Setelah Rifan pergi meninggalkan pelataran rumahku, aku segera masuk ke kamar. Tapi sebelumnya, aku bertemu Mama yang sedang ada di ruang tamu. Ia sedang menonton dan menangis.
Tunggu, menangis ?
Astaga!! Banyak sekali tisu disini, seperti kapal pecah. Berserakan dimana-mana.
"Ma, kenapa ?" tanyaku kaget.
"Mantu Mama ketembak!!" ucapnya masih dengan lelehan air mata yang terus mengalir.
"Mantu ?" tanyaku bingung, ia menunjuk ke arah TV. Rupanya sedang menonton drama Korea. Pantas saja.
"Song Joong Ki, mantu Mama ketembak!!" ucapnya agak sedikit tersedu.
"Entar juga hidup lagi Ma." ucapku malas.
"Tau dari mana kamu ?" tanya dengan suara parau.
"Aku udah nonton sampe tamat." jawabku.
"Kenapa ga ngasih tau ?" tanyanya.
"Mama ga nanya!!" ucapku, "Udah ah, aku mau ke kamar." lanjutku.
Aku menghempaskan tubuhku ke tempat tidur yang nyaman ini. Berpikir sejenak tentang apa yang Rifan bilang tadi.
Karena gue yang bakal berjuang buat dia.
Kalimat itu terus berputar dipikiranku. Apakah aku harus senang ? apakah aku sedih ? apakah aku harus mendukungnya ? apakah aku ikhlas ? terlalu banyak pertanyaan yang berputar mengelilingi perasaan ini.
Lelehan air mata tumpah mengalir turun ke pipiku. Aku membiarkan liquid bening itu membasahi wajahku. Harusnya aku senang mendengar sahabatnya punya orang yang ia cintai. Harusnya aku mendukungnya, bukan terpuruk dengan mata sembab dan wajah kacau seperti ini. Andai aku punya keberanian untuk sekedar bicara bahwa aku mencintainya. Andai aku berani dan aku sanggup. Aku terlalu takut kehilangannya, terlalu takut ia pergi. Tapi, sekarang ia benar-benar akan pergi.
Aku tidak punya seseorang yang mampu menampung semua keluh kesahku tentang Rifan, aku selalu menampungnya sendiri. Tapi sekarang, aku butuh seseorang. Aku butuh pendengar yang baik, yang rela meluangkan waktunya untukku. Mungkin aku bisa cerita ke,-
"Fel,"
-Mama.
"Kamu kenapa ?" ucapnya menangkup wajahku. Menghapus air mata yang terus mengalir dari mataku dengan ibu jarinya. Ia menarikku ke dalam pelukannya. Aku membalas pelukannya, membenamkan wajahku di dalam dekapannya. Menangis dan menangis, hanya itu yang bisa aku lakukan. Seperti orang bodoh emang, tapi ini resiko apabila kau jatuh cinta pada sahabatmu.
Mama melepaskan pelukannya, menghapus kembali air mata yang membasahi wajahku dengan telaten.
"Kamu kenapa, hm ?" tanyanya lembut.
"Aku ga ngerti sama perasaan aku sendiri Ma." ucapku sendu.
"Maksudnya ?"
"Mama janji ga akan bilang ke siapa-siapa termasuk Rifan, Celine sama Dina ?" tanyaku, ia menangguk setuju.
"Aku pacaran sama Bagus itu sebenernya buat ngelupain Rifan, Ma." ucapku, air mataku mulai turun lagi untuk yang kesekian kalinya malam ini.
"Feeling Mama bener selama ini," ucapnya seraya menepuk punggungku lembut.
"Pasti kamu punya perasaan lebih sama Rifan." lanjutnya, "Tapi kenapa kamu mau lupain dia ?" tanyanya.
"Karena Celine sama Dina suka sama dia." ucapku lirih, Mama mengelus suraiku membuatku semakin larut dalam suasana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best friend ?
Teen FictionBenar apa kata kebanyakan orang diluar sana. Tidak ada persahabatan murni yang terjalin antara pria dan wanita. Perasaan lebih akan muncul saat keduanya sudah nyaman satu sama lain. Kini hal itu terjawab sudah. Aku merasakannya. Ini tidak mudah dan...