2 - Dingin

1.8K 151 80
                                    

Mulmed: Arga Attala Winata

***

“Kalau jalan jangan pake kaki aja, mata juga dipake,” ucap lelaki itu dingin. Lelaki tersebut pun langsung pergi meninggalkan Shania dengan wajah kaget karena ucapannya.

“Gila tuh cowok ganteng-ganteng cuek nya minta ampun,” gerutu Shania.

Arga yang melihat kejadian tadi di tempat duduknya, segera berlari menghampiri Shania.
“Shan, lo gak kenapa-napa kan?” ucap Arga panik.

“Gak, aduh lo kenapa sih?” jawab Shania seraya melepaskan tangan Arga yang berada dipundaknya.

“Eh sorry deh, tapi lo gak kenapa-napa kan?” Shania hanya memutar bola matanya lelah akan sikap Arga yang terkadang terlalu berlebihan pada dirinya.

Sikap jailnya Arga memang berlebihan kepada Shania, tetapi sikap khawatir Arga lebih besar dari itu. Maka dari itu sejak dari kecil, Arga selalu ada untuk Shania. Kapan pun itu.

Shania bergegas meninggalkan Arga saat tau Arga akan mengintrogasinya dengan berbondong pertanyaan. “Eh-eh lo mau kemana Shan?”

.............................................................

Pernah di suatu waktu, saat itu Shania yang berumur 7 tahun baru pulang dari sekolah dasar. Arga yang saat itu sedang menunggu Shania di gerbang, melihat Shania yang keluar dari sekolah sambil bergandengan tangan dengan salah satu teman perempuannya.

Dahi Arga berkerut samar melihat dahi Shania yang dihiasi plester bergambar jerapah di sana. Selain es krim vanilla, hal yang disukai oleh Shania yaitu jerapah. Shania suka hal-hal yang berbau hewan oranye berleher panjang itu. Sampai kamarnya pun dipenuhi barang-barang yang bergambar atau berbentuk jerapah.

Dia lalu berlari menghampiri Shania dan bertanya, “Ini dahi kamu kenapa Shan? Kok diplesterin? Berdarah ya? Siapa yang berani-beraninya gituin kamu Shan? Siapa? bilang sama aku cepet!”

Shania bingung sekaligus kaget karena kedatangan Arga yang tiba-tiba memberondonginya dengan banyak pertanyaan.

Belum sempat Shania menjawabnya, Arga langsung menarik Shania ke dalam gedung sekolah. Arga menuntun Shania ke arah kantin.

Sesampainya di kantin, Arga langsung menghampiri Revo, teman sekelas Shania yang memang sering menjahili Shania. Arga melepaskan pegangan tanganya dan langsung mendorong tubuh Revo yang sedang asik memakan es krim coklatnya, “Kamu ngapain Shania lagi? Kenapa kamu selalu jahilin Shania terus sih?” bentak Arga.

Revo yang tidak tahu apa-apa menatap Arga bingung “Apaan sih? aku ga jahilin Shania!” elak Revo.

“Ga, bukan ...” belum sempat Shania melanjutkan pertanyaannya, Arga sudah memotongnya dengan memperingati Revo, “DENGER YA, SEKALI LAGI KAMU JAHILIN SHANIA, AKU AKAN BILANGIN BU GURU!” setelah gertakan kecil itu, Arga langsung menarik Shania keluar dari kantin.

“Ga, kamu salah sangka, dahi aku diplesterin kayak gini bukan gara-gara Revo.” Shania mencoba menjelaskan.

“Terus siapa?” Arga berbalik badan menatap Shania.

“Ini tuh plester dari Nara. Nara punya banyak plester kayak gini. Aku yang minta ke Nara, terus aku plester sendiri di dahi aku, soalnya gambarnya lucu,” ucap Shania polos.

“Ha?” Arga terperangah mendengar ucapan dari Shania, karena dia pikir Revo berbuat sesuatu terhadap Shania, sehingga dahi Shania mungkin tergores dan ditempeli plester.

Stay or LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang