Waktu sudah menunjukkan pukul 06.45 yang berarti sekitar 30 menit lagi bel sekolah berbunyi. Namun sampai jam segini, Arga belum juga datang kerumah Shania seperti biasanya.
"Shan, Arga kaga sekolah apa?" tanya Nara yang sudah siap sedari tadi. Shania hanya mengedikkan bahunya. Ia bingung harus menjawab apa karna Arga sendiri pun tidak memberitahunya.
Shania bangkit dari duduknya. "Bentar, gue kerumah Arga dulu," pamit Shania.
Setelah sampai dirumah kediaman Winata, Shania melihat bahwa garasi mobil sudah kosong. Shania cepat-cepat berjalan ke arah pintu dan mengetuknya. Bi Ana yang memang sudah kerja dirumah Arga kurang lebih 7 tahun itu, membukakan pintu untuk Shania.
"Bi, Arga ada?" tanya Shania. Wajah Bi Ana yang semulanya tersenyum karna kedatangan Shania, tiba-tiba berubah menjadi khawatir.
"Bibi Kenapa?" tanya Shania lagi setelah tidak ada jawaban dari Bi Ana dan malah wajah khawatir yang ia tampakkan.
"Den Arga teh gak pulang neng," lirih Bi Ana, "semalem, dia berantem sama papanya, setelah itu, dia pergi dan gak pulang sampe sekarang."
"Ya udah Bi, makasih ya." Shania pergi dari rumah Arga dengan perasaan khawatir.
"Mana anaknya Shan?" tanya Nara setelah melihat Shania masuk ke dalam rumah. Shania langsung mengambil tasnya dengan terburu.
"Shan, ih kenapa sih lo?"
"Entar gue jelasin di taksi. Udah ayo cepet berangkat, entar malah terlambat lagi." Shania menarik lengan Nara.
Shania langsung mencari taksi yang lewat di depan rumahnya. Mereka berdua masuk dengan terburu saat ada taksi berhenti di hadapannya. Taksi itu berjalan saat Shania sudah memberi tau alamatnya. "Sebenernya kenapa sih? Kenapa kita naik taksi? Arga mana?"
"Arga gak balik Nar dari malem."
"HAH? Lo serius?"
"Iya Nara serius. Dia abis beranten sama bokapnya. Terus dia pergi gitu aja."
"Gila tuh anak nekat juga ya."
"Pokoknya hari ini lo harus bilangin sama guru yang ngajar kalau gue izin," kata Shania. Percuma jika ia sekolah tapi pikirannya berantakan seperti ini. Ia khawatir pada Arga. ia menyadari bahwa akhir-akhir ini Arga sedang memendam masalah dan ia yakin masalahnya tidak sepele.
"Tapi Shan, lo mau cari dia kemana? Gue ikut ya."
"Gak usah Nar biar gue aja yang cari. Gue bakal cari dia kemana pun yang penting gue bisa ketemu dia. gue khawatir Nar gue ngerasa ada apa – apa sama dia," ucap Shania lirih.
"Yaudah lo hati-hati, nanti kalau lo ada apa-apa lo langsung telpon gue kapan pun. Dan gue bakal langsung dateng kesana." setelah mengucapkan itu, Nara langsung turun dari taksi yang ia tumpangi bersama Shania.
Nara merasa khawatir juga pada dua sahabatnya. Namun, ia tidak bisa memaksakan diri untuk ikut dengan Shania.
"NAAARAAAA." panggil seseorang yang sudah Nara ketahui tanpa melihat sosoknya.
"Nih larutannya." sodor seseorang tersebut di hadapan wajah Nara. Nara hanya mendelik pada lelaki tersebut tanpa berniat mengambilnya.
"Ambil dong." lelaki itu malah menempelkan ke pipi Nara padahal larutan itu sangat dingin dan basah.
Nara membulatkan matanya. "DARIIIIIISSSSSS!" teriaknya. Namun yang diteriaki hanya tersenyum dengan menunjukkan deretan gigi rapinya.
"Mangkanya ambil," kata Daris lagi.
"GAK MAU!" jawab Nara jutek. Lalu langsung pergi ke kelasnya dengan menghentak-hentakkan kakinya.
Daris tersenyum melihat tingkah Nara. "Lucu. Jadi makin sayang hehe."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay or Leave
Teen Fiction[REVISI SETELAH CERITA BERAKHIR] "Mencintai dia sama hal nya saat gue mencintai salah satu bintang di langit tapi gak pernah bisa buat gue sentuh bahkan gue gapai. Tapi gue tetap setia di bawah sini buat liat dia walau rasanya cuma bisa mandang dari...