Karena perpisahan bukan akhir dari segalanya.
.
.
.Prom Night.
Hari dimana hari terakhir aku dapat melihat secara langsung bagaimana canda tawa anak-anak sekolah, dapat merasakan kehangatan yang telah kami rajut 3 tahun lamanya dan hari ini adalah hari terakhir aku merasakan kesendirian yang selalu aku rasakan beberapa tahun ini.
"Nanti aku telpon kalo udah pulang." ujarku pada Papa yang sedang menyetir.
"Jangan main kemana-mana dulu, besok kita udah harus pergi. Kasih tau juga temen-temen kamu biar ga ada yang nyariin entar." jawabnya, aku menganggukkan kepalaku mengiyakan.
Mobil hitam ini berhenti tepat di depan pintu masuk acara prom night malam ini. Aku turun dari mobil. Dengan balutan dress berwarna putih ini, aku langsung menghampiri kedua sahabatku yang sudah menunggu didekat pintu masuk.
"Buset, mau kemana, neng ?" tanya Dina sambil melihatku dari ujung rambut hingga ujung kaki, sementara Celine, dia masih bungkam dan masih menatapku dengan tatapan, aneh ?
"Biasa aja kali ngeliatnya bocah." ucapku sambil mengibaskan tanganku ke arah Dina yang masih melihatku dengan tatapan itu, aku risih dibuatnya.
"Gue aneh ya ?" tanyaku pelan.
"Aneh darimana, lo..." ucap Celine menggantung, lalu ia mengacungkan kedua jempolnya ke udara seraya memasang wajah wow-nya.
"Bisa aja anjrot." balasku disertai dengan kekehan pelan.
"Eh udah cantik ga boleh ngomong kasar dong." Itu ucap Dina, aku memutar bola mataku malas. Aku mengaitkan kedua tanganku pada tangan mereka dan berjalan ditengah seperti seorang pengantin yang akan dinikahkan.
Kami berjalan menuju ruangan utama acara ini. Sesekali kami berpapasan dengan teman-teman dan berbincang sebentar. Tapi, hingga kini aku belum melihat Bagus.
Bagus belum dateng ? telat ? Batinku.
"Felly cantik banget malem ini," Aku terlonjak kaget saat mendengarnya, aku yang sedang celingak-celinguk mencari seseorang tentu saja sedang tidak fokus. Orang itu, Pak Anta.
"Makasih, Pak." ucapku seraya tersenyum ke arahnya. Kamera hitam yang selalu ia bawa saat ada acara penting, ia kalungkan dilehernya.
"Sini, foto dulu. Buat kenang-kenangan." Aku mengiyakan ajakkannya, ia menunjuk ke arah tempat yang sepertinya memang sudah disediakan untuk berfoto.
"Satu, dua, tiga."
Aku tersenyum kearahnya dan sedikit membungkukkan badanku, "Makasih, Pak." ucapku. Aku sedikit berlari kecil ke arah Celine dan Dina. Mereka yang daritadi memperhatikan aku saat berbincang dengan Pak Anta pun terkikik geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best friend ?
Teen FictionBenar apa kata kebanyakan orang diluar sana. Tidak ada persahabatan murni yang terjalin antara pria dan wanita. Perasaan lebih akan muncul saat keduanya sudah nyaman satu sama lain. Kini hal itu terjawab sudah. Aku merasakannya. Ini tidak mudah dan...