"Iya, Pak." Shania mengangguk setelah pak Arya mengatakan bahwa mereka harus mengikuti audisi terlebih dahulu agar bisa mengikuti lomba sebenarnya.
Pak Arya juga memerintah mereka agar lebih giat berlatih lagi karena audisi yang menegangkan itu akan diadakan dua minggu lagi.
"Ya udah seperti biasa kalian latihan dulu aja sendiri ya? Setelah setengah jam saya akan balik ke sini dan melihat hasil latihan kalian," ucap Pak Arya lalu meninggalkan mereka berdua di ruang musik.
"Rez lo gak latihan basket?" tanya Shania penasaran karena tadi Arga beralasan bahwa hari ini Arga tidak bisa pulang bersama Shania karena harus latihan basket.
Ngomong-ngomong, akhir-akhir ini Rezzi sudah banyak omong. Yaa, walaupun rata-rata hanya sepuluh kalimat. Itu pun jarang terjadi.
Walau harus dengan kecerewetan Shania, setidaknya Rezzi mulai bisa menggunakan mulutnya untuk berbicara. Shania bersyukur akan hal itu. Dan setidaknya Rezzi menganggapnya ada sekarang . Shania juga bersyukur akan hal itu.
Rezzi mengerutkan keningnya setelah itu ia menggeleng.
"Kenapa? Oh iya gara-gara latihan musik ya, lupa gue," sadar Shania.
"Emang gak ada."
Shania menoleh cepat. "Ha? Apa?"
'Budeg juga ternyata. Kirain telmi doang.' Batin Rezzi.
Rezzi tidak menanggapi, ia malah kembali melanjutkan menekan tuts hitam-putih itu.
'Berarti Arga bohong dong? Tuh kan, sebenernya kenapa sih dia ngehindarin gue gini? Ah mungkin ada urusan kali ya. Tapi kan bisa bilang ke gue kalo ada apa-apa. Emang selama ini gue dianggap apa si? Ah ya maksudnya, emang selama ini gue sahabat yang gak bisa dipercaya gitu?' Batin Shania menggerutu.
Shania yang tadinya berdiri di hadapan Rezzi yang sibuk bermain piano, berjalan menjauh ke arah drum.
Shania langsung memukul drumnya asal dan sekuat tenaga untuk melampiaskan kekesalannya sehingga membuat ruangan tersebut berisik.
Rezzi yang melihat itu sempat terperangah kaget, namun dengan cepat merubahnya lagi menjadi datar.
"Gila," gumam Rezzi tidak peduli.
Saat Rezzi diamkan dan bersikap tidak peduli, Shania makin menggila dan tidak mau berhenti bukannya sadar diri.
Rezzi akhirnya jengah, ia mendengus kasar dan menghampiri Shania. Berdiri di samping perempuan berkuncir itu dan memegang tangannya agar berhenti.
Dan itu berhasil membuat Shania terhenti dan melihat Rezzi. Terlihat sekali nafas Shania tak teratur.
Rezzi mengambil stik drum yang berada ditangan Shania dan menyimpannya ke tempat asalnya.
Shania diam saja dan hanya memperhatikan gerak-gerik Rezzi. Setelah meletakkan stik drum, Rezzi menjatuhkan tangannya pada kedua pundak Shania dengan tatapan yang tidak bisa diartikan oleh Shania.
"Kalo ada masalah gak gini. Berisik," ucap Rezzi dingin. Rezzi menurunkan kedua tangannya "lo bisa cerita ke gue kalo mau."
Setelah itu Rezzi berbalik dan meninggalkan Shania yang terdiam di tempatnya. Menghilang dari balik pintu. Menghilang dari pandangan Shania.
Shania membatin, 'Sial gue baper.'
-0-
Setelah Shania dan Rezzi selesai latihan pada pukul lima sore, Shania langsung berlari ke lapangan basket untuk melihat apakah ada Arga di sana atau tidak, walaupun tadi telah diberitahu oleh Rezzi jika hari ini tidak ada latihan, namun Shania tidak percaya. Ia harus melihat dengan matanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay or Leave
Teen Fiction[REVISI SETELAH CERITA BERAKHIR] "Mencintai dia sama hal nya saat gue mencintai salah satu bintang di langit tapi gak pernah bisa buat gue sentuh bahkan gue gapai. Tapi gue tetap setia di bawah sini buat liat dia walau rasanya cuma bisa mandang dari...