8. A Choice

161 10 0
                                    

"Apa kau kau ada waktu?? Ada yang ingin aku sampaikan".

Pria pemilik mobil itu adalah Shin. Aku hanya mengangguk sekilas dang masuk kedalam mobil Shin.

Kami pergi dalam diam. Pikiranku saat ini masih dipenuhi dengan keputusan yang harus aku ambil nantinya.

"Kita sudah sampai".

Suara Shin menyadarkanku.

Kami berhenti di depan sebuah restoran bintang lima yang sangat  mewah. Sesuai dengan penampilannya. Shin memiliki selera yang tinggi sangat sesuai dengannya.

Restoran ini sangat mewah bahkan restoran ini memiliki ruangan khusus privat. Orang-orang yang datang ke restoran ini merupakan kalangan pebisnis yang ingin menemui kliennya. Bahkan tak banyak orang yang mengadakan rapat disini.

Shin ternyata sudah memesan sebuah ruangan privat untuk kami. Suasana disini terasa begitu canggung karena kami harus duduk berhadap-hadapan dan terlebih lagi didalam ruangan ini hanya ada aku dan Shin.

"Apa yang ingin kau bicarakan??". Tanyaku tanpa basa-basi.

Shin mengeluarkan sebuah kertas dari dalam sebuah amplop besar dan memberikannya padaku. "Ini adalah surat perjanjian pernikahan kita, sebaiknya kau baca terlebih dahulu".

Aku pun mengambil kertas pemberian Shin. Sebelum membaca surat yang diberikan Shin. Aku ingin mengatakan hal yang selalu mengusik pikiranku selama ini.

"Sebelumnya aku minta maaf padamu". Aku menghembuskan nafasku perlahan. Lalu melanjutkan kembali perkataanku padanya. "Aku enggak mungkin bisa menikah begitu saja denganmu".

"Terlebih aku ini anak tertua di keluargaku. Dan aku memiliki 2 orang adik yang masih bersekolah. Karena itu aku masih harus membantu keuangan keluargaku. Jadi  untuk itu aku minta maaf padamu".

Akhirnya kata-kata yang ingin aku sampaikan padanya. Telah keluar dengan mulusnya. Sungguh tatapannya itu membuatku hampir tidak bisa berkata-kata. Sedari tadi aku berusaha memberanikan diri untuk melihat wajahnya.

Shin terlihat tidak bereaksi apa-apa mengenai hal yang barusan aku katakan. Hal itu membuatku harus menerka-nerka apa yang sedang dipirkan olehnya.

"Kau tidak perlu cemas mengenai masalah itu Dizta. Aku akan menanggung semua masalah keuangan keluargamu. Karena ini semua adalah perjanjian dan aku tidak ingin salah satu di antara kita merasa dirugikan".

Shin masih menatapku tanpa ekspresi. Dan seketika membuat jantungku berdebar dengan hebatnya.

"Hmm lalu... Sampai kapan perjanjian pernikahan ini akan berakhir??". Tanyaku padanya yang terlihat berpikir.

"Sampai kau dan aku menemukan orang yang tepat".

Perkataan Shin barusan membuatku merasa semakin kecil dihadapannya. Shin mungkin akan dengan mudahnya menemukan wanita yang tepat untuknya. Berbeda denganku yang mungkin akan sulit untuk menemukannya.

"Lalu selama menikah dimana kita akan tinggal?? Dan apa kita juga akan melakukan kontak fisik layaknya suami dan istri??". Pertanyaan demi pertanyaan keluar begitu saja secara bertubi-tubi dari bibirku.

"Selama kita menikah. Kita akan segera pergi ke Singapura dan menetap disana".

"Singapura??". Tanyaku memastikan kalau yang kudengar barusan memang benar adanya.

Shin mengangguk singkat. Lalu melanjutkan kembali perkataannya.
"Setelah di Singapura. Kita akan tinggal di sebuah apartemen yang berbeda. Dan untuk masalah kontak fisik".

Nafasku naik turun menunggu perkataan Shin selanjutnya.

"Kita tidak akan melakukannya jika tidak ada persetujuan dari kedua belah pihak".

I Hope You Love Me [FINISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang