Saat di toilet tadi Shania dan Kaila hanya saling sapa tanpa bercerita apa pun. Kaila tidak menceritakan alasan kenapa ia menangis dan Shania juga tidak memaksa Kaila harus menceritakan masalah Kaila padanya.
Shania itu tipe yang tidak pernah bertanya terlebih dahulu jika seseorang punya masalah, ia lebih memilih orang itu yang akan menceritakannya sendiri pada nya.
Entah siapa yang mengajak terlebih dahulu, saat ini mereka berdua sudah berada di kelas dan saling terdiam dengan pikiran masing-masing.
"Ssstt Shan, Kai, gue pinjem penghapus dong," bisik Zia dari belakang.
Namun sedetik kemudian mata Zia langsung membulat karena Shania malah memberikan pulpen dan Kaila memberikan sebuah jepitan.
"Heh! Lo berdua mabok apa?! ini bukan penghapus gila," protes Zia masih dengan suara pelan yang tertahan.
"BERISIK!" teriak kedua nya bersamaan. Namun karena mereka mengucapkannya dengan nada yang tinggi, membuat perhatian satu kelas dan guru yang sedang mengajar menoleh pada bangku Shania dan Nara.
"Siapa yang kalian bilang berisik?" tanya Bu Renata dengan mata bulatnya.
"Mampus,"gumam Shania.
"Bu-Bukan Ibu kok yang berisik tapi Zia," elak Shania dan menunjuk Zia sebagai tersangka utama.
"I-Iya bu, bukan ibu tapi Zia," timpal Kaila membela Shania.
Zia melotot. "Lah kok jadi gue sih? Lo berdua aja yang bengong mulu, kesambet aja tau rasa lo!"
"Sudah-sudah, jika kalian mau ribut silahkan keluar!" seru Bu Renata tidak mau ambil pusing.
Ketiganya pun langsung menutup rapat bibirnya spontan kecuali Nara yang masih terkikik geli melihat ketiga temannya dimarahi oleh guru yang terkenal killler ini.
-0-
"Tau gak sih? Tadi pas lo bertiga dimarahin, sumpah ngakak abis muka lo semua, jelek parah." Nara kembali terbahak.
"Jahat lo Nar, bukannya belain gue malah ketawa. Lagi nih anak dua kenapa sih? Bengong mulu," omel Zia.
Saat ini mereka memang sedang makan di kantin, duduk bersama dalam empat bangku. Semenjak bel istirahat kedua berbunyi, Zia terus saja mengomel pada Shania dan Kaila karena kejadian tadi. Tapi keduanya seperti mayat hidup yang sedari tadi hanya diam dan sesekali mengangguk dan menggeleng.
Saat ini pun Shania dan Kaila sama-sama hanya mengaduk makanan yang sudah dipesankan Nara dengan tatapan kosong.
Nara mendekat pada Zia."Yang gue tau sih Zi, ini tuh tanda-tanda orang mau gila."
Mereka berdua terbahak lepas, tidak peduli banyak mata yang memandang mereka penasaran. Mungkin mereka berpikir Nara dan Zia aneh.
Berbeda dengan Nara dan Zia yang bahagia, kedua orang yang dibicarakan ternyata tidak terpengaruh oleh tawa mereka berdua. Shania dan Kaila masih bergeming di tempat dengan aktivitas yang sama.
-0-
Hari semakin sore, bel pulang sekolah sudah berbunyi semenit yang lalu. Nara dan Zia juga sudah pamit pulang terlebih dahulu tanpa menunggu Shania yang berjadwal piket hari ini. Mereka beralasan ada acara setelah pulang sekolah. Shania menghela nafasnya untuk kesekian kali.
"Shan, kamu mau bareng gak sama aku? Kita kan searah."
Kecuali Kaila. Kaila menyempatkan menunggu Shania untuk menemani gadis itu membersihkan kelas karena dirinya memang tidak ada acara atau kegiatan apa pun hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay or Leave
Teen Fiction[REVISI SETELAH CERITA BERAKHIR] "Mencintai dia sama hal nya saat gue mencintai salah satu bintang di langit tapi gak pernah bisa buat gue sentuh bahkan gue gapai. Tapi gue tetap setia di bawah sini buat liat dia walau rasanya cuma bisa mandang dari...