku pada Om Hendra dan mencium tangannya.
"Felly sehat ?" tanya Om Hendra.
"Alhamdulillah, sehat Om. Kalo Om gimana ? sehat ?" tanyaku.
"Alhamdulillah Fel, Om juga sehat." balasnya sambil tersenyum.
Mereka pergi menghampiri Rifan. Rifan yang sedang bermain ponsel, saat menyadari mereka datang, langsung menaruhnya di meja sebelah ranjangnya. Kami berbica sebentar, tak jarang kami tertawa bersama. Tak terasa sudah pukul 11.00, aku memutuskan untuk pulang. Berpamitan pada Om Hendra dan Tante Citra.
---
"Assalamualaikum, mah." ucapku saat sampai di rumah. Aku berjalan ke dapur dan menemukan sosok itu disana. Ibuku.
"Waalaikumsalam, sayang." jawabnya.
"Gimana mah kabarnya ? udah lama ya kita ga ketemu. Rindu deh rasanya." ucapku sambil tersenyum padanya. "Lebay banget ih Felly, kemaren juga ketemu ih..." ucapnya sambil merengkuhku. Aku membalas pelukannya sambil tertawa. Beliau melepaskan pelukannya dan menyuruhku mandi dan makan. Aku menganggukkkan kepalaku dan berjalan menuju kamar.
"Cape." ucapku menjatuhkan tubuh ke kasurku yang rasanya empuk itu. Memejamkan mataku sebentar sampai ada bunyi yang memekakkan telingku. Ada telpon, dari Bagus. Terlukis senyum tipis diwajahku, aku segera mengangkatnya.
"Halo ?"
"Halo"
"Kenapa ?"
"Udah pulang lo ?"
"Udah, kenapa emangnya ?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Best friend ?
Teen FictionBenar apa kata kebanyakan orang diluar sana. Tidak ada persahabatan murni yang terjalin antara pria dan wanita. Perasaan lebih akan muncul saat keduanya sudah nyaman satu sama lain. Kini hal itu terjawab sudah. Aku merasakannya. Ini tidak mudah dan...