9. Decision

143 9 0
                                    

Saat ini aku benar-benar tidak fokus dengan pekerjaanku. Karena isi kepalaku dipenuhi dengan perjanjian itu. Aku memiringkan kepalaku diatas meja dan mencoba memejamkan mataku. Berharap beban yang ada di dalam pikiranku setidaknya berkurang.

"Apa yang harus aku lakukan?"

"Heii.. jangan terlalu banyak ngelamun, entar jadi perawan tua tau.."

Suara rekan kerjaku Sesil membuatku membuka mataku kembali yang sempat terpejam. Aku melirik kearah Sesil yang telah mengganggu ketenanganku saat ini.

"Ganggu aja!! Tau deh yang uda laku". Ledekku kepada Sesil dan di balas cengiran olehnya.

Sesil adalah rekan kerjaku yang tertutup  2 tahun lebih tua dariku. Dia sudah menikah dan memiliki 1 anak.

"Iyaa dong, maka nya cepet-cepet nyusul."

"Liat aja entar aku langsung kasih undangan ke kamu". Jawabku padanya, meski aku sendiri tidak yakin mengenai hal itu.

"Iyaa-iya awas aja kalau enggak, aku tunggu lo makan-makannya. Hahaha..!!".

Mendengar candaan Sesil barusan membuatku merasa terhibur dan sedikit melupakan masalahku sejenak yang tengah menghampiriku.

Aku melirik kearah jam yang ada ditanganku. Jam menunjukkan waktunya bagiku untuk pulang.

Saat berjalan menuju loby. Ponselku bergetar yang menandakan ada pesan masuk dari seseorang.

Shin : "Saat ini aku dan ibuku berada dirumahmu, cepatlah kesini".

Aku menutup ponselku dan bergegas untuk segera pulang kerumah.

"Astagaa...!!! Apalagi sih ini" batinku.

_________

Yaa benar sekali sebuah mobil mewah yang kutahu milik Shin telah terpakir di depan rumahku. Dan aku yakin bahwa pemiliknya telah berada di dalam rumahku.

Kakikku terasa berat untuk melangkah dan jantungku berdebar dengan kencangnya.

"Assalammu a'laikum".

Kedua orang tuaku, tante Siska serta Shin melirik kearahku.

"Dizta, kebetulan sekali kau sudah pulang, ayokk duduk kesini". Ibuku menepuk kursi yang ada di sebelahnya. "Shin dan mamanya sudah menunggumu dari tadi".

Aku langsung duduk disamping ibuku.

"Baiklah karena Dizta sudah datang, saya akan mengatakan maksud dan tujuan kami datang kemari". Ucap tante Siska pada semua orang yang ada diruangan.

Perkataan tante Siska barusan membuat jantungku berpacu dengan cepatnya.

"Saya ingin melamar Dizta untuk menjadi istrinya Shin".

Kedua orang tuaku terlihat begitu senang dengan perkataan tante Siska barusan.

"Aduhhh kami benar-benar tersanjung dengan maksud anda yang ingin melamar anak kami Dizta untuk menjadi istrinya Shin. Tapi semua keputusan ini saya serahkan kepada Dizta karena dia lah yang akan menjalani nantinya". Ujar ayahku.

"Jadi bagaimana menurutmu Dizta??" seru ibuku.

Pandangan mereka pun kini terpusat padaku. Sudah dipastikan mereka tengah menunggu jawaban yang akan ku berikan. Aku bermain-main dengan jariku karena merasa gugup dan mencoba menimbang-nimbang keputusan yang akan aku ambil.

Jujur aku bingung harus apa. Situasi saat ini membuatku merasa serba salah. Hatiku merasakan kegundahan yang luar biasa. Karena ini menyangkut masa depanku kelak. Tetapi, melihat tatapan mereka semua yang penuh harap membuatku harus mengurungkan niatku lagi.

Aku menarik dan menghembuskan nafasku secara perlahan. Semoga keputusanku ini tepat.

"Hmmm... Baiklah kalau begitu tante, saya menerimanya".

Mendengar perkataanku barusan. Semua orang yang ada merasa bahagia. Terutama kedua orang tuaku. Mereka terlihat sangat bahagia mendengar keputusanku itu.

Setelah mendengar keputusanku. Kedua orang tuaku dan tante Siska memulai percakapan tentang persiapan pernikahan aku dan Shin.

Saat ini kedua orang tuaku dan tante Siska sedang menentukan tanggal yang tepat untuk pertunangan dan pernikahan kami.

Shin menatapku dan memberi kode kalau dia ingin bicara bedua denganku.

"Hmm ma, pa, tante saya dan Shin permisi keluar sebentar". Kedua orang tuaku dan tante Siska memberikan izin kepada kami untuk keluar.
______________

Saat ini aku dan Shin berada di belakang rumahku dan kebetulan adik-adikku juga sudah tidur di kamarnya. Dan memberikan privasi untuk kami mengobrol.

"Jadi kau sudah setuju dengan perjanjian ini??" Shin membuka suara.

"Yaa seperti yang kau dengar barusan".

Aku mencoba untuk bersikap santai sama sepertinya dan berusaha menutupi perasaanku yang di selimuti rasa takut.

Shin terlihat begitu biasa saja seakaan hal ini bukan lah sebuah masalah untuknya. Berbeda denganku yang merasa ini sudah seperti kotak rahasia yang mungkin akan membawa keberuntungan dalam hidupku atau malah akan menjadi sebuah bencana.

"Terima kasih sebelumnya Diz, karena kau telah setuju dengan hal ini. Dan mulai sekarang kau dan aku harus bertingkah layaknya pasangan sampai kita menikah nanti". Terang Shin padaku.

Aku mengangguk singkat. Menandakan aku setuju dengan pemikirannya itu.

Shin benar. Kami harus memainkan peran ini dengan sangat baik. Agar tidak ada yang curiga dengan hubungan kami ini.

"Baiklah Shin. Jika tidak ada lagi yang ingin kau bicarakan. Sebaiknya kita harus kembali karena aku yakin mereka sedang menunggu kita".

Shin mengangguk setuju dengan perkataanku barusan. Kami pun langsung menuju ke tempat dimana orang tua kami berada dan ikut bergabung.

Saat kami sudah berada di tempat dimana orang tua kami berada. Mereka menyambut kedatangan kami dengan senang.

"Dizta, Shin. Ini kami sudah memutuskan tanggal yang tepat untuk pertunangan dan pernikahan kalian". Tante Siska memberikanku kertas yang berisikan tanggal pertunangan dan pernikahan kami.

Aku begitu terkejut melihat tanggal yang telah mereka putuskan.

"Apaa..!! Ini bukannya 3 hari lagi?? Dan 1 bulan lagi untuk pernikahan??. Bukankah terasa begitu cepat??". Aku tidak bisa untuk tidak terkejut dengan keputusan mereka ini.

Aku meletakkan kembali kertas tersebut. Dan menatap orang-orang yang ada di hadapanku saat ini.

Ibuku hanya tersenyum melihat ekspresiku barusan.

"Bukankah lebih cepat lebih bagus. Tidak baik kan kalau niat baik di lama-lamain". Ibuku berucap penuh semangat tanpa memperdulikan tatapanku.

"Tapi kita kan harus benar-benar mempersiapkan keperluan yang dibutuhkan ma..". Jawabku dengan nada memelas. Aku berharap ibuku mengerti dengan kegelisahanku saat ini.

Ibuku hanya tersenyum tipis. Tanpa berniat merespon perkataanku barusan.

"Soal itu kau tidak perlu khawatir sayang. Tante akan membantu segala keperluan yang dibutuhkan untuk pernikahan kalian. Dan sebaiknya kau harus membiasakan memanggil tante dengan sebutan mama". Tante Siska tidak berhenti untuk tersenyum padaku dari tadi.

Jlebbb

Sudah berakhir sudah masa ketenanganku. Dan sebentar lagi sepertinya tidak akan ada lagi. Hari dimana aku bisa merasa bebas.

*Jangan lupa coment dan sarannya ya guyss (⌒▽⌒)*

I Hope You Love Me [FINISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang